Makalah Hukum Bisnis || Perjanjian Sewa Menyewa

 KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Berkat karunia-Nya, Makalah perkuliahan Hukum Bisnis ini bisa hadir sebagai makalah perkuliahan.Makalah perkuliahan ini disusun sebagai salah satu sarana pembelajaran pada mata kuliah Hukum Bisnis.Akhirnya, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut membantu dan berpartisipasi demi tersusunnya Makalah perkuliahan Hukum Bisnis.

Penulis menyadari bahwa Makalah  ini  masih jauh  dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan  kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi pembaca, semoga makalah ini bermanfaat.

 

 

Bandar Lampung,    Maret 2022

Penulis

 

 

 

 

 

 

 


 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. ii

DAFTAR ISI. iii

BAB I PENDAHULUAN.. 1

A.     Latar Belakang. 1

B.     Rumusan Masalah. 2

BAB II PEMBAHASAN.. 3

A.     Perjanjian Sewa Menyewa. 3

1.      Pengertian. 3

2.      PerJanjian. 4

B.     Azaz-azaz Sewa Menyewa. 4

1.      Asas itikat baik. 4

2.      Asas kebebasan berkontrak. 5

3.      Asas konsensualitas 5

4.      Asas Pacta Sunt Servanda. 5

5.      Asas Personalitas atau asas kepribadian. 5

6.      Asas Force Majeur atau asas overmacht atau asas keadaan memaksa. 6

7.      Asas Exceptio Non Adimpleti Contractus 6

C.     Syarat-syarat Sewa-menyewa. 6

D.     Subjek dan Objek Sewa-menyewa. 7

E.     Bentuk-Bentuk Sewa Menyewa. 8

1.      Sewa-menyewa tanah. 8

2.      Sewa-menyewa toko dan rumah. 8

F.     Hak dan Kewajiban Dari Perjanjian Sewa Menyewa. 9

G.    Resiko Sewa Menyewa. 9

H.    Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa. 10

BAB III PENUTUP.. 12

A.     Kesimpulan. 12

B.     Saran. 12

DAFTAR PUSTAKA.. 13

 


 


BAB I
PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Timbulnya hukum karena manusia hidup bermasyarakat. Hukum perdata mengatur hak dan kewajiban pribadi dalam hidup bermasyarakat manusia adalah sentral. Manusia adalah penggerak kehidupan masyarakat karena itu manusia adalah pendukung hak dan kewajiban. Hukum perdata mengatur siapakah yang dimaksud dengan orang sebagai pendukung hak dan kewajiban.

 Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan, kebutuhan itu hanya dapat terpenuhi apabila dilakukan dengan usaha dan kerja keras. Mereka mengadakan hubungan antara satu sama lain. Keberhasilan dalam usaha kehidupan adalah harta kekayaan yang mereka peroleh sehingga kelangsungan hidup keluarga dapat terjamin.

 Masyarakat Indonesia sedang mengalami perubahan menuju kehidupan teratur, adil, serta saling menghargai dan menghormati. Sudah menjadi slogan bagi masyarakat yang mendambakan perubahan bermakna dalam kehidupan, yaitu menciptakan aturan hukum yang mudah dipahami, mudah diterapkan, adil dan tidak mengenal diskriminasi perlakuan di segala lapisan masyarakat.

 Seiring dengan perkembangan dunia usaha, maka berbagai pihak mengajukan untuk melakukan pengkajian terhadap dunia usaha tersebut secara lebih komprehensif, baik dari sudut pandang praktis maupun teoritis. Munculnya pemikiran semacam itu, rasanya memang suatu hal yang tidak mungkin dihindarkan pada saat sekarang ini, karena jika berbicara dalam konteks bisnis hampir tidak ada lagi batas-batas antar negara. Hal itu disebabkan dalam dekade terakhir ini mobilitas bisnis melintas antar negara demikian cepat. Untuk itu, tanpa terasa norma hukum maupun karakteristik dari perusahaan yang akan melakukan kegiatannya di suatu negara sedikit banyak juga dipengaruhi oleh sistem hukum dari negara asal perusahaan yang bersangkutan.

