Makalah Pengantar Bisnis Dan Manajemen || MANAJEMEN KONFLIK DAN MANAJEMEN STRESS
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Manajemen Konflik dan
Manajemen Stress” tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan
terimakasih Bapak Dedi Satriawan, M.Pd yang telah memberikan tugas makalah ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang selalu setia
mendoakan kami, serta teman-teman yang juga sudah memberikan kontribusi baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
dan melengkapi Tugas Makalah Kelompok Mata Kuliah “Pengantar Bisnis dan
Manajemen”. Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
dipahami dan bermanfaat untuk kita semua.
Bandar Lampung,
28 Februari 2022
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang
berbicara tentang stres. Kita mendengar topik ini sebagai bahan pembicaraan
sehari-hari, baik di radio, televisi, surat kabar dan diberbagai konferensi
maupun di kalangan Universitas. Sayangnya hanya sedikit saja orang yang
mengerti konsep stres yang benar. Manager menganggap stres sebagai frustasi
atau ketegangan emosi: pengatur lalu lintas pesawat berpendapat sebagai problem
konsentrasi: seorang remaja yang kandas cita-citanya dan para atlit yang gagal
berprestasi karena ketegangan otot. Secara umum pengertian stres adalah bentuk
ketegangan yang mempengaruhi fungsi alat-alat tubuh. Kalau ketegangan itu
berlebihan sehingga mengganggu fungsi alat-alat tubuh tadi, maka keadaan
demikian disebut dengan istilah distres. Stres dalam kehidupan tidak dapat
dihindarkan. Masalahnya adalah 1 bagaimana manusia hidup dengan stres tanpa
harus mengalami distres.
Bagi masyarakat
pada era industrialisasi sekarang ini, pekerjaan merupakan suatu aspek
kehidupan yang sangat penting. Bagi masyarakat modern bekerja merupakan suatu
tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan berupa uang atau
jasa, ataupun dalam rangka mengembangkan dirinya. Pada kenyataannya, sebagian
besar pekerjaan cenderung memiliki konotasi paksaan, baik yang ditimbulkan dari
dalam diri sendiri ataupun yang ditimbulkan dari luar. Pekerjaan juga
seringkali meliputi penggunaan waktu dan usaha di luar keinginan individu
pekerja. Banyak pekerja yang melakukan pekerjaan rutin, yang tidak atau hanya
sedikit menuntut inisiatif dan tanggungjawab, dengan sedikit harapan untuk maju
atau berpindah ke jenis pekerjaan lam. Banyak juga pekerja yang melakukan tugas
yang berada jauh dibawah kemampuan intelektual mereka atau yang mereka anggap
berada dibawah tingkat pendidikan yang telah mereka peroleh. Di banyak sektor
industri, pekerjaan telah sangat "dirasionalisasikan, dipecah pecah ke
dalam tugas-tugas yang sederhana, monoton, dan menjemukan, yang hanya sesuai
bagi robot yang tidak dapat berpikir. Pada level organisasi yang lebih tinggi,
tingkat manajer atau supervisor, perkembangan teknologi dan industrialisasi
yang pesat menuntut adanya kemampuan managerial dan intelektual yang lebih
baik. yang terkadang melampaui kemampuan yang dimiliki sebahagian besar
individu. Dengan adanya teknologi yang lebih baik maka komunikasi dan proses
produksi akan berjalan lebih cepat sehingga seorang manajer dapat sibuk dan
menyelesaikan pekerjaan yang memerlukan penyelesaian dengan segera. Pada
penyelesaian (supervisor) terjadi di bawah dua yang berbeda, di satu pihak ia
harus memperhatikan penyelesaian tugas yang berbatas waktu dan di lain pihak
juga memperhatikan pembinaan hubungan dengan baik penyelia perasaan tegang
dalam diri mereka akibat faktor-faktor samar yang mengancam, baik yang bersifat
sosial, manajerial, maupun yang berkaitan dengan lingkungan kerja yang tidak
dapat diatasi.[1]
Teknologi dan
industrialisasi yang pesat juga mencipta-kan suatu perubahan yang penting dalam
sifat ancaman dan stres itu sendiri. Bagi manusia yang hidup di zaman yang
masih primitif ketegangan itu suatu keadaan yang masih mudah dihentikan sebab
musabab nya dan dapat dengan jelas dikenali, walaupun mengancam langsung
kehidupan tetapi sekurang-kurangnya gamblang untuk dihadapi. Manusia jaman dulu
dapat menanggapi ketegangan dengan tindakan yang konkrit berupa perilaku fisik
yang relevan dengan ancaman fisik yang dihadapinya, sehingga dampak lanjutan
dari ketegangan tersebut dapat dihindari. Manusia jaman sekarang masih terbuka
terhadap stres atau ketegangan seperti yang telah dikemukakan diatas. Tetapi
seringkali manusia modern kurang intensif dalam menghadapi ketegangan atau
stres yang dihayatinya karena ketegangan tersebut sulit dihadapi secara pribadi
berdasarkan sifatnya yang samar dan sulit ditentukan sebab-sebabnya secara
gamblang. Sumber-sumber ketegangan (stres) bagi manusia modern tidak banyak
lagi yang berupa ancaman fisik, melainkan lebih bersifat psikologis seperti
perselisihan, persaingan, rasa malu, jenuh, rasa bersalah, perasaan
diperlakukan tidak adil, ataupun cemas mengenai kenaikan pangkat atau gaji.
