Makalah Akhlak dan Tasawuf || ETIKA MORAL, SUSILA, BAIK DAN BURUK

 Kata Pengantar

 

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dimana atas berkat-Nya dan hidayah-Nya kami selaku penulis dan penyusun makalah ini dapat bekerja dengan baik. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini kami selesaikan atas dasar tugas yang diberikan kepada kami dimana dosen pengampu kami adalah Ibu Dewi Umu Kholifah Selaku dosen Akhlak dan tasawuf.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman di dalam penulisan makalah ini, kami menyadari dalam Makalah ini terdapat banyak kesalahan-kesalahan baik itu dalam hal pengetikan, penyusunan makalah yang kurang sempurna, kami selaku penulis dan penyusun Makalah ini meminta maaf dan kami membutuhkan saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki Makalah yang kurang sempurna ini. Kami selaku penulis dan penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih.

 

Bandar Lampung, 23 februari 2002

 

 

 

Kelompok 2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Dalam menjalankan kehidupan, selalu ada dua sisi yakni baik dan buruk. Manusia keseimbangan, termasuk dalam hal berperilaku. Sejak zaman dulu, manusia memandang segala hal di dunia ini dari segi positif dan negatif agar tercipta nya keseimbangan termasuk dalam hal perilaku Sejak zaman dulu manusia  telah berpikir mengenai sesuatu yang pantas dan tidak pantas, yang bisa diterima dan tidak diterima menurut akal pikiran mereka. Hal tersebutlah kemudian yang menciptakan suatu istilah yang dikenal dengan sebutan etika, yang dalam perkembangannya diikuti dengan moral dan susila.

Manusia berpedoman pada etika dan moral apabila ingin dikatakan beradab Namun hal itu tidaklah cukup, karena etika dan moral masih bersumber pada hasil pemikiran manusia berdasarkan kebiasaan. Sebagai umat Islam, manusia juga perlu memilki pedoman berperilaku yang bersumber dari Al Qur'an dan Hadits Akhlak kemudian juga penting agar manusia bertingkah laku baik sesuai perintah Allah. Lalu apakah etika, moral, susila dan akhlak memiliki keterkaitan? Dan bagaimanakah etika, moral, susila dan akhlak menjelaskan baik dan buruk di kehidupan manusia? Untuk menjawab hal tersebut, makalah ini dibuat agar mamisia lebih memahami perihal baik. dan buruk dilihat dari sudut pandang etika moral dan akhlak.

 

B.     Rumusan Masalah

1.    Apa perbedaan etika moral dan susila?

2.    Bagaimana Hubungan Etika moral, susila dan akhlak?

3.    Apa pengertian dan penentuan baik dan buruk

 

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengatahui perbedaan etika moral dan susila

2.      Untuk mengetahui hubungan etika moral, susila dan akhlak

3.      Untuk mengetahui pengertian dan penentuan baik buruk


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Perbedaan etika moral dan susila

 

1.         Etika

A.    Pengertian etika

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam KBBI etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlaq (moral). Secara terminologi etika mempunyai banyak ungkapan yang semuanya tergantung pada sudut pandang masing-masing ahli. Ahmad. mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

 

Pengertian Etika Menurut Para Ahli

1.       Menurut K. Bertens: Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur perilaku.

2.      Menurut W. J. S. Poerwadarminto: Etika merupakan studi tentang prinsip-prinsip moralitas (moral).

3.      Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno: Etika adalah ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam tindakan manusia.[1]

 

B.     Jenis-Jenis Etika

1.        Etika Filosofis

Secara harfiah etika filosofis dapat dianggap sebagai etika berasal dari aktivitas berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat, etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Oleh karena itu, jika Anda ingin tahu unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga tentang unsur-unsur filsafat. Berikut ini menjelaskan dua sifat etika:

1)        Filsafat non-empiris diklasifikasikan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu pengetahuan empiris adalah ilmu berdasarkan fakta atau beton. Tapi filosofi ini tidak terjadi, filosofi mencoba untuk melampaui beton seakan bertanya apa yang ada di balik gejala beton.

2)        Cabang filsafat praktis untuk berbicara tentang sesuatu "ada". Misalnya, filsafat hukum mempelajari upa itu hukum. Tetapi etika tidak terbatas pada itu, tapi bertanya tentang "apa yang harus dilakukan". Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang harus dan tidak harus menjadi manusia. Tapi ingat bahwa etika tidak praktis dalam arti menyajikan resep siap pakai.

 

2.        Etika Teologis

Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis tidak terbatas pada agama tertentu, tapi setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena banyak unsur di dalamnya yang dalam etika secara umum, secara umum. dapat dipahami sebagai memahami etika

 

C.     Manfaat Etika

Beberapa manfaat Etika adalah sebagai berikut:

1.        Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.

2.        Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh dirubah.

3.        Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat,

4.        Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai

 

D.    Contoh Etika

1.        Mengucapkan salam saat bertamu

2.        Cium tangan orang tua sebelum melakukan aktifitas sehari-hari

3.        Membuang sampah pada tempatnya.

4.        Meminta maaf saat melakukan kesalahan.

5.        Makan menggunakan tangan kanan.[2]

 

2.   Moral

A.    Pengertian Moral

Kata Moral berasal dari kata latin "mos" yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusiamenyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.

