Makalah Tauhid Ilmu Kalam || Pengertian dan Esensi Ilmu Kalam dan Sumber-Sumber Pemikiran Kalam
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Pengertian dan Esensi Ilmu Kalam
dan Sumber-Sumber Pemikiran Kalam” tepat waktu.
Makalah
“Pengertian dan Esensi Ilmu Kalam dan Sumber-Sumber Pemikiran Kalam” disusun
guna memenuhi tugas Bapak Rahmat Hasbi pada Tauhid/Ilmu Kalam di Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Pengertian dan Esensi
Ilmu Kalam dan Sumber-Sumber Pemikiran Kalam.
Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Rahmat Hasbi selaku
dosen mata kuliah Tauhid/Ilmu Kalam. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Bandar
Lampung, 8 Maret 2022
Penulis
DAFTAR ISI
F. Epistimologi/ Metode Ilmu Kalam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempelajari
mata kuliah ilmu kalam merupakan salah satu dari tiga komponen utama rukun
iman. Ketiga komponen itu, yaitu nuthqun bi al-lisani (mengucapkan dengan
lisan), ‘amalun bi al-arkani (melaksanakan sesuai dengan rukun-rukun), dan
tashdiqun bi al-qalbi (membenarkan dengan hati) agar keyakinan itu dapat tumbuh
dengan kukuhnya, para ulama dahulu telah melakukan kajian secara mendalam.
Sumber utama
ilmu. kalam ialah Al-Quran dan Al- Hadis yang menerangkan tentang wujud-Nya
Allah swt, sifat-sifat-Nya, dan persoalan akidah Islam lainnya. Ulama-ulama
islam dengan tekun dan teliti memahami nash-nash yang bertalian dengan akidah
ini, menguraikan dan menganalisisnya, dan masing-masing golongan memperkuat
pendapatnya dengan nash-nash tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari ilmu kalam?
2.
Apakah fungsi ilmu kalam?
3.
Apa saja sumber-sumber ilmu kalam?
4.
Bagaimanakah sejarah ilmu kalam?
5.
Bagimanakah sifat-sifat kalam?
6.
Apa sajakah metode ilmu kalam?
7.
Apa saja aksiologi Ilmu kalam?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi dari ilmu kalam.
2.
Untuk mengetahui fungsi ilmu kalam.
3.
Untuk mengetahui sumber-sumber ilmu kalam.
4.
Untuk mengetahui sejarah ilmu kalam.
5.
Untuk mengetahui sifat-sifat kalam.
6.
Untuk mengetahui metode dalam ilmu kalam.
7.
Untuk mengetahui aksiologi ilmu kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Kalam
Ilmu ini di namakan Ilmu Kalam
karena:
1. Persoalan
terpenting yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan hijrah ialah ”Firman
Tuhan” (Kalam Allah) dan non-azalinya Qur’an (Khalq Al-Qur’an).
2. Dasar
Ilmu Kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas
dalam pembicaraan-pembicaraan Mutakallimin. Mereka jarang-jarang kembali kepada
dalil naql (Quran dan Hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok
persoalan lebih dahulu.
3. Karena
cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam fisafat,
maka pembuktian dalam soal-soal agama ini di namai Ilmu Kalam untuk membedakan
dengan logika dalam fisafat.
Teologi
Islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam. Istilah ini berasal dari bahasa
Inggris, theology. William L. Reese (1.1921 M) mendefinisikannya dari dengan
discourse or reson concerining God (diskursus atau pemikiran tentang Tuhan).
Dengan mengutip kata-kata William Ockham (1287-1347), Reese lebih jauh
mengatakan, Theology to be a discipline resting on revealed truth and
independent of both philosophy and science (Teologi merupakan disiplin ilmu
yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta indepedensi filsafat dan ilmu
pengetahuan). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan
tentang keimanan, perbutan, dan pengalaman agama secara rasional .[1]
Secara
etimologis, kalam berarti pembicaraan, yakni pembicaraan yang bernalar dengan
menggunakan logika. Oleh karena itu, ciri utama dari ilmu kalam adalah
rasionalitas atau logika. Kata kalam sendiri mulanya memang dimaksudkan sebagai
terjemah dari logos yang diadopsi dari bahasa yunani yang berarti
pembicaraan.Dari kata inilah muncul istilah logika dan logis yang diterjemahkan
kedalam bahasa Arab dengan istilah mantiq. Sehingga ilmu logika, khususnya
logika formal (silogisme) dinamakan Mantiq. Karena di adopsi dari bahasa
Yunani, maka kerangka dan isi pemikiran Yunani memberikan kontribusi yang besar
untuk memperkaya ilmu kalam. Kalam
menurut bahasa ialah ilmu yang membicarakan/membahas tentang masalah
ke-Tuhanan/ketauhidan (meng-Esakan Tuhan), atau kalam menurut loghatnya ialah
omongan atau perkataan.Sedangkan Ilmu Kalam secara terminologi adalah suatu
ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi
logika dan filsafat.
