Makalah Islam dan lingkungan hidup || TEOLOGI LINGKUNGAN DALAM EKONOMI ISLAM
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur ke hadirat
Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul " TEOLOGI LINGKUNGAN DALAM ISLAM " dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Islam dan Lingkungan
Hidup. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
keterbatasan pengentahuan maupun
pengalaman maka kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
berguna bagi para pembaca.
Wassalamualaikum
Warahmatulahi Wabarakatuh
Bandar Lampung, 08 Maret 2022
Kelompok 4
A. Pengertian Teologi Lingkungan
B. Teologi Hubungan Manusia-Alam
3. Manusia sebagai Khalifah Allah
2. Pandangan
Islam tentang Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN
Krisis
lingkungan yang terjadi saat ini telah sampai pada tahap serius yang mengancam
eksistensi planet bumi dan kehidupan para penghuninya. Perlahan tetapi pasti
sistem lingkungan yang menopang kehidupan manusia mengalami kerusakan yang
semakin parah. Indikator kerusakan lingkungan yang nampak terutama yang
diakibatkan oleh degradasi lahan seperti banjir, erosi dan sedimentasi sungai
dan danau, tanah longsor, kelangkaan air (kuantitas dan kualitas) yang
berakibat terjadinya kasus kelaparan di beberapa wilayah negara. Polusi air dan
udara, pemanasan global, kerusakan biodiversitas, kepunahan spesies tumbuhan
dan hewan serta ledakan hama dan penyakit merupakan gejala lain yang tak kalah
seriusnya.
Oleh karena itu mengenal, memahami dan
memelihara alam merupakan bagian dari keimanan seseorang kepada Yang Maha
Menciptakan alam. Dengan kata lain, perilaku manusia terhadap alam
lingkungannya merupakan cerminan dari akhlak dan keimanan seseorang. Dalam
Islam, memelihara lingkungan merupakan kewajiban yang setara dengan kewajiban
ibadah-ibadah sosial yang lain, bahkan setara dengan kewajiban mendirikan
sholat, membayar zakat, berpuasa dibulan ramadhan dan berhaji. Sebaliknya,
perbuatan merusak lingkungan atau perbuatan yang bisa mengakibatkan kerusakan
lingkungan setara dengan perbuatan dosa besar seperti pengingkaran terhadap
Maha Kasih dan Pemelihara (al-rabb) Tuhan, atau pembunuhan dan perampokan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teologi Lingkungan
B. Teologi Hubungan Manusia-Alam
1. Makna Teologi
Istilah
“teologi” lebih sering dimaknai sebagai suatu cabang atau bagian dari ilmu
agama yang membahas tentang ketuhanan.Di kalangan umat Islam, istilah teologi
ini juga masih belum sepenuhnya dipahami dan diterima. Oleh karena itu agar
tidak menimbulkan kesalahan penafsiran, maka terlebih dahulu istilah “teologi”
ini akan diberi pengertian sesuai dengan konteks pembahasan tentang hubungan
antara manusia-alam dan Tuhan. Dalam konteks pembahasan ini, teologi dimaknai
sebagai nilai atau ajaran agama (Islam) yang berkaitan dengan eksistensi atau
keberadaan Tuhan. Oleh karena itu makna bebas teologi dalam konteks ini adalah
cara “menghadirkan” Tuhan dalam setiap aspek kegiatan manusia, termasuk dalam
kegiatan pemanfaatn sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan. Dalam aspek
praktis, teologi bisa dimaknai sebagai pedoman normatif bagi manusia dalam
berperilaku dan berhubungan dengan alam dan lingkungannya. Pengelolaan
lingkungan adalah salah satu kegiatan sekaligus tugas manusia. Dengan demikian
teologi dapat dimaknai sebagai suatu konsep berpikir dan bertindak manusia yang
berkaitan atau berhubungan dengan lingkungan hidupnya, dengan mengintegrasikan
aspek fisik (alam) termasuk manusia dan yang non fisik dan non empirik yakni
Tuhan.
2. Manusia dan Alam
Alam semesta
termasuk bumi seisinya adalah ciptaan Tuhan dan diciptakan dalam keseimbangan,
proporsional dan terukur atau mempunyai ukuran-ukuran, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Bumi yang merupakan planet di mana manusia tinggal dan
melangsungkan kehidupannya terdiri atas berbagai unsur dan elemen dengan
keragaman yang sangat besar dalam bentuk, proses dan fungsinya. Berbagai unsur
dan elemen yang membentuk alam tersebut diciptakan Allah untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi, sekaligus
merupakan bukti ke Mahakuasaan dan Kemahabesaran Sang Pencipta dan Pemelihara
alam. Menurut pandangan Islam, alam mempunyai eksistensi riil, objektif serta
bekerja sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku tetap (qadar) bagi alam, yang
dalam bahasa agama sering pula disebut sebagai hukum Allah (sunnatullah).
