Makalah Islam dan lingkungan hidup || TEOLOGI LINGKUNGAN DALAM EKONOMI ISLAM

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

                        Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " TEOLOGI LINGKUNGAN DALAM ISLAM " dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Islam dan Lingkungan Hidup. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan keterbatasan  pengentahuan maupun pengalaman maka kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh

 

 

 

Bandar Lampung, 08 Maret 2022

 

 

Kelompok 4

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. ii

BAB I. 1

PENDAHULUAN.. 1

BAB II. 2

PEMBAHASAN.. 2

A. Pengertian Teologi Lingkungan. 2

B. Teologi Hubungan Manusia-Alam.. 2

1. Makna Teologi 2

2. Manusia dan Alam.. 3

3. Manusia sebagai Khalifah Allah. 4

C. Konsep Lingkungan. 5

1. Makna Lingkungan. 5

2. Asas Etika Lingkungan. 6

1.      Asas Konservasi Alam.. 7

2.      Pandangan Islam tentang Lingkungan. 7

BAB III. 1

PENUTUP. 1

DAFTAR PUSTAKA.. 2

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

Krisis lingkungan yang terjadi saat ini telah sampai pada tahap serius yang mengancam eksistensi planet bumi dan kehidupan para penghuninya. Perlahan tetapi pasti sistem lingkungan yang menopang kehidupan manusia mengalami kerusakan yang semakin parah. Indikator kerusakan lingkungan yang nampak terutama yang diakibatkan oleh degradasi lahan seperti banjir, erosi dan sedimentasi sungai dan danau, tanah longsor, kelangkaan air (kuantitas dan kualitas) yang berakibat terjadinya kasus kelaparan di beberapa wilayah negara. Polusi air dan udara, pemanasan global, kerusakan biodiversitas, kepunahan spesies tumbuhan dan hewan serta ledakan hama dan penyakit merupakan gejala lain yang tak kalah seriusnya.

 Oleh karena itu mengenal, memahami dan memelihara alam merupakan bagian dari keimanan seseorang kepada Yang Maha Menciptakan alam. Dengan kata lain, perilaku manusia terhadap alam lingkungannya merupakan cerminan dari akhlak dan keimanan seseorang. Dalam Islam, memelihara lingkungan merupakan kewajiban yang setara dengan kewajiban ibadah-ibadah sosial yang lain, bahkan setara dengan kewajiban mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa dibulan ramadhan dan berhaji. Sebaliknya, perbuatan merusak lingkungan atau perbuatan yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan setara dengan perbuatan dosa besar seperti pengingkaran terhadap Maha Kasih dan Pemelihara (al-rabb) Tuhan, atau pembunuhan dan perampokan.

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teologi Lingkungan 

            Teologi dimaknai sebagai nilai atau ajaran agama Islam yang berkaitandengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Sedangkan Lingkungan adalah sebagai suatu keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas benda-benda makhluku hidup dan benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau bagian dari bumi secara alami dan saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Pengertian teologi dalam konteks pembahasan ini adalah cara menghandirkan dalam kegiatan manusia. Dalam bahasa lain, teologi dapat dimaknai sebagai konsep berpikir dan bertindak yang dihubungkan dengan Allah yang menciptakan sekaligus mengatur manusia dan alam. Jadi, terdapat tiga pusat perhatian bahasan dalam teologi lingkungan ini yakni Tuhan, manusia, dan alam, yang ketiganya mempunyai kesatuanhubungan fungsi dan kedudukan. Jadi, teologi lingkungan adalah konsep berpikir dan bertindak tentang lingkungan hidup yang mengintegrasikan aspek fisik alam termasuk hewan dan tumbuhan, manusia dan Tuhan

B. Teologi Hubungan Manusia-Alam

1. Makna Teologi

Istilah “teologi” lebih sering dimaknai sebagai suatu cabang atau bagian dari ilmu agama yang membahas tentang ketuhanan.Di kalangan umat Islam, istilah teologi ini juga masih belum sepenuhnya dipahami dan diterima. Oleh karena itu agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran, maka terlebih dahulu istilah “teologi” ini akan diberi pengertian sesuai dengan konteks pembahasan tentang hubungan antara manusia-alam dan Tuhan. Dalam konteks pembahasan ini, teologi dimaknai sebagai nilai atau ajaran agama (Islam) yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Oleh karena itu makna bebas teologi dalam konteks ini adalah cara “menghadirkan” Tuhan dalam setiap aspek kegiatan manusia, termasuk dalam kegiatan pemanfaatn sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan. Dalam aspek praktis, teologi bisa dimaknai sebagai pedoman normatif bagi manusia dalam berperilaku dan berhubungan dengan alam dan lingkungannya. Pengelolaan lingkungan adalah salah satu kegiatan sekaligus tugas manusia. Dengan demikian teologi dapat dimaknai sebagai suatu konsep berpikir dan bertindak manusia yang berkaitan atau berhubungan dengan lingkungan hidupnya, dengan mengintegrasikan aspek fisik (alam) termasuk manusia dan yang non fisik dan non empirik yakni Tuhan.