Akibatnya, orang tersebut tetap tegang dan senantiasa siap tempur tetapi tidak
pernah menghadapi musuh yang sesungguhnya.
Stres dan
keadaan tegang yang berkepanjangan, tanpa adanya penyelesaian yang adekuat,
akan mengganggu kesehatan fisik darvatau mental pekerja yang muncul dalam
bentuk keluhan keluhan psikosomatik. Selanjutnya, gangguan kesehatan tersebut
akan menjadi suatu stres baru, dan membentuk suatu lingkaran setan. Pada
gilirannya, kesehatan yang terganggu tersebut juga akan mengganggu tampilan
kerja individu. Perhatian pekerja menjadi kurang dapat dipusatkan. motivasi
kerja menurun, dan tingkat keterampilannya menurun. Selain itu, biaya
pemeliharaan kesehatan pun menjadi meningkat. Hal ini tentu akan mengganggu
proses produksi secara umum. Faktor lain yang juga mempengaruhi tampilan kerja
individu adalah kepuasaan kerjanya. Menurut penelitian Hawthorne kepuasaan akan
kerja akan mengarahkan pekerja ke arah tampilan kerja yang lebih produktif.
Pekerja yang puas dengan pekerjaannya akan memiliki loyalitas yang tinggi
kepada perusahaan. Dari penjelasan-penjelasan diatas, secara sekilas tampak
terdapat hubungan antara stres dan kepuasan kerja, terutama dalam hal tampilan
kerja individu.[2]
Perubahan-perubahan
sosial yang cepat sebagai konsekuensi modernisasi mempunyai dampak pada
kehidupan. Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan perubahan
tersebut, pada gilirannya dapat menimbulkan ketegangan atau stres pada dirinya.
Stres sendiri merupakan hasil dari perkembangan teknologi yang demikian
cepatnya dalam abad ke duapuluh satu ini, suatu ironi kehidupan. Manusia
menciptakan berbagai macam produk untuk meningkatkan taraf hidupnya, untuk
hidup lebih efisien, namun dalam proses memproduksi berbagai macam produksi,
manusia harus menghadapi berbagai macam kondisi yang dapat menimbulkan stres
yang lebih banyak.
Seorang yang
menderita stres, selain terwujud dalam berbagai macam penyakit, dapat. pula
terungkap melalui ketidakmampuan nya untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sehingga menderita gangguan kecemasan, depresi dan gangguan
psikosomatik. Penderitaan fisik dan/atau psikik menyebabkan orang tak dapat
berfungsi secara wajar, tak mampu berprestasi tinggi dan sering menjadi masalah
bagi lingkungannya (di rumah, di tempat kerja atau lingkungan sosial lain),
merupakan akibat dari stres yang berkelanjutan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Manajemen Stress?
2.
Bagaimana Manajemen Konflik?
C.
Tujuan
1.
Untuk Mengetahui Manajemen Stress.
2.
Untuk Mengetahui Manajemen Konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen Stress
1.
Pengertian Manajemen stress
Manajemen stres adalah kemampuan penggunaan sumber daya (manusia)
secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional
yang muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari manajemen stres itu sendiri
adalah untuk memperbaiki. kualitas hidup individu itu agar menjadi lebih baik.