Manusia merupakan bagian tak terpisahkan dari
alam.Sebagai bagian dari alam, keberadaan manusia di alam adalah saling
membutuhkan, saling mengisi dan melengkapi satu dengan lainnya dengan peran
yang berbeda-beda. Manusia mempunyai peran dan posisi khusus diantara komponen
alam dan makhluq ciptaan Tuhan yang lain yakni sebagai khalifah, wakil Tuhan
dan pemimpin di bumi ( QS: Al-An’am: 165). Hubungan antara manusia dengan alam
lingkungan hidupnya ini ditegaskan dalam beberapa ayat Al Qur’an yang lain dan
Hadist Nabi, yang intinya adalah sebagai berikut :
·
Hubungan keimanan dan peribadatan. Alam semesta berfungsi sebagai
sarana bagi manusia untuk mengenal kebesaran dan kekuasaan Tuhan (beriman
kepada Tuhan) melalui alam semesta, karena alam semesta adalah tanda atau ayat-ayat
Allah. Manusia dilarang memperhamba alam dan dilarang menyembah kecuali hanya
kepada Allah yang Menciptakan alam.
·
Hubungan pemanfaatan yang berkelanjutan. Alam dengan segala
sumberdayanya diciptakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam
memanfaatkan sumberdaya alam guna menunjang kehidupannya ini harus dilakukan
secara wajar (tidak boleh berlebihan atau boros).Demikian pula tidak
diperkenankan pemanfaatan sumberdaya alam yang hanya untuk memenuhi kebutuhan
bagi generasi saat ini sementara hak-hak pemanfaatan bagi generasi mendatang
terabaikan. Manusia dilarang pula melakukan penyalahgunaan pemanfaatan dan atau
perubahan alam dan sumberdaya alam untuk kepentingan tertentu sehingga hak
pemanfaatannya bagi semua kehidupan menjadi berkurang atau hilang.
·
Hubungan pemeliharaan untuk semua makhluk. Manusim mempunyai
kewajiban untuk memelihara alam untuk keberlanjutan kehidupan, tidak hanya bagi
manusia saja akan tetapi bagi semua makhluk hidup yang lainnya Tindakan manusia
dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan dan mengabaikan asas
pemeliharaan dan konservasi sehingga mengakibatkan terjadinya degradas dan
kerusakan lingkungan, merupakan perbuatan yand dilarang (haram) dan akan
mendapatkan hukuman.
3. Manusia
sebagai Khalifah Allah
Dalam pandangan Islam, manusia di samping sebagai salah satu
makhluk Tuhan, ia sekaligus sebagai wakil (khalifah) Tuhan dimuka bumi (Q.s.
Al-An’am: 165). Sebagai mahkluk Tuhan, manusia mempunyai tugas untuk mengabdi,
menghamba (beribadah) kepada Penciptanya (al-Khaliq). Dalam penghambaan ini
manusia tidak diperkenankan (haram) untuk mengabdi kepada selain Allah.
Pengabdian atau penghambaan kepada selain Allah merupakan perbuatan syirk dan
dosa besar. Dalam pengabdian ini terkandung konsep tauhid (peng-Esa-an)
terhadap Tuhan. Dengan demikian, tauhid merupakan sumber nilai sekaligus etika
yang pertama dan utama dalam hubungan antara manusia, alam dan Tuhan.
Sebagai wakil
Allah, maka manusia harus bisa merepresentasikan peran Allah terhadap alam semesta
termasuk bumi seisinya antara lain memelihara (al-rab) dan menebarkanbrahmat di
alam semesta (rahmatan lil ’alamin). Oleh karena itu kewajiban manusia terhadap
alam dalam rangka pengabdiannya kepada Allah SWT adalah melakukan pemeliharaan
terhadap alam (termasuk pemeliharaan kehidupan diri atau hifdzun nafs) untuk
menjaga keberlangsungan kehidupan di alam. Untuk mempertahankan dan memenuhi
hajat hidupnya, manusia diperkenankan oleh Tuhan untuk memanfaatkan segala
sumberdaya alam secara wajar, sesuai dengan kebutuhan, dan bertanggung jawab.