2. Manusia dan Alam

Alam semesta termasuk bumi seisinya adalah ciptaan Tuhan dan diciptakan dalam keseimbangan, proporsional dan terukur atau mempunyai ukuran-ukuran, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Bumi yang merupakan planet di mana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya terdiri atas berbagai unsur dan elemen dengan keragaman yang sangat besar dalam bentuk, proses dan fungsinya. Berbagai unsur dan elemen yang membentuk alam tersebut diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi, sekaligus merupakan bukti ke Mahakuasaan dan Kemahabesaran Sang Pencipta dan Pemelihara alam. Menurut pandangan Islam, alam mempunyai eksistensi riil, objektif serta bekerja sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku tetap (qadar) bagi alam, yang dalam bahasa agama sering pula disebut sebagai hukum Allah (sunnatullah).

 Manusia merupakan bagian tak terpisahkan dari alam.Sebagai bagian dari alam, keberadaan manusia di alam adalah saling membutuhkan, saling mengisi dan melengkapi satu dengan lainnya dengan peran yang berbeda-beda. Manusia mempunyai peran dan posisi khusus diantara komponen alam dan makhluq ciptaan Tuhan yang lain yakni sebagai khalifah, wakil Tuhan dan pemimpin di bumi ( QS: Al-An’am: 165). Hubungan antara manusia dengan alam lingkungan hidupnya ini ditegaskan dalam beberapa ayat Al Qur’an yang lain dan Hadist Nabi, yang intinya adalah sebagai berikut :

·         Hubungan keimanan dan peribadatan. Alam semesta berfungsi sebagai sarana bagi manusia untuk mengenal kebesaran dan kekuasaan Tuhan (beriman kepada Tuhan) melalui alam semesta, karena alam semesta adalah tanda atau ayat-ayat Allah. Manusia dilarang memperhamba alam dan dilarang menyembah kecuali hanya kepada Allah yang Menciptakan alam.

·         Hubungan pemanfaatan yang berkelanjutan. Alam dengan segala sumberdayanya diciptakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam memanfaatkan sumberdaya alam guna menunjang kehidupannya ini harus dilakukan secara wajar (tidak boleh berlebihan atau boros).Demikian pula tidak diperkenankan pemanfaatan sumberdaya alam yang hanya untuk memenuhi kebutuhan bagi generasi saat ini sementara hak-hak pemanfaatan bagi generasi mendatang terabaikan. Manusia dilarang pula melakukan penyalahgunaan pemanfaatan dan atau perubahan alam dan sumberdaya alam untuk kepentingan tertentu sehingga hak pemanfaatannya bagi semua kehidupan menjadi berkurang atau hilang.

·         Hubungan pemeliharaan untuk semua makhluk. Manusim mempunyai kewajiban untuk memelihara alam untuk keberlanjutan kehidupan, tidak hanya bagi manusia saja akan tetapi bagi semua makhluk hidup yang lainnya Tindakan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan dan mengabaikan asas pemeliharaan dan konservasi sehingga mengakibatkan terjadinya degradas dan kerusakan lingkungan, merupakan perbuatan yand dilarang (haram) dan akan mendapatkan hukuman.

3. Manusia sebagai Khalifah Allah

Dalam pandangan Islam, manusia di samping sebagai salah satu makhluk Tuhan, ia sekaligus sebagai wakil (khalifah) Tuhan dimuka bumi (Q.s. Al-An’am: 165). Sebagai mahkluk Tuhan, manusia mempunyai tugas untuk mengabdi, menghamba (beribadah) kepada Penciptanya (al-Khaliq). Dalam penghambaan ini manusia tidak diperkenankan (haram) untuk mengabdi kepada selain Allah. Pengabdian atau penghambaan kepada selain Allah merupakan perbuatan syirk dan dosa besar. Dalam pengabdian ini terkandung konsep tauhid (peng-Esa-an) terhadap Tuhan. Dengan demikian, tauhid merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama dan utama dalam hubungan antara manusia, alam dan Tuhan.