Ilmu
kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain ilmu ushuluddin, ilmu
tauhid, Al-Fiqh Al-Akbar, dan teologi Islam. Disebut ilmu ushuluddin karena
ilmu ini membahas pokok-pokok agama (ushuluddin). Disebut ilmu tauhid karena
ilmu ini membahas keesaan Allah SWT. Di dalamnya dikaji pula tentang asma’
(nama-nama) dan af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil, dan
ja’iz, juga sifat yang wajib, mustahil, dan ja’iz bagi Rasul-Nya. Ilmu tauhid
sebenarnya ilmu yang membahas tentang keesaan Allah SWT dan hal-hal yang
berkaitan dengan-Nya. Secara objektif,
ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasinya lebih
dikonsentrasikan pada penguasaan logika. Oleh karena itu, sebagian teolog
menganggap bahwa ilmu kalam berbeda dengan tauhid.[2]
Al-Fiqh
Al-Akbar merupakan istilah bagi Abu Hanifah (80-150 H) dalam memberikan nama
ilmu ini. Menurut persepsinya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh
terbagi atas dua bagian. Pertama, Al-Fiqh Al-Akbar, di dalamnya dibahas tentang
hal-hal yang berkaitan dengan istilah keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu
tahid. Kedua, Al-Fiqh Al-Ashghar, di dalamnya dibahas tentang hal-hal yang
berkaitan dengan masalah mu’amalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya
cabang.[3]
Memerhatikan
definisi ilmu kalam di atas, aitu ilmu yang membahas masalah-masalah ketuhanan
dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat, secara teoretis aliran
Salaf tidak dapat dimasukkan ke dalam aliran ilmu kalam karena aliran ini -dalam pembahasan masalah-masalah
ketuhanan- tidak menggunakan argumentasi filsafat atau logika. Aliran ini cukup
dimasukkan ke dalam aliran ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin, atau Al-Fiqh
Al-Akbar.[4]
B. Fungsi Ilmu Kalam
Berikut ini ada beberapa fungsi
ilmu kalam antara lain:
a) Menjaga kemurnian dasar – dasar agama memberikan dasar- dasar
argumentasi yang kuat di hadapan para penentangnya.
b) Memberikan arahan dan petunjuk kepada orang- orang yang
membutuhkan nasehat, khususnya jika Islam bersinggungan dengan teologi agama
lain dalam masyarakat yang heterogen.
c) Menopang dan menguatkan sistem nilai-nilai ajaran islam.
d) Menjadi pijakan bagi ilmu- ilmu syariah.
e) Menjaga kesucian niat dan keyakinan yang merupakan dasar dalam
perbuatan untk mencapai kebahgiaan dunia dan akhirat.
C. Sumber-sumber Ilmu
Kalam
Ada dua pengaruh yang dapat
ditelusuri yang sekaligus juga sebagai sumber dan asal usul kemunculan Ilmu
Kalam, yakni:
1. Secara
Langsung
a) Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Quran banyak
menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah ketuhanan. Di antara
ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan masalah-masalah ketuhanan antara lain :
1) Q.S
Al-Ikhlash (112): 3-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak beranak dan tidak
diperanakkan, bahkan tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tampak sekutu
(sejajar) dengan-Nya.
2) Q.S
Asy-Syura (42): 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak seperti apapun di
dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
3) Q.S
Al-Furqan (25): 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang
bertahta di atas “Arsy”. Ia Pencipta langit, bumi, dan semua yang ada di antara
keduanya.
4) Q.S
Al-Fath (48): 10. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “tangan” yang
selalu berada di atas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu, selama
orang-orang itu selalu berpegang teguh dengan janji Allah.
5) Q.S.
Taha (20): 39. Ayat ini menunjukkan bahwa tuhan mempunyai “mata” yang selalu
digunakan untuk mengawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluknya.
6) Q.S.
Ar-Rahman (55): 27. Ayat ini menunjukkan bahwa tuhan mempunyai “wajah” yang
tidak akan rusak selama-lamanya.
7) Q.S.
An-Nisa’ (4): 125. Ayat ini menunjukkan bahwa tuhan menurunkan aturan berupa
agama. Seseorang akan dikatakan telah melaksanakan aturan agama apabila
melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah.
8) Q.S.
Lukman (31): 22. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang telah menyerahkan
dirinya kepada allah disebut sebagai orang muhsin.
9) Q.S.
Ali Imron (3): 83. Ayat ini menunjukkan bahwa tuhan adalah tempat kembali
segala sesuatu, baik secaraterpaksa maupun secara sadar.
10) Q.S.
Ali Imron (3): 84-85. Ayat ini menunjukkan bahwa tuhanlah yang menurunkan
petunjuk jalan kepada para nabi.
11) Q.S.
Al-Anbiya’ (21): 92. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia dalam berbagai suku,
ras, atau etnis, dan agama apapun adalah umat Tuhan yang satu. Oleh sebab itu,
semua umat, dalam kondisi dan situasi apapun, harus mengarahkan pengabdiannya
kepada-Nya.