Perbuatan ini
sama halnya dengan merampas atau merampok hak-hak orang lain, yang berarti juga
pelanggaran terhadap hukum atau ketetapan Tuhan. Di samping itu, perbuatan
demikian juga merupakan pelanggaran atau pengabaian amanah Tuhan, sehingga
merupakan perbuatan dosa besar. Dalam aras praktis untuk menjaga kemanfaatan
dan kelestarian alam (fungsi manfaat dan reproduksi) misalnya, Rasulullah
Muhammad SAW melarang memetik buah sebelum matang (ripe) dan siap dikonsumsi,
dilarang memetik kembang sebelum mekar dan menyembelih hewan ternak yang masih
kecil dan belum berumur. Nabi juga mengajarkan agar manusia selalu bersahabat
sekalipun terhadap makhluk yang tak beryawa.Terhadap makhluk tak bernyawa atau
benda-benda alam kita manusia diminta untuk bersahabat, tidak mengganggu atau
merusaknya. Apatah lagi terhadap makhluk yang hidup dan bernyawa. Oleh karena
itu, istilah “penaklukan” atau “penguasaan” alam seperti yang dipelopori oleh
pandangan Barat yang sekuler dan materialistik tidak dikenal dalam Islam. Islam
menegaskan bahwa yang berhak untuk menguasai dan mengatur alam adalah Yang Maha
menciptakan dan Maha Mengatur yakni al-Rab a- alamiin.
C. Konsep Lingkungan
1. Makna Lingkungan
Lingkungan
alamiah (natural environment) yang sering dipendekkan menjadi “lingkungan” dan
yang dalam istilah bahasa kita sering disebut “lingkungan hidup”, diberi ta’rif
(pengertian) sebagai suatu keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas
benda-benda ( makhluk) hidup dan benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau
bagian dari bumi secara alami dan saling berhubungan antara satu dengan
lainnya.
Dengan demikian
terdapat dua macam lingkungan yakni lingkungan alamiah (natural environment)
dan lingkungan buatan (built environment), yang antara keduanya berbeda sifat
dan kondisinya. Lingkungan buatan merupakan areal atau komponen alam yang telah
dipengaruhi atau direkayasa oleh manusia. Suatu wilayah geografis tertentu
misalnya hutan
konservasi,
pada umumnya masih dipandang sebagai lingkungan alamiah, walaupun camtan tangan
manusia telah ada dalam wilayah tersebut, akan tetapi masih sangat terbatas.
Sedangkan areal cagar alam misalnya, merupakan areal yang sama sekali belum ada
campur tangan manusia didalamnya.
2. Asas Etika Lingkungan
Asas
keseimbangan, kesatuan ekosistem serta keterbatasan alam (daya dukung dan
faktor pembatas) hingga saat ini masih digunakan oleh para ilmuan dan praktisi
lingkungan untuk menyusun kebijakan dalam pengelolaan lingkungan. Asas tersebut
juga telah digunakan sebagai landasan moral (etika) perlindungan alam dan
lingkungan bagi aktifitas manusia dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya
alam. Berikut ini akan dikemukakan secara singkat beberapa asas etika
lingkungan yang dimaksud.
l Asas pertama. Lingkungan alam (planet bumi dan seisinya) merupakan lingkungan
yang bersifat holistik dan saling mempengaruhi. Artinya segala sesuatu yang
berada dibumi ini saling mempengaruhi secara langsung maupun tidak.Tidak ada
satupun komponen alam yang bergerak secara terpisah tanpa dipengaruhi atau
mempengaruhi komponen lainnya.
l Asas kedua. Segala sumber kehidupan dibumi (termasuk keanekaragaman hayati)
merupakan kekayaan alam yang anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya.
Keanekaragaman hayati ini harus dipelihara karena merupakan sumber kehidupan
dan keberlanjutan eksistensi semua makhluk hidup termasuk manusia. Menjaga
keberlanjutan kehidupan dan keaneka ragaman hayati pada hakekatnya merupakan
upaya untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan di muka bumi termasuk
kehidupan manusia, sekaligus merupakan tugas atau kewajiban manusia sebagai
makhluk Tuhan yang paling unggul dalam ciptaan maupun kemampuan nalarnya.
l Asas ketiga. Dialam ini (bumi) terjadi perputaran (siklus) dan penyebaran
sumberdaya alam secara terus menerus melalui suatu mata rantai ekosistem
(rantai makanan), sehingga saling terpengaruh antara satu komponen dengan
komponen lainnya. Limbah suatu komponen ekosistim (spesies) bisa menjadi
masukan atau sumber makanan bagi komponen ekosistem (spesies) lainnya.