Sebagai wakil Allah, maka manusia harus bisa merepresentasikan peran Allah terhadap alam semesta termasuk bumi seisinya antara lain memelihara (al-rab) dan menebarkanbrahmat di alam semesta (rahmatan lil ’alamin). Oleh karena itu kewajiban manusia terhadap alam dalam rangka pengabdiannya kepada Allah SWT adalah melakukan pemeliharaan terhadap alam (termasuk pemeliharaan kehidupan diri atau hifdzun nafs) untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di alam. Untuk mempertahankan dan memenuhi hajat hidupnya, manusia diperkenankan oleh Tuhan untuk memanfaatkan segala sumberdaya alam secara wajar, sesuai dengan kebutuhan, dan bertanggung jawab.

Perbuatan ini sama halnya dengan merampas atau merampok hak-hak orang lain, yang berarti juga pelanggaran terhadap hukum atau ketetapan Tuhan. Di samping itu, perbuatan demikian juga merupakan pelanggaran atau pengabaian amanah Tuhan, sehingga merupakan perbuatan dosa besar. Dalam aras praktis untuk menjaga kemanfaatan dan kelestarian alam (fungsi manfaat dan reproduksi) misalnya, Rasulullah Muhammad SAW melarang memetik buah sebelum matang (ripe) dan siap dikonsumsi, dilarang memetik kembang sebelum mekar dan menyembelih hewan ternak yang masih kecil dan belum berumur. Nabi juga mengajarkan agar manusia selalu bersahabat sekalipun terhadap makhluk yang tak beryawa.Terhadap makhluk tak bernyawa atau benda-benda alam kita manusia diminta untuk bersahabat, tidak mengganggu atau merusaknya. Apatah lagi terhadap makhluk yang hidup dan bernyawa. Oleh karena itu, istilah “penaklukan” atau “penguasaan” alam seperti yang dipelopori oleh pandangan Barat yang sekuler dan materialistik tidak dikenal dalam Islam. Islam menegaskan bahwa yang berhak untuk menguasai dan mengatur alam adalah Yang Maha menciptakan dan Maha Mengatur yakni al-Rab a- alamiin.

C. Konsep Lingkungan

1.  Makna Lingkungan

Lingkungan alamiah (natural environment) yang sering dipendekkan menjadi “lingkungan” dan yang dalam istilah bahasa kita sering disebut “lingkungan hidup”, diberi ta’rif (pengertian) sebagai suatu keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas benda-benda ( makhluk) hidup dan benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau bagian dari bumi secara alami dan saling berhubungan antara satu dengan lainnya.

Dengan demikian terdapat dua macam lingkungan yakni lingkungan alamiah (natural environment) dan lingkungan buatan (built environment), yang antara keduanya berbeda sifat dan kondisinya. Lingkungan buatan merupakan areal atau komponen alam yang telah dipengaruhi atau direkayasa oleh manusia. Suatu wilayah geografis tertentu misalnya hutan

konservasi, pada umumnya masih dipandang sebagai lingkungan alamiah, walaupun camtan tangan manusia telah ada dalam wilayah tersebut, akan tetapi masih sangat terbatas. Sedangkan areal cagar alam misalnya, merupakan areal yang sama sekali belum ada campur tangan manusia didalamnya.

2. Asas Etika Lingkungan

Asas keseimbangan, kesatuan ekosistem serta keterbatasan alam (daya dukung dan faktor pembatas) hingga saat ini masih digunakan oleh para ilmuan dan praktisi lingkungan untuk menyusun kebijakan dalam pengelolaan lingkungan. Asas tersebut juga telah digunakan sebagai landasan moral (etika) perlindungan alam dan lingkungan bagi aktifitas manusia dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam. Berikut ini akan dikemukakan secara singkat beberapa asas etika lingkungan yang dimaksud.

l  Asas pertama. Lingkungan alam (planet bumi dan seisinya) merupakan lingkungan yang bersifat holistik dan saling mempengaruhi. Artinya segala sesuatu yang berada dibumi ini saling mempengaruhi secara langsung maupun tidak.Tidak ada satupun komponen alam yang bergerak secara terpisah tanpa dipengaruhi atau mempengaruhi komponen lainnya.