Moral secara ekplisit adalah hal-ha yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan prosessosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikup amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.

 

B.     Macam-macam Moral

1.         Moral keagamaan Merupakan moral yang selalu berdasarkan pada ajaran agama Islam.

2.         Moral sekuler Merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata.[3]

 

 

 

 

3. Susila

A.      Pengertian Susila

Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan Sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Kata Susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan buruk. Pada pelaku Zina misalnya sering diberi gelar sebagai Tuna Susila.   Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.[4]

 

B.     Hubungan etika moral susila dan akhlak

A.           Persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila.

Akhlaq, Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan dengan nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan berakhlaq, beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya.

Dalam perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu baik dan benar. Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai dengan petunjuk ajaran agama dan keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan menyimpang atau jalan setan, kebenaran atau kesesatan. Itu sebuah logika binner yang tidak pernah bertemu dan tidak pernah ada kompromi. Artinya, tidak boleh ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara keduanya.

Keempat istilah tersebut sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau buruk, benara atau salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing pilihan mempunyai konsekuensi berbeda.

Ditinjau dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus di dorong untuk terus menginspirasi terwujudnya manusia –manusia yang memiliki karakter yang baik dan mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk perilaku pada tataran fakta empiric di lapangan sosial dimana manusia tinggal. Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan, agar supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi kenyataan sesuai titah Allah swt. Bukankah Allah telah membekali manusia berupa sebuah potensi fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang lebih mulia dari pada malaikat.

Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan jatuh ke posisi drajad binatang  dan bahkan lebih sesat lagi. Inilah di antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku manusia itu harus senatiasa dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di control melalui regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan yang benar dan lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan suatu proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit.

 

B.           Perbedaan antara akhlak, etika, moral dan susila.

Berdasarkan paparan di atas, maka secara formal perbedaan keempat istilah tersebut adalah antara lain sebagai berikut:

1.         Etika bertolak ukur pada akal pikiran atau rasio.

2.         Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada masyarakat.

3.         Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis.

4.         Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan demikian dia disebut etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan adab/tatakrama/tatasusila.

5.         Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang dalam masyarakat.

6.         Etika di pakai untuk pengkajian system nilai yang ada.

7.         Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu perbuatan.

8.         Akhlaq berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat umum, namun lebih mengacu pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam (termasuk salah satu dari berbagai etika relegius yang ada) itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri.

9.         Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik dalam tindakan maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan local.

10.     Akhlaq juga berada pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/ komunitas yang dapat disebut dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab pergaulan keluarga dan lain-lain.[5]

 

C.    Pengertian dan penentuan baik dan buruk

A.    Pengertian baik dan buruk

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata ‘khair’ dalam bahasa arab, atau good dalam bahasa inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid, mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sementara itu dalam Webster’s New Century Dictionary, dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharusan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian dan seterusnya. Selanjutnya yang baik itu juga adalahsesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yangmemberikan kepuasan. Yang baik itu dapat juga berarti sesuatu yang sesuai dengankeinginan. Dan yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkanrahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Dan ada pula pendapat yangmengatakan bahwa secara umum bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalahsesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah lakumanusia adalah baik, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia.Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikanyang kongkret.[6]

Dalam bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan istilah ‘syarr’, dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang seharusnya, yangtak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapatditerima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangandengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukaikehadirannya oleh manusia[7]

Pengertian baik dan buruk juga ada yang subyektif dan relatif, baik bagiseseorang belum tentu baik bagi orang lain. Sesuatu itu baik bagi seseorang apabila hal ini sesuai dan berguna untuk tujuannya. Hal yang sama adalah mungkin buruk bagi orang lain, karena hal tersebut tidak akan berguna bagi tujuannya. Masing-Masing orang mempunyai tujuannya yang berbeda-beda, bahkan ada yang bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang atau untuk suatu golonganyang berbeda dengan yang berharga untuk orang atau golongan lainnya.

Akan tetapi secara objektif, walaupun tujuan orang atau golongan didunia berbeda-beda. sesungguhnya pada akhirnya semuanya mempunyai tujuan yang sama,sebagai tujuan akhir tiap-tiap sesuatu. Bukan hanya manusia bahkan binatang punmempunyai tujuan. Dan tujuan akhir dari semuanya itu sama, yaitu semuanya ingin baik. Dengan kata lain semuannya ingin bahagia. Tak ada seorang pun dan sesuatu pun yang tidak ingin bahagia.[8]

 

 

B.     Penentuan baik dan buruk

Ada beberapa aliran filsafat yang mempengaruhi penentuan baik dan buruk, diantaranya adalah aliran sosialisme, hedonisme, humanisme, utilitarianisme, vitalisme, religiousisme dan evolusisme. Berikut penjelasan mengenai penentuan baik dan buruk menurut aliran-aliran tersebut.