Pengertian menurut Beberapa Ahli: Istilah manajemen stres merujuk pada
identifikasi dan analisis terhadap permasalahan terkait dengan stres dan
aplikasi berbagai alat teraupetik untuk mengubah sumber stres atau pengalaman
stres. Berbeda dengan Cotton, Smith mendefinisikan manajemen stres sebagai
suatu keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk mengantisipasi, mencegah,
mengelola dan memulihkan diri dari stres yang dirasakan karena adanya ancaman
dan ketidakmampuan dalam coping yang dilakukan. Hal senada juga diungkapkan
oleh Margiati bahwa manajemen stres adalah membuat perubahan dalam cara anda
berpikir dan merasa, dalam cara anda berperilaku, dan sangat mungkin dalam
lingkungan anda. Fadli menambahkan bahwa manajemen stres juga sebagai kecakapan
menghadapi tantangan dengan cara mengendalikan tanggapan secara proporsional.
Munandar mendefinisikan manajemen stres sebagai usaha untuk mencegah timbulnya
stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan menampung akibat
fisiologikal dari stress.[3]
2.
Cara mengatasi stress
Ada dua
pendekatan dalam manajemen stres, yaitu:
a.
Pendekatan Individual
a.
Penerapan manajemen waktu.
Pengaturan
waktu yang sangat tepat akan menjamin seseorang tidak akan menjadi stres.
Dikarenakan setiap orang pastinya memiliki rasa lelah yang sangat besar dan
perlukan pembagian waktu untuk istirahat dan merelaksasikan tubuh dari
kepadatan jadwal kerja. Pola pembagian waktu yang baik antar waktu bekerja,
beridah, dan waktu istirahat. Waktu bekerja antara jam 7 pagi sampai waktu
sore, setelah itu kemungkinan daya tingkat kejenuhan seseorang akan meningkat
di saat itulah diperlukan istirahat yang cukup untuk mengembalikan rasa lelah.
b.
Penambahan waktu olah raga.
Dalam tubuh
manusia diperlukan olah raga yang dapat mengatur dan merangsang syaraf motorik
dan otot-otot sehingga membuat badan kita menjadi bugar. Ketahanan fisik yang
dimiliki pun akan semakin baik. Olah raga pun bisa dilakukan seminggu 3 kali
atau 1 minggu sekali. Bisa dengan joging di pagi atau di sore hari, cukup
melakukan olah raga yang ringan.
c.
Pelatihan relaksasi
Setelah melakukan kerja yang cukup padat dan banyak, tentunya
membuat tubuh menjadi lelah dan diperlukan relaksasi yang membantu menenangkan
tubuh yang tegang menjadi relaks. Merefres otak yang sudah di pakai untuk
bekerja setiap hari. Cara yang i ampuh dalam relaksasi bisa dengan mendengarkan
musik atau menonton film sambil bersantai. Namun ada juga yang melakukan
meditasi atau yoga.[4]
d.
Perluasan jaringan dukungan social
Berhubungan dengan banyak orang memang sangat diperlukan. Selain
dengan mempermudah dalam pekerjaan, dengan memiliki banyak jaringan pertemanan
juga bisa kita manfaatkan sebagai tempat berbagi dalam memecahkan masalah yang
di alami. Terkadang setiap orang hal seperti ini sangat diperlukan sekali.
Karena itu manusia adalah makhluk sosial yang saling butuh membutuhkan,
b
Pendekatan Organisasional
a.
Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur
birokratik yang tinggi yang menyertakan infleksibel, Ini dapat membawa stres
kerja yang sungguh-sungguh. Strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih
desentralisasi dan organik. dengan membuat keputusan partisipatif dan aliran
keputusan ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin akan
menciptakan iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih
banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin akan mencegah atau
mengurangi stres kerja mereka.
b.
Adanya penyeleksian personel dan penempatan kerja yang lebih baik.
Pada dasarnya kemampuan ilmuan atau skil yang dimiliki oleh setiap
orang mungkin akan berbeda satu dengan yang lainnya. Penempatan kerja yang
sesuai dengan t keahlian sangat menunjang sekali terselesaikan nya suatu
pekerjaan Penyesuaian penempatan yang baik dan penseleksian itu yang sangat
diperlukan suatu perusahaan atau organisasi agar setiap tujuan dapat tercapai
dengan baik. Seperti halnya seorang petani yang tidak tahu bagaimana seorang
nelayan yang mencari ikan, tentunya akan kesulitan.
c.
Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.
Konflik dalam sebuah organisasi mungkin adalah hal yang wajar dan
mungkin sering juga terjadi. Konflik apapun yang terjadi tentunya akan
menimbulkan ketidakjelasan peran suatu organisasional tersebut.