l  Asas kedua. Segala sumber kehidupan dibumi (termasuk keanekaragaman hayati) merupakan kekayaan alam yang anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya. Keanekaragaman hayati ini harus dipelihara karena merupakan sumber kehidupan dan keberlanjutan eksistensi semua makhluk hidup termasuk manusia. Menjaga keberlanjutan kehidupan dan keaneka ragaman hayati pada hakekatnya merupakan upaya untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan di muka bumi termasuk kehidupan manusia, sekaligus merupakan tugas atau kewajiban manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling unggul dalam ciptaan maupun kemampuan nalarnya.

l  Asas ketiga. Dialam ini (bumi) terjadi perputaran (siklus) dan penyebaran sumberdaya alam secara terus menerus melalui suatu mata rantai ekosistem (rantai makanan), sehingga saling terpengaruh antara satu komponen dengan komponen lainnya. Limbah suatu komponen ekosistim (spesies) bisa menjadi masukan atau sumber makanan bagi komponen ekosistem (spesies) lainnya.

1.      Asas Konservasi Alam

1.1. Asas Pemanfaatan Sumberdaya Alam

1.      Islam mempunyai pandangan bahwa segala makhluk ciptaan Tuhan dialam ini baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui oleh manusia mempunyai dua fungsi utama yakni:

·         Fungsi keimanan (tauhid) yang bermakna bahwa segala sesuatu di alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan dan merupakan bukti keberadaan (eksistensi), Kearifan, ke Kuasaan dan KeMaha Rahman dan Rahim Tuhan.

·         Alam semesta ini mempunyai fungsi sosial, yakni alam ini diciptakan sebagai tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya untuk melangsungkan kehidupannya dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (fungsi pelayanan).

2.      Pandangan Islam tentang Lingkungan

Islam adalah sebuah jalan hidup yang merupakan konsekuensi dari pernyataan atau persaksian (syahadah) tentang keesaan Tuhan (tauhid). Syari’ah adalah sebuah sistem pusatnilai untuk mewujudkan nilai yang melekat dalam konsep (nilai normatif) atau ajaran Islam yakni tauhid, khilafah, amanah halal dan haram. Berikut ini akan di urai makna keempat pilar dan dua rambu tersebut serta saling keterkaitannya satu dengan lainnya dalam konteks lingkungan (environment).

 1. Tauhid (Peng Esaan Tuhan).

Tuhan adalah “Dzat” atau “dimensi” yang non-empirik dan yang menciptakan sehingga memungkinkan adanya dimensi lain termasuk alam semesta yang visual dan empirik ini.Dia memberikan arti dan kehidupan pada setiap sesuatu.Dia serba meliputi (al Muhith) dan tak terhingga. Sedangkan segala sesuatu selain Dia (makhluq ciptaanNya) adalah Serba diliputi dan terhingga. Alam semesta adalah makhluq ciptaan Tuhan. Karena itu alam semesta ada dan bekerja sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Penciptanya. Dengan demikian didalam setiap kejadian di alam ini berlaku hukum sebab-akibat yang “alamiah”.

            Walaupun demikian tidak berarti bahwa setelah mencipta, Tuhan kemudian lantas “istirahat atau tidur” dan tidak berhubungan dengan perilaku alam. Demikian pula tidak berarti bahwa terdapat “persaingan” antara Tuhan dengan makhluqnya dan masing-masing merupakan eksistensi yang berdiri sendiri dan terpisah. Tidak pula berarti bahwa Tuhan “bekerja” sendiri disamping manusia dan alam. Tuhan itu ada (eksis) bersama setiap sesuatu. Karena setiap sesuatu itu secara langsung berhubungan dengan Tuhan, maka setiap sesuatu (termasuk manusia) itu melalui dan di dalam hubungannya dengan lainnya, berhubungan pula dengan dan dikontrol oleh Tuhan. Tanpa “aktifitas” Tuhan, manusia dan alam semesta menjadi tersesat, liar dan sia-sia.Tuhan adalah “makna” dari realitas, sebuah makna yang dimanifestasikan, dijelaskan serta dibawakan oleh alam semesta (termasuk manusia). Dengan kata lain alam semesta termasuk dunia seisinya ini adalah sebuah realitas empirik yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi berhubungan dengan realitas yang lain yang non-empirik dan transenden.