1.      Baik dan buruk menurut aliran adat-istiadat (sosialisme)

Baik dan buruk menurut aliran ini adalah sesuatu dikatakan baik jika sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku di masyarakat. Seseorang yang mematuhi adat-istiadat yang berlaku disekitar masyarakatnya dikatakan orang yang baik. Sedangkan sesuatu dikatakan buruk apabila hal tersebut bertentangan dengan adat-istiadat yang berlaku di sekitar masyarakat. Orang yang melanggar adat dan istiadat yang berlaku akan disebut buruk, dan akan dihukum dengan menggunakan hukum adat.

2.      Baik dan buruk menurut aliran hedonisme

Menurut aliran ini, sesuatu dikatakan baik jika mendatangkan kesenangan yang lebih besar, kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologisnya. Dan sesuatu dikatakan buruk dalam aliran ini jika sesuatu tersebut tidak mendatangkan kesenangan, kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis, atau justru mendatangkan kepedihan.

3.      Baik dan buruk menurut paham humanisme (intuisisme)

Paham ini menilai suatu tindakan baik atau buruknya dengan menggunakan kekuatan batin. Artinya sesuatu yang dikatakan baik jika sesuai dengan kata hati, karena menurut para penganut aliran ini, hati dapat menilai sesuatu baik atau buruk. Sebalinya sesuatu dikatakan buruk jika tidak mengikuti kata hati mereka. Oleh karena itu sesuatu yang benar, dermawan, berani dikatakan baik oleh manusia, sedangkan sesuatu yang salah, kikir dan pengecut dikatakan buruk.

4.      Baik dan buruk menurut paham utilitarianisme

Secara harfiah utilis memiliki makna berguna. Jadi paham ini mengatakan bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang berguna. Jika kebergunaan sesuatu tersebut hanya untuk perorangan, maka disebut individual, sedangkan jika berguna bagi banyak orang maka disebut sosial. Hal ini sesuai dengan salah satu hadits Nabi Muhammad SAW. yang mengatakan bahwa sebaik-baik orang adalah yang berguna bagi orang yang lain.

5.      Baik dan buruk menurut paham vitalisme

Menurut paham ini, sesuatu yang kuat dianggap sebagai sesuatu yang baik. Contohnya adalah kekuatan atau kekuasaan yang dapat menaklukkan orang lain dikatakan sebagai sesuatu yang baik. Aliran ini cenderung menggunakan hukum alam, artinya siapa yang lebih kuat akan mampu menguasai yang lebih lemah.

6.      Baik dan buruk menurut paham religiousisme

Paham ini beranggapan bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Artinya ukuran baik dan buruk pada aliran ini didasarkan atas peraturan agama. Karena terdapat bermacam-macam agama di dunia oleh karena itu setiap agama memiliki tolak ukur masing-masing dalam menentukan baik dan buruk.

7.      Baik dan buruk menurut paham evolusisme

Menurut paham ini segala sesuatu yang ada di alam baik yang tampak maupun yang tidak tampak mengalami evolusi. Begitu juga dengan akhlak dan moral, Herbert Spencer mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Dengan demikian paham ini mengukur sesuatu yang baik dikatakan baik jika mendekati cita-cita dan sesuatu yang buruk dikatakan buruk jika menjauhi cita-cita atau tujuan manusia dalam hidupnya[9]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Atau dengan kata lain etika adalah pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia yang menentukan baik dan buruk. Moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai atau ketentuan baik atau buruk, benar  atau salah. Acuan moral adalah sistem nilai yang hidup dan diberlakukan dalam masyarakat. Misalnya : jika ada orang dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik. Sedangkan kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan, dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Ada beberapa persamaan antara Etika, Moral, dan Susila, yaitu sebagai berikut: Etika, Moral, dan Susila mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik. Etika, Moral, dan Susila merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya. Etika, moral, dan susila seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap.

Adapun perbedaannya adalah perbedaan dalam sumber yang menjadi patokan untuk menentukan baik dan buruk serta perbedaan dalam sifat pemikiran dan kawasan pembahasan

 

B.     Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca mengetahui Baik dan Buruk dalam Pembelajaran Akhlak Tasawuf. Dalam menjalani kehidupan sekarang ini pembaca disarankan dalam menentukan baik buruknya segala sesuatu berpegang pada Al – qur’an dan As- sunnah Kami menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik, saran, dan masukan yang sifatnya membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah ini kedepannya.


DAFTAR PUSTAKA

 

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996 hlm 43

Munir,rajil. 2017. Pengertian etika, jenis jenis dan manfaat etika beserta contohnya

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996 hlm 45

Nata, M.A.,Prof. Dr. H. Abuddin.2012.Akhlak Tasawuf.Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADAhlm 5

Rhobiatul Adawiyah, Etika, Moral dan Susila

Drs. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 102.

Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 56-61

Arjunes. 2017. Pengertian baik dan buruk, penentuan baik dan buruk

 



[2] Munir,rajil. 2017. Pengertian etika, jenis jenis dan manfaat etika beserta contohnya

[3] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996 hlm 45

[6] Drs. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 102.

[7] Ibid, hlm. 103

[8] Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 56-61.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Akhlak dan Tasawuf || ETIKA MORAL, SUSILA, BAIK DAN BURUK"

Posting Komentar