Mengidentifikasi konflik penyebab stres itu sangat diperlukan guna mengurangi
atau mencegah stres itu sendiri. Setiap bagian yang dikerjakan membutuhkan
kejelasan atas setiap konflik sehingga ambigious itu tidak akan terjadi. Peran
organisasi itu yang bisa mengklarifikasikan suatu konflik yang terjadi sehingga
terjadilah suatu kejelasan dan bisa menegosiasikan konflik.
d.
Penetapan tujuan yang realistis.
Setiap organisasi pastinya memiliki suatu tujuan yang pasti. Baik
bersifat profit maupun non profit. Namun tujuan organisasi itu harus juga
bersifat real sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut.
Kemampuan suatu organisasi dapat dilihat dari skli yang dimiliki oleh setiap
orang anggotanya. Dengan tujuan yang jelas dan pasti tentunya juga sesuai
dengan kemampuan anggotanya maka segala tujuan pasti akan tercapai pula. Namun
sebaliknya jika organisasi tidak bersikap realistis dan selalu menekan
anggotanya tanpa adanya koordinasi yang jelas stres itu akan timbul.[5]
e.
Pendesainan ulang pekerjaan.
Stres yang terjadi ketika bekerja itu kemungkinan terjadi karena
faktor kerjaan yang sangat berat dan menumpuk. Cara menyikapi dan mengatur
program kerja yang baik adalah membuat teknik cara pengerjaan nya. Terkadang
setiap orang mengerjakan pekerjaan yang sulit terlebih dahulu dari pada yang
mudah. Seseorang akan terasa malas dan enggan untuk mengerjakan pekerjaannya
ketika melihat tugas yang sudah menumpuk maka akan timbul stres. Strategi yang
dilakukan adalah melakukan penyusunan pekerjaan yang mudah terlebih dahulu atau
pekerjaan yang dapat dikerjakan terlebih dahulu. Sedikit demi sedikit pekerjaan
yang menumpuk pun akan terselesaikan. Dengan kata lain stres pun bisa dihindari
dan bisa dikurangi.
f.
Perbaikan dalam komunikasi organisasi.
Komunikasi itu sangatlah penting sekali dalam berorganisasi.
Komunikasi dapat mempermudah kerja seseorang terutama dalam team work. Sesama
anggota yang tergabung dalam satu kelompok selalu berkoordinasi dan
membicarakan program yang akan dilakukan. Komunikasinya pun harus baik dan
benar, Perbedaan cara koordinasi dan instruksi ke atasan mau pun bawahan.
Sering sekali terjadi kesalahan dan tidak mampu menempatkan posisi dan jabatan
sehingga terjadi kesalahan dalam mengkomunikasikan.
g.
Membuat bimbingan konseling
Bimbingan konseling ini bisa dirasakan cukup dalam mengatasi stres.
Konseling yang dilakukan kepada psikolog yang lebih kompeten dalam masalah
kejiwaan seseorang. Psikologis seseorang terganggu sekali ketika stres itu
menimpa. Rasa yang tidak tahan dan ingin keluar dari tekanan-tekanan yang
dirasakan tentunya akan menambah rasa stres yang dihadapinya. Konseling dengan
psikolog sedikitnya mungkin bisa membantu keluar dari tekanan stres.
1)
Manfaat Manajemen stress
a.
Mengatur diri
Tujuan utama dari manajemen stres adalah belajar mengatur diri
menjadi lebih baik dari persoalan yang dihadapi.
b.
Berpikir rasional
Terkadang stres yang timbul itu berawal dari perasaan, dan ketika
perasaan memegang peranan penting yang terjadi adalah membutakan logika. Nah, dengan
manajemen stres mengajak kita untuk berpikir rasional berdasarkan fakta yang
ada bukan perasaan semata.
c.
Menenangkan diri
Setiap kali terjadi masalah kita seringkali merasa tertekan, tidak
nyaman, pusing, dan sebagainya. Karena itu, dengan mengelola stres bisa
menenangkan diri sendiri. Ketika sudah bisa tenang maka emosi pun bisa
dikendalikan
d.
Membantu mencari jalan keluar
Manajemen stres bukan solusi, hanya membantu mencari solusi atau
jalan keluar. Sebab bagi mereka yang bisa mengatur dirinya sendiri, bisa
berpikir rasional dan menenangkan dirinya maka ia lebih mudah untuk mendapatkan
jalan keluar yang tepat. Jadi, sekali lagi fungsi manajemen stres bukan mencari
jalan keluar tetapi hanya' memudahkan.
e.
