Makalah Akhlak & Tasawuf || Mahabbah
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Puji
syukur ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapamenyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Mahabbah “dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Akhlah dan Tasawuf.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
keterbatasan pengentahuan maupun
pengalaman maka kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
berguna bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Bandar lampung, 12 april 2002
Kelompok 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................. 1
A.
Latar Belakang................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................. 1
C.
Tujuan Makalah................................................................................................. 1
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................... 2
A.
Pengertian Majbbah........................................................................................... 2
B.
Dasar- dasar ajaran Mahabbah.......................................................................... 2
C.
Macam –macam mahabbah............................................................................... 3
D.
Pentingnya Menanamkan Cinta Kepada Allah
dan Rasul-Nya......................... 4
BAB 3 PENUTUP......................................................................................................... 7
A.
KESIMPULAN................................................................................................. 7
B.
SARAN.............................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu
sifat yang harus dimiliki oleh seorang hamba adalah cinta kepada Tuhannya.
Dengan adanya rasa cinta maka akan menumbuhkan semangat dalam beribadah. Dengan
rasa cinta juga, apapun yang diperintahkan oleh Dzat yang ia cintai maka ia
akan semangat dalam melaksanakannya meski di dalam pelaksanannya terdapat
banyak konsekuensi yang harus ia terima. Namun, fitrah manusia tidak hanya
diberi rasa cinta untuk mencintai Tuhannya. Manusia juga diberi rasa cinta
kepada selain hal tersebut, misalnya cinta terhadap keluarga, harta, pekerjaan,
dan hal-hal lain yang bahkan dapat menjadikan ia tersesat dan mengabaikan cinta
yang seharusnya ditumbuhkan yaitu cinta kepada agama dan Tuhannya.
Rasa cinta kepada sesuatu selain Allah ini bahkan lebih cenderung
mendekati syahwat, yaitu hal-hal yang melalaikan bahkan menjerumuskan seseorang
kepada jalan keburukan. Maka dalam makalah ini akan dipaparkan bagaimana
menumbuhkan rasa cinta (mahabbah) yang sesungguhnya, bagaimana cara mengontrol
dan mengarahkan agar cinta yang kita miliki tetap berada dalam koridor syariat
islam yang diridhoi oleh Allah sehingga kita tidak dibutakan oleh cinta.
B. Rumusan Msalah
Berdasarkan latar blakang masalah maka dapat di rumuskan suatu
pokok masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan mahabbah?
2.
Apa
saja dasar-dasar ajaran mahabbah?
3.
Apa saja macam-macam mahabbah?
4.
Apa urgensi mahabbah?
5.
Tujuan Penulisan
6.
Untuk mengetahui pengertian mahabbah
7.
Untuk mengetahui dasar-dasar ajaran
mahabbah
8.
Untuk mengetahui macam-macam mahabbah
9.
Untuk mengetahui urgensi mahabbah
C.
Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk menambah wawasan
2. Untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah hukum
bisnis
3. untuk mengetahui asas-asas dalam hukum
perjanjian
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahabbah
Cinta atau
yang dikenal dalam bahasa Arab mahabbah berasal dari kata ahabba-yuhibbu-mahabbatan,
yang secara bahasa berarti mencintai secara mendalam, kecintaan, atau cinta
yang mendalam.[1] Dalam Al-Mu’jam
Al-Falsafi, Jamil Shaliba mengatakan, mahabbah (cinta) adalah lawan dari kata al-baghd
(benci).[2] Al-mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat pengasih
atau penyayang.[3] Selain itu, al-mahabbah dapat pula berarti kecenderungan
kepada sesuatu yang sedang berjalan dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan
yang bersifat material maupun spiritual, seperti cintanya seseorang yang
kasmaran pada sesuatu yang dicintainya, orang tua pada anaknya, seseorang pada
sahabatnya, suatu bangsa terhadap tanah airnya, atau seorang pekerja pada
pekerjaannya. Mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha
sunguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat ruhaniah tertinggi dengan
tercapainya gambaran yang mutlak yaitu cinta kepada Tuhan.[4]
Kata
mahabbah tersebut selanjutnya digunakan untuk menunjukkan suatu paham atau
aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini, objek mahabbah lebih ditunjukkan
kepada Tuhan. Dari sekian banyak arti mahabbah yang dikemukakan di atas,
tampaknya ada juga yang cocok dengan arti mahabbah yang dikehendaki dalam
tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya kecintaan yang mendalam secara ruhani
kepada Tuhan.[5] Jadi, dapat disimpulkan bahwa mahabbah adalah rasa cinta yang
dimiliki oleh seseorang yang diwujudkan melalui kasih sayang dan ketulusan,
baik dalam lingkup cinta hamba kepada Tuhannya maupun cinta seseorang terhadap
siapa dan apapun, lebih khusus lagi, mahabbah dimaksudkan kepada rasa cinta
seorang hamba kepada Tuhan melalui pengabdian dan amal-amal yang
mengantarkannya untuk sampai kepada cintanya sang Ilahi.