 

 

B.  Rumusan Masalah

1.    Pengertian Sewa Menyewa

2.    Azaz-Azaz Sewa Menyewa

3.    Syarat-Syarat Sewa Menyewa

4.    Subyek dan Obyek Sewa Menyewa

5.    Bentuk-bentuk Sewa Menyewa

6.    Hak dan Kewajiban Dari Perjanjian Sewa Menyewa

7.    Resiko Sewa Menyewa

8.    Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

A.  Perjanjian Sewa Menyewa

1.    Pengertian

Sewa-menyewa atau perjanjian sewa-menyewa diatur dalam pasal 1548 s.d. pasal 1600 KUHPerdata. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian sewa-menyewa terdapat dalam pasal 1548 KUHPerdata yang menyebutkan : “Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak satu mengikatdirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatubarang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut terakhir disanggupi pembayarannya.”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa. Menurut Wiryono Projodikoro, sewa menyewa barang adalah suatu penyerahan barang oleh pemilik kepada orang lain untuk memulai dan memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat pembayaran uang sewa oleh pemakai kepada pemilik.

Menurut Yahya Harahap, Sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.Adapun defenisi sewa-menyewa yang dikemukakan C.S.T Kansil adalah suatu perjanjian untuk menyerahkan suatu barang untuk digunakan dalam waktu tertentu dan dengan sewa tertentu.[1]

Sewa-menyewa dalam bahasa Arab diistilahkan Al-ijarah”,

yang mana adalah bentuk masdar dari kata ajara                -  - - 

yang berarti membalas, mengupah, dan menyewakan.4 Menurut hukum Islam sewa-menyewa itu diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.5

 

Jadi sewa-menyewa adalah pengambilan manfaat sesuatu benda. Dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan lain dengan terjadinya peristiwa sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang seperti sawah. Yang berpindah hanyalah manfaat dari sawah itu, bukan kepemilikan dari sawah tersebut.

2.    PerJanjian

Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS. Poerwadarminta, Perjanjian adalah Persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang mana berjanji akan mentaati apa yang tersebut di persetujuan itu.[2]

 

B.  Azaz-azaz Sewa Menyewa

1.    Asas itikat baik

Asas ini ada dua yaitu subyektif dan obyektif, diatur di dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik subyektif adalah kejujuran pada diri seseorang atau niat baik yang bersih dari para pihak, sedangkan asas itikad baik obyektif merupakan pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan di atas rel yang benar, harus mengindahkan norma – norma kepatutan dan kesusilaan. Jadi melaksanakan perjanjian dengan itikad baik berarti melaksanakan perjanjian menurut dasar kerasionalan dan kepatutan (volgens de eisen van redelijkheid en billijkheid). Penilainnya terletak pada akal sehat dan keadilan dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma – norma yang objektif.[3]

 

 

 

 

 

2.    Asas kebebasan berkontrak

Kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian di Indonesia meliputi ruang lingkup:

a.    Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b.    Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;

c.    Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya;

d.    Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian;

e.    Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

f.     Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan perundang- undangan yang bersifat opsional.

3.    Asas konsensualitas

Asas konsensualitas, yang berasal dari perkataan consensus yang artinya sepakat. Maksudnya adalah bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan timbul sejak detik tercapainya kesepakatan.

4.    Asas Pacta Sunt Servanda

berkaitan dengan akibat perjanjian, Asas ini sering disebut asas kepastian hukum. Dengan asas ini tersimpul adanya larangan bagi hakim untuk mencampuri isi perjanjian. Disinilah makna asas kepastian hukum itu. Bertujuan agar hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebagai mana layaknya suatu undangundang.

5.    Asas Personalitas atau asas kepribadian

yang berarti bahwa pada umumnya tidak seorangpun dapat membuat perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri, karena suatu perjanjian hanya mengikat bagi pihakpihak yang membuatnya[4]

 

 

 

6.    Asas Force Majeur atau asas overmacht atau asas keadaan memaksa

bahwa dengan asas ini debitur dibebaskan dari kewajiban untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena sesuatu sebab yang memaksa. Keadaan memaksa ini merupakan suatu keadaan debitur memang tidak dapat berbuat apa-apa terhadap suatu keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaannya

7.    Asas Exceptio Non Adimpleti Contractus

asas ini merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian dengan alasan bahwa krediturpun telah melakukan kelalaian dalam perjanjian tersebut. Asas ini berlaku didalam suatu perjanjian timbal - balik[5]

 

C.  Syarat-syarat Sewa-menyewa

Sewa-menyewa dipandang sah, jika memenuhi syarat-syaratnya sebagai berikut :

a.    Yang menyewakan dan yang menyewa telah baligh, berakal sehat dan sama- sama ridho.