Meningkatkan produktivitas
Orang yang manajemen stres nya bagus biasanya ketika di timpah
masalah, produktivitasnya akan naik. Ini terkait dengan pola pikirnya yang
menjadi masalah.[6]
f.
Pematangan diri
Semakin sering kita menghadapi dan bisa mengatasi masalah yang
terjadi, semakin matang pula kualitas diri. Sebab masalah yang dihadapi tak
lain sebagai ajang melatih diri untuk lebih dewasa dalam berpikir dan
bertindak. Karena itu mengelola stres dengan baik adalah wadah pematangan diri.
B.
Manajemen Konflik
1.
Pengertian Konflik Manajemen
Istilah manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare yang
berarti melatih kuda-kuda atau secara harfiah to handle yang berarti
mengendalikan. sedangkan dalam kamus Inggris Indonesia management berarti
pengelolaan dan istilah manager berarti tindakan membimbing atau memimpin,
sedangkan dalam bahasa Cina, manajemen adalah kuan lee yang berasal dari dua
kata yaitu kuan khung. (mengawasi orang kerja) dan lee chai (manajemen konfliks
uang). Sehingga manajemen dapat didefinisikan sebagai mengawasi mengatur orang
bekerja dan menmanajemen konfliksi administrasi dengan baik. Menurut kamus
besar bahasa Indonesia (1997) manajemen adalah proses penggunaan sumber daya
secara efektif dan efisien untuk mencaSpiritual tujuan. Manajemen merupakan
proses penting yang menggerakkan organisasi karena tanpa manajemen yang efektif
tidak akan ada usaha yang berhasil cukup lama Berdasarkan beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sebuah tindakan yang berhubungan dengan
usaha tertentu dan penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai
Spiritual tujuan.
2.
Penyebab konflik manajemen
Stevenin, ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik
antarpribadi dalam organisasi misalnya adanya:
b.
Pemecahan masalah secara sederhana Fokusnya pada penyelesaian
masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
c.
Penyesuaian/komprom. Kedua pihak memberikan saling memberi dan
menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya. Waspadai
lah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer Kadang-kadang
kedua pihak tetap tidak puas.
d.
Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang
diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan
dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan
adanya perpecahan dalam kelompok.
e.
Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap
bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan
orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam
cara untuk memenangkan pertarungan.
f.
Pertarungan penerbangan. Ini adalah konflik "penembak
misterius". Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari
jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak,
emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
g.
Keras kepala. Ini adalah mentalitas "dengan cara ku atau tidak
sama sekali". Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik
ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis.
Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
h.
Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit
diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik
hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak
bisa diselesaikan.
3.
Dampak konflik Manajemen
Konflik memiliki dampak sebagai
berikut
a.
Dampak Positif
Menurut Wijono, bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik
karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul
melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia
potensial dengan berbagai akibat seperti:[7]
1.)
Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu
bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang
jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap
karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas
maupun kualitasnya.
2.)
Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat
dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan
masing-masing.
3.)
Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat
antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam
upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas,
kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4.)
Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat
membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena
karyawan memperoleh perasaan perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam
keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya
secara optimal.
5.)
Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariemya sesuai dengan
potensinya melalui pelayanan pendidikan (education). pelatihan (training) dan
konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua
ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja
meningkat akhimya kesejahteraan karyawan terjamin.
b.
Dampak Negative
1)
Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir
pada waktu jam jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil
mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur
selama pimpinan tidak ada di tempat pulang lebih awal atau datang terlambat
dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2)
Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman
kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan,
ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan
keluarganya.
3)
Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam
pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh
teman-teman atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang
berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun
yang lainnya.
4)
Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila
memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya
produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan
provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang
lain.
5)
Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini
disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan
kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan
karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan
latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.
4.
Cara mengatasi konflik manajemen
Metode penyelesaian konflik yang
disampaikan Stoner adalah:[8]
a.
dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan,
perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suarater banyak.
b.
kompromi
c.