2. Khilafah (Perwalian)

            Khalifah adalah juga amanah yang telah diberikan oleh Tuhan yang menciptakan manusia kepada manusia karena dipandang mampu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dimuka bumi. Oleh karena itulah maka pemahaman makna khilafah dan peran manusia sebagai khalifah di alam khususnya di muka bumi ini menjadi sangat penting karena akan menentukan keberhasilan atau kegagalan manusia dalam mengemban amanah yang telah diberikan Tuhan sekaligus yang telah disanggupinya. Tindakantindakan manusia yang berakibat terjadinya kerusakan di muka bumi sebagaimana di muka telah ditegaskan, merupakan pelanggaran atau penginkaran terhadap amanah yang berarti juga merupakan perbuatan dosa besar.

3. Amanah

Bumi sebagai bagian dari alam semesta juga merupakan amanah dari Allah swt Sang Pencipta. Untuk menjaga keberlangsungan dan memenuhi hajat hidupnya, manusia mempunyai hak untuk memanfaatkan apa-apa yang ada di muka bumi (sumberdaya alam) bumi. Akan tetapi manusia baik secara individu maupun kelompok tidak mempunyai hak mutlak untuk menguasai sumberdaya alam yang bersangkutan. Hak penguasaannya tetap ada pada Tuhan Pencipta. Manusia wajib menjaga kepercayaan atau amanah yang telah diberikan oleh Allah tersebut.

            Dalam konteks ini maka alam terutama bumi tempat tinggal manusia merupakan arena atau ajang uji bagi manusia. Agar manusia bisa berhasil baik dalam ujiannya, maka ia harus bisa membaca “tanda-tanda” atau “ayat-ayat” alam yang ditunjukkan oleh sang Maha Pengatur Alam. Salah satu syarat agar manusia mampu membaca ayat-ayat Tuhan, manusia harus mempunyai pengetahuan dan ilmu. Oleh karena itulah maka pada abad awal perkembangan Islam, ilmu yang berlandaskan atas tauhid (fisika, kimia, biologi, pengobatan dan kedokteran) berkembang dengan pesat. Ilmu dikembangkan bukan semata-mata untuk memuaskan keingin tahuan manusia atau untuk memahami fenomena alam, atau ilmu untuk ilmu, akan tetapi ada tujuan yang lebih tinggi yakni untuk memahami Allah (ma’rifatullah) melalui “ayat-ayat” nya.

3. Halal dan Haram

Keberlanjutan peran dan fungsi alam serta harmoni kehidupan di alam ini (khususnya bumi sebagai planet yang dihuni manusia) oleh islam dijaga oleh dua instrumen yang berperan sebagai rambu bagi manusia, yakni halal dan haram. Halal bermakna segala sesuatu yang baik, berakibat baik, menguntungkan, dan menenteramkan hati. Segala sesuatu yang menguntungkan atau berakibat baik bagi seseorang, masyarakat dan lingkungan alamnya serta lingkungan sosialnya adalah halal. Sebaliknya segala sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan lingkungan alam dan sosialnya adalah haram. Segala yang membahayakan dan merusak fisik (tubuh) dan jiwa (rohani) manusia, serta alam lingkungannya adalah haram.Konsep halal dan haram ini sebenarnya tidak hanya diberlakukan bagi manusia, akan tetapi juga berlaku bagi alam. Pelanggaran terhadap rambu-rambu ini akan mengakibatkan terjadi ketidak seimbangan atau disharmoni baik dalam kehidupan manusia maupun gangguan keseimbangan ekologis di alam.

4. Keseimbangan (i’tidal)

4.             Alam diciptakan Allah dalam keberagaman kualitatif maupun kuantitatif seperti ukuran, jumlah, struktur, peran,umur, jenis kelamin, masa edar dan radius edarnya.Walaupun demikian, alam dan ekosistem ciptaan Tuhan yang sangat beragam ini berada dalam keseimbangan, baik keseimbangan antar individu maupun antar kelompok.. Keseimbangan ini merupakan hukum Tuhan yang juga berlaku atas alam termasuk manusia. Keseimbangan ini bisa mengalami gangguan (dis-harmoni) jika salah satu atau banyak anggota kelompok atau suatu kelompok mengalami gangguan baik secara alamiah (karena sebab-sebab yang alamiah) maupun akibat campur tangan manusia. Jika terjadi gangguan terhadap keseimbangan alam, maka alam akan bereaksi atau merespon dengan membentuk keseimbangan baru yang bisa terjadi dalam waktu singkat, atau bisa pula dalam waktu yang cukup lama tergantung pada intensitas gangguan serta sifat kelentingan masing-masing sistem alam yang bersangkutan.Keseimbangan baru yang terbentuk ini sudah barang tentu bisa berbeda secara kuantitatif maupun kualitatif dengan keseimbangan sebelumnya.