12) Q.S.
Al-Hajj (22): 78. Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang yang ingin melakukan
suatu kegiatan yang sungguh-sungguh akan dikatakan sebagai “jihad” kalau
dilakukannya hanya karena Allah SWT semata.
Karena
tidak ditemukannya penjelasan rincian pada ayat-ayat tersebut. Oleh sebab itu,
para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya.
b) Hadits
Hadist Nabi SAW pun banyak membicarakan
masalah–masalah yang dibahas ilmu kalam.[5]
Diantaranya adalah hadist nabi yang menjelaskan hakikat keimanan:
حديث ابي هريرة ر. ع قا ل : كا ن رسول الله ص. م . يوما با رزا
للناس فاتاه رجل فقال : يا رسول الله, ما الاءيمان ؟ قال : ان تؤمن بالله و ملائكته
وكتابه ولقائه و رسوله وتؤمن بالبعث الاخر, قال : يا رسول الله, ما الاسلام ؟ قال
: الاسلام ان تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة المكتوبة وتؤدي الزكاة المفروضة
وتصوم رمضان, قال : يا رسول الله, ما الاحسان ؟ قال : ان تعبد الله كانك تراه فاءنك
ان لا تراه فانه يراك قال : يا رسول الله, متى الساعة ؟ قال : ما المسؤول عنها با علم
من السا ئل ولكن ساحدثك عن اشراتها , اذا ولدت
الامة ربها فداك من اشرافها واذا كانت العراة الحفاة رءوس الناس فذاك من اشراتها واذا
تطاول دعاء البحم في البنيان فذاك من اشراتها في خمس لا يعلمهن الا الله ثم تلا صلى
الله عليه وسلم . (ان الله عنده علم الساعة وينزل الغيث ويعلم ما في الارحام وما تدري
نفس ماذا تكسب غدا وما تدري نفس باي ارض تموت ان الله عليم خبير). قال : ثم ادبر اللرجل
فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ردوا علي الرجل فاءخذوا ليردوه فلم يروا شيئا
فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : هذا جبريل جاء ليعلم الناس
دينهم.
Artinya:
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah R.A. berkata: pada suatu hari, ketika Rosulullah SAW. Berada
bersama kaum muslimin, datanglah seorang laki-laki dan bertanya kepada beliau,
“wahai rosulullah, ‘apakah yang dimaksud dengan iman? Rosulullah menjawab:
“yaitu kamu percaya kepada Allah, para
malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengannya, para
rosul, dan hari kebangkitan. ‘lelaki itu bertanya lagi, ‘wahai rosulullah,
apakah pula yang di yang dimaksud dengan islam? Rosulullah menjawab, ‘islam
adalah mengbdikan diri kepada allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan perkara
lain, mendirikan sholat yang telah difardukan, mengeluarkan zakat yang
diwajibkan, dan berpuasa dibulan ramadhan. Kemudian lelaki itu bertanya lagi,
‘wahai rosulullah! Apakah ihsan itu? Rosulullah SAW. Menjawab: ‘hendaklah
engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekiranya engkau
tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa dia senantiasa memperhatikanmu. ‘lelaki itu
bertanya lagi,wahai rosulullah, ‘kapankah hari kiamat akan terjadi? Rosulullah
menjawab, ‘aku tidak lebih tahu darimu, tetapi aku akan menceritakan kepadamu
mengenai tanda-tandanya. Apabila seorang hamba melahirkan majikannyaadalah
sebagian dari tandanya. Apabila seorang miskin menjadi pemimpin masyarakat, itu
juga sebagian dari tandanya. Apabila masyarakat yang asaa pengembala kambing
mampu bersaing dalam mendirikan bangunan-bangunan mereka. Itu juga tanda akan
terjadi hari kiamat. Hanya lima perkara itu saja sebagian tanda-tanda ng
kuketahui, selain dari itu allah saja yang maha mengetahuinya, ‘kemudian
rosulullah SAW. Membaca surat al-luqman ayat 34. Sesungguhnya allah lebih
mengetahui kapankah terjadi hari kiamat. Di samping itu Dialah yang menurunkan
hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim ibuyang mengandung. Tiada
seorangpun yang mengetahui apakah yang diusahakan keesokan hari,yaitu baik atau
jahat. Dan tiada seorangpun yang mengetahuidimanakah di menemui ajalnya.
Sesungguhnya allah maha mengetahui lagi amat meliputi pengetahuan-Nya. Kemudian
lelaki tersebut beranjak dari situ, rosulullah SAW, terus bersabda kepada
sahabatnya, ‘ panggil kembali orang itu. ‘tetapi lelaki tersebut telah hilang.
Rosulullah SAW pun bersabda, lelaki tadi adalah Jibril a.s. kedatangannya
adalah untuk mengajar manusia tentang agama mereka”[6].