pemecahan masalah secara menyeluruh. Konflik yang sudah terjadi
juga bisa diselesaikan lewat perundingan Cara ini dilakukan dengan melakukan
dialog terus menerus antarkelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum
yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan kepentingan bersama
dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan
untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
1)
pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu
pengertian
2)
keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka
apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang
emosional
3)
belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang
lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain
4)
mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu
dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama
5)
Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari
alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
6)
Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan
alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik mempelajari dan memberikan tanggapan.[9]
Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari
secara mendalam dapat diperoleh suatu kesepakatan untuk menetapkan
penyelesaian. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga
pihak ketiga yang objektif dan berpengalaman dapat diikut sertakan untuk
menyelesaikan masalah. Mengikat diri menyelesaikan di dalam kelompok, setelah
dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat
memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri itu
penyelesaian. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah
penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari
pihak-pihak yang terlibat konflik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kebutuhan utama
pekerja pada era teknologi canggih ini adalah adanya hubungan sosial yang baik
dengan pekerja lainnya dan dengan penyelia/amsan serta penghargaan terhadap
prestasi kerjanya. Sehingga dengan
demikian, agar kepuasan kerja dapat tercapai maka perusahaan hendaknya
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Pada sisi lain, adanya hubungan
sosial yang baik ini dapat dipersepsi pekerja sebagai dukungan sosial yang
dapat menurunkan ketegangan yang dihayatinya. Usaha menurunnya stres dan
dampaknya dari lingkungan pekerjaan dapat dilakukan melalui perancangan kembali
pekerjaan dan memilih pekerja sesuai dengan pekerjaan yang akan
dilaksanakannya. Tujuannya adalah agar pekerjaan tidak dipersepsi sebagai suatu
tekanan atau sumber ketegangan oleh pekerja. Dalam usaha mengurangi kadar stres
dan dampaknya tersebut penyelia atau atasan dapat berperan sebagai konselor
yang berusaha membantu pekerja mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
Stres muncul
jika terdapat kesenjangan antara persepsi individu mengenai kebutuhan
kebutuhannya dan persepsi individu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dari
lingkungannya, serta adanya kesenjangan antara persepsi individu mengenai
tuntutan lingkungan. Kepuasan kerja, yang berarti terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan pekerja menunjukkan kesesuaian antara persepsi individu
mengenai kebutuhannya dan persepsi mengenai pemenuhan kebutuhan tersebut dari
lingkungan. Tampak jelas bahwa stres bahwa kepuasan kerja sendiri berarti tidak
adanya stres individu. Sedangkan Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun.
Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola
konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat
tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik Terdapat
banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu
mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang
sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola
pengelolaan konflik yang baik maka akan diperoleh pengalaman dalam menangani
berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.
B.
Saran
Saran dari penulisan makalah ini semoga
makalah ini berguna bagi pembaca terkhusus untuk penulis sendiri. Untuk itu
kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah di
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, Helina, and Lydia Salvina
Helling. “Pernanan Manajemen Stress Dan Konflik Karyawan Dalam Mengatasi
Pergantian Manajemen Perusahaan.” Jurnal Mitra Manajemen 5, no. 4
(2021): 223–30.
Mangkunegara, Anwar
Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja
Rosidakarya, 2002.
Rialmi, Zackharia. Manajemen
Konflik & Strss. Bandung: Widina Bhakti Persada, 2021.
Suryani, Ni Kadek.
“Konflik Dan Stress Kerja Dalam Organisasi.” Jurnal Widya Manajemen 1,
no. 1 (2018): 99–113.
Sutapa, Mada.
“Stress Dan Konflik Dalam Organisasi.” Jurnal Manajemen Pendidikan 1,
no. 01 (2007): 71–77.
[1] Zackharia Rialmi, Manajemen
Konflik & Strss (Bandung: Widina Bhakti Persada, 2021), h. 67–68.
[2] Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Bandung: PT. Remaja
Rosidakarya, 2002), h. 91–92.
[3] Ni Kadek Suryani, “Konflik Dan Stres …,” Jurnal Widya Manajemen, Vol 1, no. 1
(2018): 99–113.
[4] Ibid., h.
115.
[5] Helina Apriyani and Lydia Salvina Helling, “Pernanan
Manajemen Stress Dan Konflik Karyawan Dalam Mengatasi Pergantian Manajemen
Perusahaan,” Jurnal Mitra Manajemen
5, no. 4 (2021): 223–30.
[6] Ibid., h.
225-226.
[7] Mada Sutapa, “Stress Dan Konflik Dalam Organisasi,”
Jurnal Manajemen Pendidikan 1, no. 01
(2007): 71–77.
[8] Ibid., h.
81-83 .
[9] Rialmi, Manajemen
Konflik & Strss, Op.Cit., h.
101.
0 Response to "Makalah Pengantar Bisnis Dan Manajemen || MANAJEMEN KONFLIK DAN MANAJEMEN STRESS"
Posting Komentar