B.
Dasar Dasar Ajaran Mahabbah
Ajaran mahabbah memiliki dasar dan landasan,
baik di dalam Al-Quran maupun sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini juga menunjukkan bahwa anjuran untuk
memiliki sifat cinta dan kasih sayang tidaklah mengadopsi dari unsur-unsur
kebudayaan asing atau agama lain seperti yang sering ditudingkan oleh kalangan
orientalis. Dasar atau dalil tentang mahabbah antara lain sebagai berikut:
1. Dasar Syara’
a.
Dalil-dalil dalam Al-Qur’an, misalnya
sebagai berikut:
1.
Surah Al-Baqarah ayat 165
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ
حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ
الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Adapun orang-orang yang beriman
sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat
zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa
kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya
(niscaya mereka menyesal).
2.
Surat
al-maidah ayat 54
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara kamu yang murtad atau keluar dari agamanya, maka
ketahuilah bahwa kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang benar-benar
beriman untuk menggantikanmu
3. Surah Ali ‘Imran ayat 31
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang
b. Hadist Rasullah mengenai Mahabbah,
diantaranya:
1. ثَلَاثٌ مَنْ
كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا
لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِـي
الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي
النَّارِ
“Tiga hal yang barang siapa mampu
melakukannya, maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu: pertama, Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya; kedua, tidak mencintai
seseorang kecuali hanya karena Allah; ketiga, benci kembali kepada kekafiran
sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka.”
2.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ
إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak beriman seseorang dari kalian sehingga aku lebih dicintainya
daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.”[
c.
Dasar Filosofi
Dalam mengolaborasikan dasar-dasar filosofis ajaran tentang cinta
(mahabbah) ini, Al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah melakukannya
dengan cukup bagus. Menurut beliau, ada tiga hal yang mendasari tumbuhnya cinta
dan bagaimana kualitasnya[8], yaitu sebagai berikut:
1.
Cinta tidak akan terjadi tanpa proses
pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan (idrak).
2.
Cinta terwujud sesuai dengan tingkat
pengenalan dan pengetahuan.
3.
Cinta manusia pada dirinya sendiri.
C. Macam-macam Mahabbah
Pada hakikatnya cinta yang ada dalam diri manusia terbagi menjadi 2
yaitu:
1.
Cinta kategori Ubuddiyah/Penghambaan kepada Allah (Mahabbah
Lillah), yaitu cinta yang disertai dengan pengagungan dan perendahan diri
kepada Dzat yang disembah.[9] Cinta ini terbagi lagi menjadi dua yaitu, cinta
kepada Allah (mahabbatullah) dan cinta seseorang yang selain mencinta Allah ia
juga mencintai sesuatu lain dalam hal peribadahan atau syirik (mahabbah
ma’allah). (Surah
Al-Baqarah ayat 165)
2.
Cinta kategori selain
ubuddiyah, yaitu cinta manusia kepada hal-hal yang ia senangi, seperti cinta
orang tua kepada anak atau sebaliknya, cinta kepada sahabat, cinta kepada
harta, pekerjaan serta cinta kepada sesuatu lain yang dapat membuatnya senang. (Surah Ali ‘Imran ayat 19)
Sedangkan
jika dispesifikkan lagi berdasarkan perkara dan masanya, cinta (mahabbah) juga
dapat dikategorikan menjadi dua yaitu cinta dunia (hubbu ad-dunya) yaitu mencintai sesuatu yang berkaitan dengan
perkara dunia yang bersifat sementara dan cinta akhirat (hubbu al-akhirah)
yaitu cinta sejati yang mendekatkan dan membawa pelakunya kepada jalan
kebahagiaan abadi. Dalam Al-Qur’an, cinta dikategorikan
menjadi 8 yaitu:
1.
Mahabbah mawaddah adalah jenis cinta
mengebu-gebu dan membara. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya
selalu berdua, enggan berpisah.
2.
Mahabbah rahmah adalah jenis cinta yang penuh
kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki
cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding
diri sendiri. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang
bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya.
Mahabbah rahmah juga biasanya sering dikaitkan dengan mahabbah mawaddah
sebagaimana dalam Surah Ar-Rum ayat 21.
3.
Mahabbah mail, adalah jenis cinta yang
sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain
cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam Al-Qur’an disebut
dalam konteks orang poligami di mana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda
(an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama. (Surah
An-Nisaa’ ayat 129)
4.