Ada pula beberapa hadits
yang kemudian dipahami oleh sebagian ulama sebagai prediksi nabi mengenai
kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam. Diantaranya adalah: “Hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah R.A. ia mengatakan bahwa Rosulullah SAW.
Bersabda, “orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua
golongan: dan umatku akan terpecah menjadi Tujuh puluh tiga golongan”. “Hadits
yang diriwayatlan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rosulullah SAW.
Bersabda, “akan menimpa umatku apa yang pernah menimpa bani Israil. Bani Israil
telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpacah belah menjadi
73 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “siapa
mereka itu wahai Rodulullah.?. “Tanya para sahabat. Rosulullah menjawab, mereka
adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku.
Syaikh Abdul Qadir
mengomentari bahwa hadits yang berkaitan dengan masalah Faksi umat ini, yang
merupakan salah satu kajian Ilmu Kalam, mempunyai sanad sangat banyak.[7] Di
antara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari beberapa sahabat,
seperti : Anas Bin Malik, Abu Hurairah, Abu Addardha, Jabir, Abu Said Al Kudri,
Abu Abi Ka’ab, Abdullah Bin Amr Bin Al Ash, Abu Umah, Watsilah Bin Al Aqsha.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai pada sahabat. Diantaranya adalah Hadits
yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan.
diantara golongan-golongan itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang lain
sesat.
2.
Secara Tidak Langsung
a.
Pemikiran manusia[8]
Dalam hal ini, baik berupa pemikiran
umat islam sendiri atau pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Sebelum
filsafat Yunani masuk dan berkembang di dunia islam, umat islam sendiri telah
menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan ayat-ayat Al-Qur’an, terutama yang belum jelas maksudnya (Al
Mutasyabihat), keharusan untuk menggunakan rasio ternyata mendapat pijakan dari
beberapa ayat Al-Qur’an diantaranya:[9]
افلا يتدبرون القراءن
ام على قلوب اقفالها (محمد : 24)
Artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka
terkunci “ (Q.S. Muhammad (47) : 24).
افلم ينظروا الى
السماء فوقهم كيف بنينها وزينها وما لها من فروج. والارض مددنها والقينا فيها رواسي
وانبتنا فيها من كل زوج بهيج.
Artinya: “Maka apakah mereka
tidak melihat akan langit yang ada diatas mereka, bagaimana kami meninggikannya
dan mengnghiasinya dan langit iu tidak
mempunyai retak-retak sedikitpun? Dan kami hamparkan bumi itu, dan kami
letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan kami tumbuhkan padanya segala
macam tanaman yang indah dipandang mata”.
Dengan demikian,
jika ditemukan seorang muslim telah melakukan suatu kajian objek tertentu
dengan rasionya, hal itu secara teoretis bukan karena adanya pengaruh dari
pihak luar saja, tetapi karena adanya perintah langsung Al-Quran sendiri.
Adapun sumber ilmu kalam
berupa pemikiran yang berasal dari luar Islam dapat di klasifikasikan
dalam dua kategori :
1)
Pemikiran nonmuslim yang telah menjadi peradaban lalu ditrasfer dan
diasimilasikan dengan pemikiran umat islam. Proses transfer dan asimilasi ini
dapat dimaklumi karena sebelum islam masuk dan berkembang, dunia arab (timur
tengah) suatu wilayah tempat diturunkannya agama-agama samawi lainnya.
2)
Berupa pemikiran-pemikiran nonmuslim yang bersifat akademis,
seperti filsafat (terutama dari yunani), sejarah dan sains.
b.
Insting[10]
Kepercayaan adanya
tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoutd Al-kakad
mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan
orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animisme anggapan adanya
kehidupan pada benda-benda mati merupakan asal usul kepercayaan adanya tuhan.
Adapun spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap
nenek moyang merupakan bentuk ibadah paling tua. Keduanya menganggap bahwa
animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal usul kepercayaan dan
ibadah tertua terhadap tuhan yang maha Esa.