b.    Barang atau sesuatu yang disewakan itu mempunyai faedah yang berharga,faedahnya dapat dinikmati oleh yang menyewa dan kadarnya jelas, misalnya: rumah disewa satu tahun, taksi disewa dari Yogya sampai Solo satu hari, atau seorang pekerja disewa mengerjakan membuat pintu berukuran sekian meter.

c.    Harga sewanya dan keadaannya jelas, misalnya : rumah Rp. 1.000.000/bulan,dibayar tunai atau angsuran.

d.    Barang yang diambil manfaatnya, harus masih tetap wujudnya sampai waktu yang telah ditentukan menurut perjanjian.

e.    Waktunya harus dapat diketahui dengan jelas, misalnya sehari, seminggu atau sebulan dan seterusnya.

f.     Dalam sewa-menyewa ini adakalanya berupa jasa, seperti dokter, tukang pijat, supir dan lain-lain. Dan adakalanya berupa “kegunaan” suatu barang[6]

D.  Subjek dan Objek Sewa-menyewa

 

Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan rechtsubject (Belanda) atau law of subject(Inggris). Pada umumnya rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban.Menurut C.S.T Kansil, yang dimaksud dengan subjek hukum ialah siapa yang dapatmempunyai hak dan cakap untuk bertindak di dalam hukum, atau dengan kata lain siapa yangcakap menurut hukum untuk mempunyai hak. Pada definisi yang diberi oleh Kansil, terdapatkata cakap, dimana menurut beliau subjek hukum adalah mereka yang cakap menurut hukumuntuk mempunyai hak.

Subjek hukum mempunyai peranan yang penting di dalam bidang hukum, khususnya hokum keperdataan karena subjek hukum itulah nantinya yang dapat mempunyai kewenangan hukum.Dalam perjanjian sewa-menyewa ada subjek dan objek, adapun subjek dari perjanjian sewa-menyewa yaitu adanya pihak penyewa dan adanya pihak yang menyewakan. Sedangkan yang menjadi objek dari perjanjian sewa-menyewa adalah barang dan harga, yang mana barang yang menjadi objek tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Objek barang yang dapat disewakan menurut Hofmann dan De Burger, yang dapat di sewa adalah barang bertubuh saja, namun ada pendapat lain yaitu dari Asser dan Van Brekel serta Vollmar berpendapat bahwa tidak hanya barang-barang yang bertubuh saja yang dapat menjadi objek sewa melainkan hak-hak juga dapat disewa, pendapat ini diperkuat dengan adanya putusan Hoge Raad tanggal 8 Desember 1922 yang menganggap kemungkinan ada persewaan suatu hak untuk memburu hewan (jachtrecht).

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa yang menjadi subjek dalam perjanjian sewa menyewa adalah pihak penyewa dan pihak yang menyewakan.Sementara yang menjadi objek sewa-menyewa adalah semua jenis barang baik yang bergerak maupun benda yang tidak bergerak.[7]

 

 

E.  Bentuk-Bentuk Sewa Menyewa

1.    Sewa-menyewa tanah

Melihat betapa pentingnya keberadaan tanah, Islam sebagai agama yang luwes membolehkan persewaan tanah dengan prinsip kemaslahatan dan tidak merugikan para pihak, artinya antara penyewa yang menyewakan sama-sama diuntungkan dengan adanya persewaan tersebut.

Dalam suatu perjanjian persewaan tanah, haruslah disebutkan secara jelas tujuan persewaan tanah tersebut, apakah untuk pertanian, mendirikan tempat tinggal atau mendirikan bangunan lainnya yang dikehendaki penyewa.

2.    Sewa-menyewa toko dan rumah

Toko merupakan tempat seseorang menjalankan usahanya dengan cara berdagang. Tidak semua orang bisa mempunyai toko pribadi, tetapi bila seseorang berkeinginan untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan cara berdagang. Islam memberikan kemudahan dengan membolehkan persewaan toko atau rumah untuk dijadikan tempat usaha atau sebagai tempat tinggal.

Menurut Abd al-Rahman al-Jaziry dalam bukunya al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, ulama fiqh yang sangat populer pembahasannya tentang persewaan toko dan rumah adalah ulama Hanafiyah.