Mahabbah syaghaf, adalah cinta yang sangat
mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis
syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan
hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al-Qur’an menggunakan term
syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir
kepada bujangnya, Yusuf. (Surah Yusuf ayat 30)
5.
Mahabbah ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan
norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega
membangunkannya untuk shalat, membelanya meskipun salah. Al-Qur’an menyebut term ini ketika
mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan
hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Surah An-Nuur ayat 2)
6.
Mahabbah shobwah, yaitu cinta buta, cinta
yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al-Qur’an menyebut
term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan
Zulaikha yang setiap hari menggodanya. (Surah Yusuf ayat 33)
7. Mahabbah
syauq (rindu). Term ini bukan dari Al-Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan
Al-Qur’an. Dalam surat Al `Ankabut ayat 5 disebutkan bahwa barangsiapa rindu
berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian
diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an
nadzori ila wajhikawa as syauqa ila liqa’ika (aku mohon dapat merasakan
nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu).
8. Mahabbah kulfah, yakni perasaan cinta yang
disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski sulit, seperti
orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada
pembantu. Jenis cinta ini disebut Al-Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak
membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, laayukallifullahu
nafsan illa wus`aha (Surah Al-Baqarah ayat 286)
D. Pentingnya Menanamkan Cinta Kepada Allah
dan Rasul-Nya
Manusia boleh saja mencintai semua hal yang ia sukai,
akan tetapi ada cinta yang harus diutamakan dibandingkan dengan hal lainnya,
yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surah
At-Taubah ayat 24:
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ
وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا
وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ
مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ
اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِين
Katakanlah,
“Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai
dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai
Ibnu Katsir mengatakan, “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai
daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah
musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
4/124). Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasul dari
makhluk lainnya adalah wajib. Bahkan tidak boleh seseorang mencintai dirinya hingga melebihi kecintaan
pada nabinya. ‘Abdullah bin Hisyam berkata, “Kami pernah bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab
radiyallahu ’anhu. Lalu Umar radhiyallahu ’anhu berkata, لأنت أحب إلي من كل شيء
إلا من نفسي ”Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu
kecuali terhadap diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
berkata, لا والذي نفسي بيده حتى أكون أحب إليك من نفسك ”Tidak, demi yang jiwaku
berada di tangan-Nya (imanmu belum sempurna). Tetapi aku harus lebih engkau
cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian ’Umar berkata, فإنه الآن والله لأنت أحب إلي من نفسي
”Sekarang, demi Allah. Engkau (Rasulullah) lebih aku cintai daripada diriku
sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, الآن يا عمر
”Saat ini pula wahai Umar, (imanmu telah sempurna).” (HR. Bukhari) [Bukhari:
86-Kitabul Iman wan Nudzur, Bab Bagaimana Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
bersumpah].
Al-Bukhari membawakan dalam kitabnya: Bab “Mencintai
Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam adalah bagian dari iman”. An-Nawawi
membawakan dalam Shahih Muslim: Bab-Wajibnya Mencintai Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam lebih dari kecintaan pada keluarga, anak, orang tua, dan
manusia seluruhnya”. Dalam bab tersebut, Anas bin Malik mengatakan bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ
إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِين
Perkara
cinta sangat penting ditanamkan dalam diri manusia, karena cinta juga merupakan
salah satu hal yang membawa manusia kepada kebahagiaan di akhirat kelak. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang dibawakan oleh imam Al-Bukhari dalam kitab shahihya, yaitu salah
satunya dalam kitab Al-Adab, Bab ‘Alamatil Hubbi fillah (Bab tentang indikasi
cinta kepada Allah)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَتَى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ مَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ
صَلَاةٍ وَلَا صَوْمٍ وَلَا صَدَقَةٍ وَلَكِنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
قَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu bahwa ada seorang lelaki
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya, “Wahai Rasulullah!
Kapankah hari kiamat itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menyambut kedatangannya?” Orang itu
menjawab, “Untuk menyambutnya, saya tidak menyiapkan shalat yang banyak, tidak
juga puasa yang banyak serta tidak sedekah yang banyak, akan tetapi saya
mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersada, “Engkau akan bersama
dengan orang yang engkau cintai.”
Dengan
adanya hadits ini, hendaknya menambah semangat dan kegembiraan bagi kita,
karena dengan rasa cinta saja dapat mengantar kita untuk bisa berkumpul bersama
orang yang kita cintai. Namun, hal ini bukan berarti menghilangkan esensi
kewajiban beribadah lainnya, hal ini adalah salah satu poin plus bagi kita.