D. Sejarah Ilmu Kalam
Dengan mengutip
al-Syahrastani, al-Syabi mengatakan bahwa ilmu kalam mula-mula muncul pada masa
pemerintahan Khalifah al-Ma’mun (Ibn Harun al-Rasyid, 198-218H/813-833 M) dari
daulah Abbasyiyyah dan diciptakan oleh kaum Muktazilah. Al-Syabi menunjukkan bahwa
alasan penggunaan istilah kalam (yang makna harfiahnya “bicara”) muncul karena
masalah paling menonjol yang mereka perdebatkan adalah masalah “bicara” sebagai
salah satu sifat Tuhan, atau karena kesamaan tertentu dengan ahli Ilmu Kalam
(mutakallimin) dan para filsuf menamakan salah satu cabang ilmu mereka adalah
Ilmu Matiq (logika), dan mereka kemudian mengganti istilah mantiq dengan kalam
karena memiliki makna harfiah sama. Al-Syabi menyebutkan bahwa ilmu kalam
memiliki nama lain, yakni IlmuTauhid karena ia bertugas mengukuhkan kemahaesaan
Tuhan. Juga Ilmu Ushuluddin karena topik pembahasannya berkaitan dengan
pokok-pokok ajaran agama. Kadang juga disebut “ilmu pembahasan dan penyimpulan
rasional. Muhammad Abduh mengatakan bahwa Ilmu Kalam memiliki pengertian yang
sama dengan ilmu tauhid. Ia menyebutkan bahwa penggunaan istilah kalam muncul
karena masalah pokok yang dibicarakan dalam ilmu ini adalah apakah kalam Allah
yang bisa dibaca (Qur’an) itu hadits ataukah qadim, atau bisa jadi karena ilmu
itu didasarkan pada argumen-argumen rasional yang tampak pada ‘bicara’
pengikutnya. Montgomery Watt menyatakan bahwa istilah kalam muncul sebagai
ejekan karena para penganutnya adalah orang-orang yang berbicara melulu
(mutakallimun), tetapi, istilah ini kemudian menjadi istilah netral.11 Harun
Nasution menyebutkan bahwa Ilmu Kalam bisa diterjemahkan dengan “teologi
Islam”. Ilmu Kalam membahas Tuhan dan hubungan manusia rasional.[11]
E. Sifat-sifat Kalam
1.
Sifat Wajib Kalam
Allah wajib bersifat kalam. Jika Allah
tidak bersifat kalam artinya Allah bersifat bakamu yaitu sifat bisu (tidak
boleh berkata-kata). Bisu adalah sifat kekurangan. Sifat kekurangan adalah
sifat makhluk. Allah tidak boleh sama dengan makhluk. Maka adalah mustahil
Allah bersifat kekurangan yaitu bisu. Sifat bisu bagi Allah tidak sama seperti
sifat bisu pada makhluk. Sifat bisu pada makhluk berarti makhluk itu tidak
boleh bercakap atau tidak boleh keluarkan suara. Sifat bisu bagi Allah ialah
apabila diiktikadkan bahawa:
·
Allah berkata-kata dengan perantaraan (pancaindera seperti lidah)
·
Allah adakalanya penat bila berkata-kata (perlu rehat)
·
Allah adakalanya tidak kuasa untuk berkata-kata (malas / bosan)
·
Allah berkata-kata ada kesilapan (tersalah cakap)
Semua ini adalah sifat kekurangan yang ada
pada makhluk dan jika dipercayai ada pada Allah ertinya kita telah
mengiktikadkan bahawa Allah itu mempunyai sifat yang sama seperti makhluk.
Menyamakan Allah dengan makhluk adalah syirik. Apakah dalil (bukti) Allah itu
bersifat berkata-kata dan mustahil bisu?
Setiap sifat wajib Allah mesti dibuktikan
kebenarannya sebelum diterima. Adanya bukti adalah syarat untuk mengenal Allah.
Tidak boleh mengenal Allah jika tiada bukti terhadap sifat-sifatNya. Orang yang
beriman kepada Allah secara ikut-ikutan tanpa bukti dinamakan mukmin takliq.
Dalil sifat
kalam
Dalil atau
bukti untuk sifat-sifat wajib Allah terbagi:
1)
dalil naqli - bukti dari al-Qur'an
2)
dalil akli - bukti akal
1)
Dalil naqli sifat kalam
Kitab suci al-Qur'an adalah bukti
yang sangat nyata bahawa Allah bersifat berkata-kata. Al-Qur'an adalah wahyu
Allah yang diterima Nabi Muhammad saw melalui Malaikat Jibril as. Al-Qur'an
mengandungi firman-firman (kata-kata) Allah. Jika Allah tidak bersifat kalam,
bagaimanakah Allah boleh berfirman dan memberi hukum serta panduan kepada
hamba-hambaNya sekelian? Maka terbuktilah dengan adanya kitab suci al-Qur'an
bahawa Allah wajb bersifat berkata-kata dan mustahil bisu.
Di dalam al-Qur'an, Allah sendiri
memberitahu bahawa Ia berkata-kata kepada sekelian makhlukNya yang berada di
langit, dibumi dan yang di antara keduanya. Semuanya patuh akan perintah Allah
seperti yang terakam dalam surah ar-Ra'ad ayat 15, yang bermaksud; "Dan
kepada Allah jualah sekelian makhluk yang ada di langit dan di bumi sujud
(tunduk) menurut (perintah Alah), sama ada dengan sukarela atau dengan
terpaksa; dan (demikian juga) bayang-bayang mereka (tunduk) pada waktu pagi dan
petang." Yang memberi perintah pastinya boleh berkata-kata jika tidak
bagaimanakah untuk mengeluarkan perintah? Maka terbuktilah bahawa Allah
sememangnya bersifat kalam dan mustahil bisu.
Al-Qur'an juga mengandungi
cerita-cerita tentang Allah berkata-kata kepada Malaikat, Iblis serta para Nabi
dan RasulNya. Nabi Muhammad saw sendiri menerima perintah sembahyang 5 waktu langsung
dari Allah bukan melalui Malaikat Jibril as, ketika Baginda dimikrajkan ke
langit melepasi Sidratul Muntaha.