 Mereka memasukkan persewaan toko dan rumah ke dalam pembahasan barang-barang yang sah disewakan, di samping persewaan tanah, binatang, tenaga manusia dan pakaian. Menurut beliau tokotoko dan rumah-rumah boleh disewakan tanpa disertai dengan penjelasan tentang tujuan penyewaan.[8]

 

 

 

 

 

 

F.   Hak dan Kewajiban Dari Perjanjian Sewa Menyewa

Pasal 1560, 1564, dan 1583 KUHPerdata menentukan bahwa pihak penyewa memiliki kewajiban-kewajiban, yaitu:

a.    Memakai barang yang disewa sebagai bapak rumah yang baik, sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya, atau jika tidak ada perjanjian mengenai itu, menurut tujuan yang dipersangkakan berhubungan dengan keadaan

b.    Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan

c.    Menanggung segala kerusakan yang terjadi selama sewa-menyewa, kecuali jika penyewa dapat membuktikan bahwa kerusakan tersebut terjadi bukan karena kesalahan si penyewa

d.    Mengadakan perbaikan-perbaikan kecil dan sehari-hari sesuai dengan isi perjanjian sewamenyewa dan adat kebiasaan setempat.

 

Pihak penyewa juga memiliki hak, yaitu:

a.    Menerima barang yang disewa

b.    Memperoleh kenikmatan yang tenteram atas barang yang disewanya selama waktu sewa

c.    Menuntut pembetulan-pembetulan atas barang yang disewa, apabila pembetulanpembetulan tersebut merupakan kewajiban pihak yang menyewakan.

G.  Resiko Sewa Menyewa

Menurut Pasal 1553 KUHPerdata, dalam sewa menyewa itu resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan. Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. Dalam ketentuan pasal tersebut menjelaskan mengenai kemungkinan musnahnya barang yang disewa, sebaga iakibat suatu kejadian yang tiba-tiba tidak dapat dielakkan. Jadi apabila barang yang disewa tersebut musnah dalam jangjka waktu masa[9]

perjanjian sewa masih berlangsung, dapat menimbulkan beberapa persoalan sebagai berikut:

a.    Musnah secara total (seluruhnya)

Jika barang yang disewakan oleh penyewa itu musnah secara keseluruhan di luar kesalahannya pada masa sewa, perjanjian sewa-menyewa itu gugur demi hukum dan yang menanggung risiko atas musnahnya barang tersebut adalah pihak yang menyewakan (Pasal 1553 KUH Perdata).Artinya, pihak yang menyewakan yang akan memperbaikinya dan menanggung segala kerugiannya.

b.    Musnah sebagian barang yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa

Musnah sebagian barang yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa Disebut musnah sebagian apabila barang tersebut masih dapat di gunakan dan dinikmati kegunaannya walaupun bagian dari barang tersebut telah musnah. Berdasarkan Pasal 1554 KUHPerdata jika obyek perjanjian sewa menyewa musnah sebagian maka penyewa mempunyai pilihan, yaitu: Meneruskan perjanjian sewa menyewa dengan meminta pengurangan harga sewa, dan Meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa.

 

H.  Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa

Berakhirnya suatu perjanjian dapat terjadi akibat dari suatu tindakan atau peristiwa tertentu, baik yang dikehendaki maupun tidak dikehendaki oleh para pihak. Namun pada dasaranya sewa menyewa akan berakhir jika:

a.    Ditentukan secara tertulis batas berakhirnya sewa menyewa (pasal 1570 KUHPerdata) Dalam perjanjian sewa menyewa berakhirnya perjanjian telah ditentukan secara tertulis bahwa sewa menyewa dengan sendirinya berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan para pihak. Jika lama waktu sewa menyewa telah ditentukan dalam surat perjanjian,maka perjanjian sewa berakhirtepat pada saat yang telah ditetapkan.Pengakhiran sewa dalam hal ini tidak memerlukan suray lain.[10]

 

 

b.    Berakhir dalam waktu tertentu yang diperjanjikan secara lisan  Dalam Pasal 1571 KUHPerdata disebutkan bahwa ”Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang telah ditentukan, jika pihak lain ingin menghentikan sewanya, maka harus mengindahkan tenggang waktu yang ditentukan menurut kebiasaan setempat”. Ketentuan Pasal 1571 KUHPerdata tersebut, berakhirnya perjanjian sewa menyewa tidak disudahi dengan lewat waktu, melainkan sesudah diadakan pemberitahuan dari salah satu pihak yang hendak menghentikan sewa menyewa, dengan memperhatikan jangka waktu yang layak menurut kebiasaan setempat.