1.1. Asas
Pemanfaatan Sumberdaya Alam
1.
Islam mempunyai pandangan bahwa segala makhluk ciptaan Tuhan dialam ini
baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui oleh manusia mempunyai dua
fungsi utama yakni:
·
Fungsi keimanan (tauhid) yang bermakna bahwa segala sesuatu di alam
semesta ini adalah ciptaan Tuhan dan merupakan bukti keberadaan (eksistensi),
Kearifan, ke Kuasaan dan KeMaha Rahman dan Rahim Tuhan.
·
Alam semesta ini mempunyai fungsi sosial, yakni alam ini diciptakan
sebagai tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya untuk melangsungkan kehidupannya
dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (fungsi pelayanan).
2.
Pandangan Islam tentang Lingkungan
Islam adalah
sebuah jalan hidup yang merupakan konsekuensi dari pernyataan atau persaksian
(syahadah) tentang keesaan Tuhan (tauhid). Syari’ah adalah sebuah sistem
pusatnilai untuk mewujudkan nilai yang melekat dalam konsep (nilai normatif)
atau ajaran Islam yakni tauhid, khilafah, amanah halal dan haram. Berikut ini
akan di urai makna keempat pilar dan dua rambu tersebut serta saling
keterkaitannya satu dengan lainnya dalam konteks lingkungan (environment).
1. Tauhid (Peng Esaan Tuhan).
Tuhan adalah
“Dzat” atau “dimensi” yang non-empirik dan yang menciptakan sehingga
memungkinkan adanya dimensi lain termasuk alam semesta yang visual dan empirik
ini.Dia memberikan arti dan kehidupan pada setiap sesuatu.Dia serba meliputi
(al Muhith) dan tak terhingga. Sedangkan segala sesuatu selain Dia (makhluq
ciptaanNya) adalah Serba diliputi dan terhingga. Alam semesta adalah makhluq
ciptaan Tuhan. Karena itu alam semesta ada dan bekerja sesuai dengan
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Penciptanya. Dengan demikian didalam
setiap kejadian di alam ini berlaku hukum sebab-akibat yang “alamiah”.
Walaupun demikian tidak berarti
bahwa setelah mencipta, Tuhan kemudian lantas “istirahat atau tidur” dan tidak
berhubungan dengan perilaku alam. Demikian pula tidak berarti bahwa terdapat
“persaingan” antara Tuhan dengan makhluqnya dan masing-masing merupakan
eksistensi yang berdiri sendiri dan terpisah. Tidak pula berarti bahwa Tuhan
“bekerja” sendiri disamping manusia dan alam. Tuhan itu ada (eksis) bersama
setiap sesuatu. Karena setiap sesuatu itu secara langsung berhubungan dengan
Tuhan, maka setiap sesuatu (termasuk manusia) itu melalui dan di dalam
hubungannya dengan lainnya, berhubungan pula dengan dan dikontrol oleh Tuhan.
Tanpa “aktifitas” Tuhan, manusia dan alam semesta menjadi tersesat, liar dan
sia-sia.Tuhan adalah “makna” dari realitas, sebuah makna yang dimanifestasikan,
dijelaskan serta dibawakan oleh alam semesta (termasuk manusia). Dengan kata
lain alam semesta termasuk dunia seisinya ini adalah sebuah realitas empirik
yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi berhubungan dengan realitas yang lain
yang non-empirik dan transenden.
2. Khilafah (Perwalian)
Khalifah
adalah juga amanah yang telah diberikan oleh Tuhan yang menciptakan manusia
kepada manusia karena dipandang mampu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan
dimuka bumi. Oleh karena itulah maka pemahaman makna khilafah dan peran manusia
sebagai khalifah di alam khususnya di muka bumi ini menjadi sangat penting
karena akan menentukan keberhasilan atau kegagalan manusia dalam mengemban
amanah yang telah diberikan Tuhan sekaligus yang telah disanggupinya.
Tindakantindakan manusia yang berakibat terjadinya kerusakan di muka bumi
sebagaimana di muka telah ditegaskan, merupakan pelanggaran atau penginkaran
terhadap amanah yang berarti juga merupakan perbuatan dosa besar.