Bagaimana Allah boleh berkata-kata
kepada makhluk sedangkan Allah berkata-kata tanpa huruf, tanpa suara, tanpa
bahasa dan tanpa isyarat? Soalan ini dijawab sendiri oleh Allah swt dalam surah
asy-Syuraa ayat 51, yang bermaksud; "Dan
tidaklah layak bagi seseorang manusia bahawa Allah berkata-kata dengannya,
kecuali dengan jalan wahyu (diberi ilham atau mimpi), atau dari sebalik dinding
(hijab yang ghaib), atau dengan mengutuskan utusan (Malaikat Jibril) lalu
utusan itu menyampaikan wahyu kepadanya dengan izin Allah akan apa yang
dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi keadaanNya, lagi Maha
Bijaksana."
Sesungguhnya
wajiblah atas orang yang beriman menerima dalil-dalil al-Qur'an bahawa Allah
swt itu bersifat kalam dan mustahil bakamu (bisu)
2)
Dalil akli sifat kalam
a.
Dalil ijmali (ringkas)
Bukti akal yang ringkas adalah fardu ain
atas setiap mukallaf. Bukti akal ijmali bahawa Allah itu bersifat kalam ialah
adanya alam ini.
b.
Dalil tafsili (terperinci)
Dalil tafsili adalah lanjutan kepada dalil
ijmali iaitu menerangkan lebih terperinci lagi tentang bagaimana adanya alam
ini membuktikan bahawa Allah itu bersifat kalam. Dalil tafsili perlu kepada kebolehan
berfikir dengan akal yang logik. Maka
dalil tafsili ini hukumnya adalah fardu kifayah.
Alam sentiasa
bergerak mengikut putaran yang telah ditetapkan. Adalah mustahil pada logik
akal, ini semua terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang mengaturkan. Yang
mengaturkan alam adalah Allah kerana Allah jugalah yang menjadikan alam itu
pada mulanya. Apabila mengatur alam Allah mengeluarkan perintah-perintah yang
wajib dipatuhi dan ditaati oleh alam. Yang mengeluarkan perintah pastinya boleh
berkata-kata. Tidak mungkin yang tidak boleh berkata-kata boleh mengeluarkan
perintah. Jika tidak ada perintah yang boleh didengari, bagaimanakah alam dapat
mematuhi dan mentaati perintah itu?
Jadi, jelaslah Allah bersifat kalam
(berkata-kata) dan dapat didengari oleh seluruh alam lalu alam pun taat
kepadaNya.
2.
Sifat Istighna' Kalam
Erti istighna' ialah terkaya di sekelian
alam. Sifat kalam adalah sifat terkaya bagi Allah. Erti sifat terkaya bagi
Allah ialah Allah tidak perlu kepada sesuatu dalam apa jua keadaan. Allah tidak
perlu kepada pancaindera seperti lidah atau mulut atau suara dan yang
sebagainya untuk berkata-kata. Pancaindera adalah tanda sifat kekurangan.
Makhluk yang tidak mempunyai pancaindera tidak boleh berkata-kata (bisu). Allah
bersifat terkaya dari segala kekurangan. Maka Allah tidak perlu kepada
pancindera untuk berkata-kata. Zat atau Diri Allah yang berkata-kata bukan
pancaindera.
Sifat istighna' adalah sifat kesempurnaan
dan juga sifat ketuhanan kerana ianya hanya ada pada Tuhan yang layak disembah
iaitu Allah swt.
3.
Sifat Ma'ani Kalam
Sifat ma'ani ialah sifat-sifat Allah yang
dapat dilihat kesan-kesannya dengan mata manusia dan dapat diterima oleh akal.
Walaupun hakikat sebenar sifat kalam (bagaimaan cara Allah itu berkata-kata)
tidak akan dapat diterangkan oleh akal manusia namun akal dapat menerima sifat
kalam itu wajib ada pada Diri Allah. Logik akal mengatakan Allah wajib bersifat
kalam kerana jika Allah tidak bersifat kalam Ia mesti bersifat bakamu (tidak
boleh berkata-kata). Sifat bakamu adalah sifat kekurangan. Mustahil Allah
bersifat kekurangan. Sifat kekurangan adalah sifat makhluk. Menyamakan Allah
dengan makhluk adalah syirik. Maka akal yang sihat menerima bahawa sifat kalam
wajib ada pada Allah.
Kesan-kesan
sifat kalam dapat dilihat di alam semesta ini dengan mata kita sendiri.
Lihatlah pada kejadian-kejadian alam yang berlaku di sekeliling kita setiap
detik dan masa. Matahari, bulan dan segala bintang dan planet sentiasa bergerak
tanpa kesilapan. Angin bertiup membawa hujan ke tempat yang telah ditentukan.