Maka sudah seharusnya seorang muslim menanamkan kecintaan terhadap Rasulullah,
sahabat serta generasi setelahnya yaitu dengan dibarengi ketaatan dan berusaha
mengamalkan sunnah dan syariat yang diajarakan oleh beliau. Sebaliknya, seorang
muslim harusnya menjauhi pergaulan dengan orang-orang yang membawa pada
keburukan agar tidak menjerumuskannya ke dalam murka Allah
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Mahabbah adalah rasa cinta yang dimiliki oleh seseorang yang
diwujudkan melalui kasih sayang dan ketulusan, baik dalam lingkup cinta hamba
kepada Tuhannya maupun cinta seseorang terhadap siapa dan apapun, lebih khusus
lagi, mahabbah dimaksudkan kepada rasa cinta seorang hamba kepada Tuhan melalui
pengabdian dan amal-amal yang mengantarkannya untuk sampai kepada cintanya sang
Rabbi. Ajaran
mahabbah adalah ajaran yang berdiri di atas dasar dan dalil. Di antaranya
adalah surah Al-Baqarah ayat 165, Ali Imran ayat 31, Al-Ma’idah ayat 54 dan
beberapa hadits Rasulullah. Hal ini menandakan bahwa ajaran tasawuf dalam Islam
memiliki landasan yang kuat dan bukan seperti yang dituduhkan oleh kaum
orientalis.
Pada hakikatnya
cinta yang ada dalam diri manusia terbagi menjadi 2 yaitu: cinta kategori
ubuddiyah/penghambaan kepada Allah (mahabbah lillah), dan cinta kategori selain
ubuddiyah. Jika dispesifikkan lagi berdasarkan perkara dan masanya, cinta
(mahabbah) juga dapat dikategorikan menjadi dua yaitu cinta dunia (hubbu ad-dunya
dan cinta akhirat (hubbu al-akhirah). Dalam Al-Qur’an, cinta dikategorikan
menjadi 8 yaitu: mahabbah mawaddah, mahabbah rahmah, mahabbah mail, mahabbah
syaghaf, mahabbah ra’fah, mahabbah shobwah, mahabbah syauq (rindu) dan mahabbah
kulfah.
Salah satu keagungan memiliki rasa cinta adalah dapat menolong kita
ketika di akhirat kelak. Kita mungkin tidak memiliki banyak amal yang
menyebabkan rahmat Allah untuk memasukkan kita ke dalam surga, namun dengan
adanya rasa cinta kepada Rasulullah, sahabat maupun orang-orang shaleh dapat
menolong kita dari kerasnya adzab Allah. Maka kita harus berusaha menanamkan
kecintaan kita terhadap Rasulullah, sahabat, maupun orang-orang shaleh
sewalaupun kita tidak pernah bertemu dengannya, yaitu dengan melaksanakan sunnah
dan syariat yang diajarkan oleh mereka
B.
SARAN
Sebagai
manusia biasa kita tentunya memiliki fitrah untuk menyukai atau mencintai
sesuatu. Namun, Allah juga menganugerahkan akal dan telah menjelaskan
batasan-batasan dalam syariat tentang mana hal yang dapat menjerumuskan ke hal
yang baik atau buruk. Maka sebagai calon guru hendaknya kita mengetahui hal-hal
tersebut. Semoga dengan adanya makalah ini kita lebih mengetahui tentang
hakikat mahabbah yang sebenarnya. Apabila terdapat kekurangan atau kesalahan
kami memohon maaf dan kritik dari semua pihak, sehingga makalah ini benar-benar
dapat diamalkan isinya.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel: Cintailah Orang-orang Shalih, Engkau akan Bersama
Orang-orang yang Engkau Cintai. 2016. Diakses di https://almanhaj.or.id pada
Rabu 8 Mei 2019 pukul 06:38
Hamdi, Muhammad. 2018. Cinta dalam Tasawuf. diakses di
http://repository.uinib.ac.id/787/4/BAB%20III.pdf . UIN Imam Bonjol Padang,
pada Selasa 7 Mei 2019 pukul 07:54
Hermawan, Agus. 2016. Pengantar Akhlak Tasawuf 1. Kudus: Yayasan
Hj. Kartini
Isa, Abu. 2019. Faidah Tauhid Cinta: Syarah Kitab Fathul Majid:
Tauhid. Diakses di yufid.com pada 19 Maret 2019.
Sugeng dan Evo. 2015. Makalah Ilmu Tasawuf: Mahabbah. Diakses di
http://berbagimakalah07.blogspot.com pada Selasa 7 Mei 2019 pukul 09:02
Tuasikal, Muhammad Abduh. 2009. Engkau Harus Mencintai Nabimu.
Diakses di https://rumaysho.com pada 7 Mei 2019 pukul 22:43.
Yoka, Muhammad. 2016. Makalah Tentang Mahabbah. diakses
http://muhammadyoka.blogspot.com pada selasa 7 Mei 2019 pukul 07:12
0 Response to "Makalah Akhlak & Tasawuf || Mahabbah"
Posting Komentar