6. Kemashlahatan (istishlah)

      Al istishlah atau kemashlahatan umum merupakan salah satu pilar utama dalam syariah Islam termasuk dalam pengelolaan lingkungan. Bahkan secara tegas dan eksplisit Tuhan melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang bersifat merusak lingkungan termasuk merusak kehidupan manusia itu sendiri, setelah Tuhan melakukan perbaikan (ishlah). Istishlah ini bahkan tidak hanya sepanjang umur dunia akan tetapi sampai ke kehidupan akherat. Tujuan tertinggi dari perlindungan alam dan ekosistem ini adalah kemaslahatan dan kesejahteraan (istishlah) universal (bagi seluruh makhluk) baik dalam kehidupan masa kini (di dunia) maupun kehidupan dimasa depan (di akhirat). Istishlah juga bisa bermakna pemeliharaan terhadap alam termasuk kepada kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan di bumi. Hewan dan tumbuhan diciptakan Tuhan memang diperuntukkan bagi manusia untuk menunjang kehidupannya, dan bukan untuk dirusak. Dengan kata lain pemanfaatan alam termasuk hewan dan manusia adalah pemanfaatan yang berkelanjutan. Alam telah diciptakan oleh Tuhan dalam disain yang sempurna dan setimbang, maka gangguan ciptaan dan keseimbangan ini berarti juga merupakan perbuatan Perusakan terhadap alam, yang berarti juga merusak kehidupan di alam termasuk kehidupan manusia, dan perbuatan demikian merupakan perbuatan dosa besar, setara dengan pembunuhan.


BAB III

PENUTUP

Hubungan manusia-alam dalam Islam mirip pola hubungan pertama yang memosisikan manusia sederajat dengan alam bahwa manusia dan alam adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT yang menjadi ayat (tanda) bagi eksistensi-Nya. Namun kemiripan itu tetap tidak sampai menjadikan manusia sebagai bagian (subordinasi) dari alam sehingga manusia perlu menjadikan alam sebagai pengendali hidupnya (sebagai dewa-dewa), karena manusia dan alam hanya sekedar makhluk yang tunduk patuh dan memuja Allah SWT. Ini adalah titik utama yang membedakan pandangan Islam dengan keyakinan yang ada dalam kebudayaan animisme-panteisme yang dianut beberapa kepercayaan kuno. Di sisi lain pola hubungan manusia-alam juga mirip dengan pola kedua dimana manusia menjadi penguasa atas alam; bahwa al Quran menempatkan manusia lebih tinggi dari alam dengan bentuknya yang sempurna (ahsan al taqwim), memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk lain sehingga manusia diangkat oleh Allah SWT sebagai penggantiNya di bumi (khalifah Allah fi al ardh), dan hak manusia untuk memanfaatkan alam untuk kebutuhannya karena alam sengaja diciptakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahannya, Penerbit: Departemen Agama RI, 1971.

Abubakr Ahmed Bagader, A. Taufiq, M. As Sayyid dan Mawil Yousuf, 1994. Environmental      Protection in Islam. IUCN

Commission on Environmental Law, Saudi Arabia.

Adnan Harahap, Ishak Manany, Isa Anshari dkk,1997. Islam dan Lingkungan Hidup. Penerbit,    Yayasan Swarna Bhumi, Jakarta.

Ali Yafie, 2006. Merintis Fiqh Lingkungan Hidup. Diterbitkan oleh Yayasan Amanah, Jakarta.

Ibnu Katsir. Tafsir Alqur’an Al ‘Adziem (Terjemahan) Penerbit Sulaiman Mar’i, Singapura.

Ibnu Khaldum, 1967. Muqaddimah. Terjemahan F. Rosenthal,London.

Fazlun M Khalid, 2002. Islam and the Environment. In the Ecyclopedia of Global Environmental             Change, Vol.5: Social and Economic Dimensions of Global Environmental Change. John             Willey and Sons Ltd.

Fazlur Rahman, 1995. Tema-tema Pokok Al Qur’an. Penerbit Pustaka, Salman ITB, Bandung.

Mansoor, M, 1983. Environment and Values: The Islamic Perspective. Dalam Sardar, Z, The Touch of Midas,.op.cit.

 

 

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Islam dan lingkungan hidup || TEOLOGI LINGKUNGAN DALAM EKONOMI ISLAM"

Posting Komentar