Air sungai sentiasa mengalir. Semua makhluk yang hidup membiak lalu mati silih
berganti. Masing-masing mendapat rezeki yang mencukupi. Siapakah yang mengatur
ini semua? Yang mengatur alam sudah pastinya memberi perintah, arahan dan hukum
untuk ditaati dan dipatuhi oleh makhlukNya. Untuk memberi perintah, arahan dan
hukum mestilah dengan kata-kata. Jika Allah hanya diam sahaja, bagaimanakah
perintah, arahan dan hukum akan disampaikan kepada makhlukNya. Dan jika tidak
ada perintah, arahan dan hukum bagaimanakah alam ini boleh berfungsi dengan
begitu tepat dan jitu? Maka jelaslah semua kejadian alam ini adalah kesan-kesan
atau tanda-tanda bahawa alam itu taat dan patuh kepada perintah (kalam) Allah
semata-mata.
4.
Sifat Ta'aluq Kalam
Erti sifat ta'aluq dalam ilmu tauhid ialah
sifat Allah yang mempunyai hubungan atau kaitan dengan yang lain. Sifat Allah
yang mempunyai ta'aluq ada 6 sahaja. Salah satu sifat ta'aluq ialah sifat
kalam. Sifat kalam berta'aluq pada 3 perkara iaitu:
a.
yang wajib
b.
yang harus
c.
yang mustahil
1)
Berta'aluq pada yang wajib
Sifat kalam berta'aluq pada yang wajib.
Yang wajib adalah Allah (Zat Allah wajib wujud). Allah bersifat terkaya di
sekelian alam. Zat Allah yang berkata-kata bukan pancaidera. Allah berkata-kata
berterusan dan kekal. Sifat kalam sentiasa ada pada Zat Allah kerana Allah
sentiasa berkata-kata tanpa henti. Dengan itu dikatakan bahawa sifat kalam
berta'aluq pada yang wajib.
2)
Berta'aluq pada yang harus
Sifat kalam berta'aluq pada yang harus.
Yang harus adalah yang selain Allah. Yang selain Allah adalah alam atau
makhluk. Alam dan segala isinya di antara langit dan bumi bergerak, hidup,
berfungsi dan mati adalah atas perintah, arahan dan hukum Allah. Alam tidak
akan wujud jika tidak diperintahkan Allah untuk wujud. Allah memerintah dengan
kalamNya. Allah sentiasa berkata-kata tanpa henti, berterusan kekal hingga
azali. Alam sentiasa berada di bawah kalam Allah. Maka dikatakan sifat kalam
Allah berta'aluq pada yang harus.
3)
Berta'aluq pada yang mustahil
Sifat
kalam berta'aluq pada yang mustahil. Ertinya Allah berkata-kata kepada yang
mustahil. Yang mustahil adalah saingan Allah (ada Tuhan selain Allah). Yang
mustahil tidak mungkin ada kerana kalam Allah berada di atasnya. Kalam Allah
adalah berterusan tanpa henti, sentiasa ada dan kekal atas yang mustahil maka
yang mustahil tidak mungkin wujud. Kalam (firman) Allah dalam surah al-Ikhlas
ayat 1 - 4, yang bermaksud Katakanlah; Tuhanku ialah Allah Yang Maha Esa. Allah
tempat bermohon. (Ia) tidak beranak dan tidak pula diberanakkan. Dan tidak ada
sesuatu pun yang serupa denganNya." Dan tidak ada sesuatu pun yang serupa
dengan Allah ertinya Allah berkata-kata menetapkan bahawa yang mustahil
(sainganNya) itu tidak ada. Begitulah sifat kalam berta'aluq pada yang mustahil.[12]
F. Epistimologi/
Metode Ilmu Kalam
Ilmu kalam sebagai
sebuah disiplin ilmu pasti memiliki sistematika dan metode tersendiri. Metode
yang digunakan ilmu kalam adalah metode jidal
(debat). A. Razak menyebutnya dengan metode keagamaan. Alasannya, karena para mutakallium (teolog) untuk mempertahankan keyakinan dan
argumentasinya selalu dengan perkataan atau pembicaraan dan perdebatan,
sehingga orang yang ahli di bidang kalam disebut mutakallimun. Sebagai cntoh diskusi keagamaan, wacana kalam yang
menjadi obje kajiannya adalah keyakinan kebenaran tentang ajaran Agama Islam,
bukan mencari suatu kebenaran yang dibicarakan oleh filsafat.[13]
Dengan batasan di atas,
ada perdebatan yang sangat mencolok antara ilmu kalam dan filsafat. Ilmu kalam
ingin mempertahankan kebenaran keyakinan keagamaan secara logis dan
argumentasi. Dengan kata lain, kalam didahului oleh keyakinan kemudian
dilakukan sebuah pembuktian. Sementara filsafat ingin mencari kebenaran dengan
argument dan pembuktian secara rasional untuk dijadikan sebagai suatu pegangan
dan keyakinan.[14]
G. Aksiologi Ilmu
Kalam
Setiap disiplin ilmu
harus mempunyai nilai guna atau manfaat bagi orang yang mempelajarinya, di
antara nilai guna ilmu kalam paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut:
1)
Untu mempertahankan kebenaran keyakinan ajaran agama islam.