3. Amanah
Bumi sebagai
bagian dari alam semesta juga merupakan amanah dari Allah swt Sang Pencipta.
Untuk menjaga keberlangsungan dan memenuhi hajat hidupnya, manusia mempunyai
hak untuk memanfaatkan apa-apa yang ada di muka bumi (sumberdaya alam) bumi.
Akan tetapi manusia baik secara individu maupun kelompok tidak mempunyai hak
mutlak untuk menguasai sumberdaya alam yang bersangkutan. Hak penguasaannya
tetap ada pada Tuhan Pencipta. Manusia wajib menjaga kepercayaan atau amanah
yang telah diberikan oleh Allah tersebut.
Dalam konteks ini maka alam terutama
bumi tempat tinggal manusia merupakan arena atau ajang uji bagi manusia. Agar
manusia bisa berhasil baik dalam ujiannya, maka ia harus bisa membaca
“tanda-tanda” atau “ayat-ayat” alam yang ditunjukkan oleh sang Maha Pengatur
Alam. Salah satu syarat agar manusia mampu membaca ayat-ayat Tuhan, manusia
harus mempunyai pengetahuan dan ilmu. Oleh karena itulah maka pada abad awal
perkembangan Islam, ilmu yang berlandaskan atas tauhid (fisika, kimia, biologi,
pengobatan dan kedokteran) berkembang dengan pesat. Ilmu dikembangkan bukan
semata-mata untuk memuaskan keingin tahuan manusia atau untuk memahami fenomena
alam, atau ilmu untuk ilmu, akan tetapi ada tujuan yang lebih tinggi yakni
untuk memahami Allah (ma’rifatullah) melalui “ayat-ayat” nya.
3. Halal dan Haram
Keberlanjutan
peran dan fungsi alam serta harmoni kehidupan di alam ini (khususnya bumi
sebagai planet yang dihuni manusia) oleh islam dijaga oleh dua instrumen yang
berperan sebagai rambu bagi manusia, yakni halal dan haram. Halal bermakna
segala sesuatu yang baik, berakibat baik, menguntungkan, dan menenteramkan
hati. Segala sesuatu yang menguntungkan atau berakibat baik bagi seseorang,
masyarakat dan lingkungan alamnya serta lingkungan sosialnya adalah halal.
Sebaliknya segala sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat
dan lingkungan alam dan sosialnya adalah haram. Segala yang membahayakan dan
merusak fisik (tubuh) dan jiwa (rohani) manusia, serta alam lingkungannya
adalah haram.Konsep halal dan haram ini sebenarnya tidak hanya diberlakukan
bagi manusia, akan tetapi juga berlaku bagi alam. Pelanggaran terhadap
rambu-rambu ini akan mengakibatkan terjadi ketidak seimbangan atau disharmoni
baik dalam kehidupan manusia maupun gangguan keseimbangan ekologis di alam.
4. Keseimbangan (i’tidal)
4. Alam
diciptakan Allah dalam keberagaman kualitatif maupun kuantitatif seperti
ukuran, jumlah, struktur, peran,umur, jenis kelamin, masa edar dan radius
edarnya.Walaupun demikian, alam dan ekosistem ciptaan Tuhan yang sangat beragam
ini berada dalam keseimbangan, baik keseimbangan antar individu maupun antar
kelompok.. Keseimbangan ini merupakan hukum Tuhan yang juga berlaku atas alam
termasuk manusia. Keseimbangan ini bisa mengalami gangguan (dis-harmoni) jika
salah satu atau banyak anggota kelompok atau suatu kelompok mengalami gangguan
baik secara alamiah (karena sebab-sebab yang alamiah) maupun akibat campur
tangan manusia. Jika terjadi gangguan terhadap keseimbangan alam, maka alam
akan bereaksi atau merespon dengan membentuk keseimbangan baru yang bisa
terjadi dalam waktu singkat, atau bisa pula dalam waktu yang cukup lama
tergantung pada intensitas gangguan serta sifat kelentingan masing-masing
sistem alam yang bersangkutan.Keseimbangan baru yang terbentuk ini sudah barang
tentu bisa berbeda secara kuantitatif maupun kualitatif dengan keseimbangan
sebelumnya.