c.    Pengehentian sewa menyewa berakhir tanpa ditentukan batas waktu berakhirnya  Dalam bentuk perjanjian sewa menyewa seperti ini, secara umum dapat kita tarik kesimpulan bahwa penghentian dan berakhirnya berjalan sampai pada saat yang dianggap pantas, oleh kedua belah pihak. Kesimpulan ini dikemukakan karena UU tidak mengatur cara pengakhiran perjanjian sewa menyewa tertulis dan lisan yang mempunyai batas waktu tertentu.[11]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP

 

A.  Kesimpulan

Secara umum perjanjian adalah: Kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal yang melahirkan perikatan / hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban, apabila tidak dijalankan sebagai mana yang diperjanjikan akan ada sanksi. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Terhadap hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan meletakkan “kewajiban” pada pihak lainnya. Dengan adanya perjanjian diharapkan pihak-pihak yang terlibat didalamnya dapat menjalankan sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui, melakukannya dengan itikad baik, dan sebagai dasar untuk menyelesaikan apabila timbul masalah dikemudian hari.

 

B.  Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari banyaknya kekurangan di dalam penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta mAaf dan kami mengharapkan kepada para pembaca, teman-teman dan bapak Dosen untuk memberikan krtitik dan saran agar mekalah kami ini menjadi lebih baik di masa yang akan dating. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Harahap, M Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, and Penerbit Alumni, ‘Segi-Segi Hukum Perjanjian Sewa Menyewa’, 2 (2018)

Iii, B A B, Pengertian Sewa, and Menyewa Menurut, ‘ﺮﺟﺄﯾ ﺎﮭﻋرﺎﻀﻤﻓ ﻞﺘﻗو بﺮﺿ نزو ﻰﻠﻋ ﺮﺟأ ﻞﻌﻔﻟ ﻲﻋﺎﻤﺳ رﺪﺼﻣ ﻲھ ﺔﻐﻠﻟا ﻲﻓ ةرﺎﺟﻹا ﻞﻤﻌﻟا ﻰﻠﻋ ءاﺰﺠﻟا ﺎﮭﻨﻌﻣو ﺎﮭﻤﺿو ﻢﯿﺠﻟا ﺮﺴﻜﺑ ﺮﺟأو’, 1983, 38–62

Sinaga, Niru Anita, ‘Implementasi Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian’, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 10.1 (2019), 1–20 <file:///C:/Users/User/Downloads/400-1333-2-PB.pdf>

Soegianto, Agus, ‘Ilmu Lingkungan, Sarana Menuju Masyarakat Berkelanjutan . Surabaya: Airlangga University Press, 2010, Hlm. 1 25 25’, Ghh, 32, 2009, 25–65 <http://repository.unpas.ac.id/33706/1/J. BAB II.pdf>

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] M Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, and Penerbit Alumni, ‘Segi-Segi Hukum Perjanjian Sewa Menyewa’, 2 (2018).

[2] Harahap, Perjanjian, and Alumni.

[3] Niru Anita Sinaga, ‘Implementasi Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian’, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 10.1 (2019), 1–20 <file:///C:/Users/User/Downloads/400-1333-2-PB.pdf>.

[4] Sinaga.

[5] Sinaga.

[6] Sumber: ¹⁴M. Thalib, ibid. h. 195

[7] Harahap, Perjanjian, and Alumni.

[8] B A B Iii, Pengertian Sewa, and Menyewa Menurut, ‘ﺮﺟﺄﯾ ﺎﮭﻋرﺎﻀﻤﻓ ﻞﺘﻗو بﺮﺿ نزو ﻰﻠﻋ ﺮﺟأ ﻞﻌﻔﻟ ﻲﻋﺎﻤﺳ رﺪﺼﻣ ﻲھ ﺔﻐﻠﻟا ﻲﻓ ةرﺎﺟﻹا ﻞﻤﻌﻟا ﻰﻠﻋ ءاﺰﺠﻟا ﺎﮭﻨﻌﻣو ﺎﮭﻤﺿو ﻢﯿﺠﻟا ﺮﺴﻜﺑ ﺮﺟأو’, 1983, 38–62.

[9] Agus Soegianto, ‘Ilmu Lingkungan, Sarana Menuju Masyarakat Berkelanjutan . Surabaya: Airlangga University Press, 2010, Hlm. 1 25 25’, Ghh, 32, 2009, 25–65 <http://repository.unpas.ac.id/33706/1/J. BAB II.pdf>.

[10] Soegianto.

[11] Soegianto.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Hukum Bisnis || Perjanjian Sewa Menyewa"

Posting Komentar