2)
Menlak segala pemikiran yang sengaja merusak atau menolak keyakinan
Islam yag popular dengan terminology bid’ah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu kalam adalah ilmu
yang membahas tentang keyakinan menggunakan sandaran yang kuat berup tulisan
atau ucapan. Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak
mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam tuhan.
Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang
mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah.
Kemudian dalam sejarahnya ilmu kalam mula-mula muncul pada masa pemerintahan
Khalifah al-Ma’mun (Ibn Harun al-Rasyid, 198-218H/ 813-833 M) dri daulah
Abbasyiyyah dan diciptakan oleh kaum Muktazilah, dan sifat kalam tergolong ke
dalam 4 jenis sifat Allah yaitu; Sifat Wajib, Sifat Istighna’ , Sifat Ma’ani,
Sifat Ta’aluq.
Kemudian ilmu kalam
memiliki fungsi sebagai penjaga kemurnian dasar-dasar agama memberikan
dasar-dasar argumentasi yang kuat di hadapan para penentangnya. Memberikan
arahan dan petunjuk kepada orang-orang yang membutuhkan nasehat, khususnya jika
Islam bersinggungan dengan teologi agama lain dalam masyarakat yang heterogen,
Menopang dan menguatkan system nilai-nilai ajaran islam, Menjadi pijakan bagi
ilmu-ilmu syariah, Menjaga kesucian niat dan keyakinan yang merupakan dasar
dalam perbuatan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Saran
Kami menyadari didalam
makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Hal ini karena kurangnya
sumber bacaan dan keterbatasan pemakalah. Oleh karena itu kami sebagai
pemakalah berharap akan kritik dan saran yang berguna bias menjadikan perbaikan
makalah mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
http://khasanah-islam.blogspot.com/2012/07/pengertian-ilmu-kalam.html diakses: 19 September 2014.
http://love-islam-13.blogspot.com/2012/05/pengertian-ilmu-kalam.html diakses: 19 September 2014.
Rosihan, Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia,
2003), Cet. Ke-3, h.22-26.
Taufik, Rahman. Tauhid Ilmu Kalam Bandung Pustaka
Setia 2013
Muthahhari, Murthada. Mengenali Ilmu Kalam. Jakarta
Pustaka Zahra 2002
Adeng Mushtar Ghazali. 2005. Perkembangan Ilmu Kalam
dari Klasik Hingga Modern. Bandung: Pustaka Setia
Dahlan, Moh, 2012, Nalar Ilmu Kalam Emansipatoris,
Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari
2012: 49-62
http://kalam-insani.livejournal.com/64930.html
diakses 20:30 pada01-10-2016
[1] Prof.Dr.H.Abdul
Rozak,M.Ag., Prof.Dr.H.Rosihon Anwar, M.Ag., Ilmu Kalam, (Bandung, CV Pustaka
Setia,2012), Cet ke.1, h.20
[2] Prof.Dr.H.Abdul
Rozak,M.Ag., Prof.Dr.H.Rosihon Anwar, M.Ag., Op.cit.,h.19-20
[3] Ibid.,h.20
[4] Ibid.,h.22
[5] Lihat Abd Al-Qahir bin Tharir
bin Muhammad Al-Baghdadi, Al-Farq bain Al-Firaq, Muhammad
Ali Shahib wa Auladuh, Mesir, 1037, hlm. 5-7.
[6] Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari,
No. Hadis 50, Vol I, Dar Ibn Katsir, Beirut,1987, hlm. 27
[7] Baghdadi, op.
cit., hlm. 8-10
[8] Lihat Abd Ar-Rahman I Do’i, Shariah the
islamic Law, Ta Ha Publisher Ltd., London, 1984, hlm. 21, 45 dan 64. Bandingkan
dengan Mushin Abd. Al-Hamid, Tajdid Al-Fikr Al-Islami, Dar
Ash-Shahwah li An-Nasyr, Mesir, t.t., hlm. 24-26
[9] Lihat Harun Nasution, Akal
dan Wahyu dalam islam, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 39-51
[10] Lihat Abbas Mahmout Al-Akkad,
Ketuhanan Sepanjang Ajaran Agama-Agama dan Pemikiran Manusia, Terj. A. Hanafi,
Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 32.
[11]Moh Dahlan, Nalar Ilmu Kalam Emansipatoris, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 49-62
[12]
http://kalam-insani.livejournal.com/64930.html diakses 20:30 pada01-10-2016
[13] A. Razak, Metode Studi
Islam, (Bandung: Media Utama Pusakatama, 2001), h.86.
[14] Rohanda WS, Op.Cit.
h.18.
0 Response to "Makalah Tauhid Ilmu Kalam || Pengertian dan Esensi Ilmu Kalam dan Sumber-Sumber Pemikiran Kalam"
Posting Komentar