6. Kemashlahatan (istishlah)
Al istishlah atau kemashlahatan umum merupakan salah satu pilar utama
dalam syariah Islam termasuk dalam pengelolaan lingkungan. Bahkan secara tegas
dan eksplisit Tuhan melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang bersifat
merusak lingkungan termasuk merusak kehidupan manusia itu sendiri, setelah
Tuhan melakukan perbaikan (ishlah). Istishlah ini bahkan tidak hanya sepanjang
umur dunia akan tetapi sampai ke kehidupan akherat. Tujuan tertinggi dari
perlindungan alam dan ekosistem ini adalah kemaslahatan dan kesejahteraan
(istishlah) universal (bagi seluruh makhluk) baik dalam kehidupan masa kini (di
dunia) maupun kehidupan dimasa depan (di akhirat). Istishlah juga bisa bermakna
pemeliharaan terhadap alam termasuk kepada kehidupan manusia, hewan dan
tumbuhan di bumi. Hewan dan tumbuhan diciptakan Tuhan memang diperuntukkan bagi
manusia untuk menunjang kehidupannya, dan bukan untuk dirusak. Dengan kata lain
pemanfaatan alam termasuk hewan dan manusia adalah pemanfaatan yang
berkelanjutan. Alam telah diciptakan oleh Tuhan dalam disain yang sempurna dan
setimbang, maka gangguan ciptaan dan keseimbangan ini berarti juga merupakan
perbuatan Perusakan terhadap alam, yang berarti juga merusak kehidupan di alam
termasuk kehidupan manusia, dan perbuatan demikian merupakan perbuatan dosa
besar, setara dengan pembunuhan.
BAB III
PENUTUP
Hubungan manusia-alam dalam Islam mirip pola hubungan pertama yang
memosisikan manusia sederajat dengan alam bahwa manusia dan alam adalah
sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT yang menjadi ayat (tanda) bagi
eksistensi-Nya. Namun kemiripan itu tetap tidak sampai menjadikan manusia
sebagai bagian (subordinasi) dari alam sehingga manusia perlu menjadikan alam
sebagai pengendali hidupnya (sebagai dewa-dewa), karena manusia dan alam hanya
sekedar makhluk yang tunduk patuh dan memuja Allah SWT. Ini adalah titik utama
yang membedakan pandangan Islam dengan keyakinan yang ada dalam kebudayaan
animisme-panteisme yang dianut beberapa kepercayaan kuno. Di sisi lain pola
hubungan manusia-alam juga mirip dengan pola kedua dimana manusia menjadi
penguasa atas alam; bahwa al Quran menempatkan manusia lebih tinggi dari alam
dengan bentuknya yang sempurna (ahsan al taqwim), memiliki beberapa keistimewaan
yang tidak dimiliki makhluk lain sehingga manusia diangkat oleh Allah SWT
sebagai penggantiNya di bumi (khalifah Allah fi al ardh), dan hak manusia untuk
memanfaatkan alam untuk kebutuhannya karena alam sengaja diciptakan Allah SWT
untuk kebutuhan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Qur’an dan Terjemahannya, Penerbit: Departemen Agama RI, 1971.
Abubakr
Ahmed Bagader, A. Taufiq, M. As Sayyid dan Mawil Yousuf, 1994. Environmental Protection in Islam. IUCN
Commission
on Environmental Law, Saudi Arabia.
Adnan
Harahap, Ishak Manany, Isa Anshari dkk,1997. Islam dan Lingkungan Hidup.
Penerbit, Yayasan Swarna Bhumi,
Jakarta.
Ali
Yafie, 2006. Merintis Fiqh Lingkungan Hidup. Diterbitkan oleh Yayasan Amanah,
Jakarta.
Ibnu
Katsir. Tafsir Alqur’an Al ‘Adziem (Terjemahan) Penerbit Sulaiman Mar’i,
Singapura.
Ibnu
Khaldum, 1967. Muqaddimah. Terjemahan F. Rosenthal,London.
Fazlun
M Khalid, 2002. Islam and the Environment. In the Ecyclopedia of Global
Environmental Change, Vol.5:
Social and Economic Dimensions of Global Environmental Change. John Willey and Sons Ltd.
Fazlur
Rahman, 1995. Tema-tema Pokok Al Qur’an. Penerbit Pustaka, Salman ITB, Bandung.
Mansoor,
M, 1983. Environment and Values: The Islamic Perspective. Dalam Sardar, Z, The
Touch of Midas,.op.cit.
0 Response to "Makalah Islam dan lingkungan hidup || TEOLOGI LINGKUNGAN DALAM EKONOMI ISLAM"
Posting Komentar