Makalah Sejarah Peradaban Islam || TIGA DINASTI BESAR DI ABAD PERTENGAHAN (THE GOLDEN AGE OF ISLAM)

 KATA PENGANTAR

 

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesahatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata kuliah " Sejarah Peradaban Islam ". Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Agama di progam studi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam pada Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung. Selanjutnya kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. A.Aisyah, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang dari pembaca agar kai dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat untuk pembaca.

 

Bandar Lampung, 10 Mei 2022

 

Kelompok 11

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. ii

BAB I. 1

PENDAHULUAN.. 1

A.     Latar Belakang. 1

B.     Rumusan Masalah. 1

C.     Tujuan Penulisan. 1

BAB II. 2

PEMBAHASAN.. 2

A.     Dinasti Utsmani di Turki 2

B.     Dinasti Safawi di Persia. 4

C.     Dinasti Mughal di India. 7

BAB III. 10

PENUTUP. 10

A.     Kesimpulan. 10

B.     Saran. 10

DAFTAR PUSTAKA.. 11

 

 


 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Setelah khalifah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah 2 kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi

Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar: Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani, disamping lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Kerajaan Usmani ini adalah kerajaan terbesar.

Keadaan perkembangan Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali walaupun tidak sebanding dengan masa sebelumnya (klasik) setelah berkembangnya tiga kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Mughal di India dan kerajaan Safawi di Persia. Diantara ketiga kerajaantersebut yang terbesar dan paling lama bertahan adalah kerajaan Usmani

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaiman sejarah berdirinya kerajaan Usmani di Turki dan perkembangannya, kemajuan serta kemundurannya?

2.      Bagaimana sejarah berdirnya kerajaan Dinasti Safawiyah dan perkembangannya, kemajuaan serta kemundurannya?

3.      Bagaiman sejarah berdirinya kerajaan Mughal dan perkembangannya,kemajuan serta kemundurannya?

 

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui serta menjelaskan sejarah berdirinya kerajaan Usmani di Turki dan perkembangannya, kemajuan serta kemundurannya.

2.      Untuk mengetahui dan menjelaskan sejarah berdirnya kerajaan Dinasti Safawiyah dan perkembangannya, kemajuaan serta kemundurannya.

3.      Untuk mengetahui dan menjelaskan sejarah berdirinya kerajaan Mughal dan perkembangannya,kemajuan serta kemundurannya?

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Dinasti Utsmani di Turki

Turki Usmani menyumbangkan wilayah yang cukup luas bagi dunia Islam, mereka berhasil melakukan ekspansi Islam ke Eropa Timur. Bahkan mereka adalah satu-satunya dari sekian banyak daulah yang berhasil menaklukkan Konstantinopel yang menjadi ibu kota Kerajaan Romawi itu oleh Sultan Muhammad Al-Fatih (Sang Penakluk) pada tahun 1453 M. Maka dengan dikuasainya Konstantinopel itu pintu ekspansi ke Eropa semakin menjadi sukses dan terbuka.[1]

Puncak kejayaan Turki Usmani dalam memperluas wilayah ekspansi adalah di tangan Sultan Sulaiman I (1520-1566) yang terkenal dengan sebutan Sulaiman Agung dan Sulaiman Al-Qanun. Di bawah pemerintahannya wilayah kekuasaan Turki Usmani meliputi; Afrika Utara, Mesir, Hijaz, Irak, Armenia, Asia Kecil, Balkan, Yunani, Bosnia, Bulgaria, Hongaria, Rumania sampai ke batas sungai Danube; dengan tiga lautan, yaitu Laut Merah, Laut Tengah dan Laut Hitam.[2]

Itulah gambaran luasnya wilayah kekuasaan Turki Usmani yang dimulai dari Asia, Afrika sampai ke Eropa Timur berbatasan dengan tiga lautan yang telah mereka sumbangkan ke dunia Islam, sehingga Turki Usmani adalah Daulah yang paling besar dan yang paling lama berdiri dibanding Daulah-Daulah Islam lainnya[3]

 

1.      Asal Usul Berdirinya Dinasti Turki Utsmani

Kesultanan Utsmani berawal dari keturunan suku Kabilah di Turkmenistan pada abad ke-12, yang merupakan pengembara dari Kurdistan ke Anatolia. Pengembara itu dipimpin oleh Raja Erthugrul dan anaknya, Usman I, yang pindah untuk menghindari serangan dari Mongol di bawah Jenghis Khan.

Raja Erthuugrul dan rombongannya akhirnya menetap di Kota Athlah, sebelah timur Turki dan bergabung dengan Dinasti Saljuk. Mereka kemudian membantu Dinasti Saljuk melawan Romawi hingga memenangkan pertempuran. Atas bantuan tersebut, Raja Erthugrul diberi hadiah sebidang tanah di barat Anatolia yang berbatasan dengan Romawi. Ia juga diberikan wewenang untuk meluaskan wilayahnya hingga mendekati Romawi. Setelah Dinasti Saljuk runtuh, Usman I mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Usmani di Turki. [4]

 

2.      Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai Dinasti Turki Utsmani

a.       Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan

Masa kepemimpinan Artogol sampai Orkhan merupakan masa pembentukan kekuatan militer. Sedangkan, perang dengan Byzantium sebagai awal didirikannya pusat pendidikan dan pelatihan militer yang disebut Jenissari atau Inkisyariyah. Selain itu, Kerajaan Usmani juga membuat struktur pemerintahan, dengan kekuasaan tertinggi di tangan raja, yang dibantu oleh perdana menteri yang membawahi Gubernur. Gubernur mengepalai Daerah Tingkat I. Di bawahnya ada Bupati.

b.      Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Kebudayaan Kerajaan Turki Usmani merupakan perpaduan ragam kebudayaan, seperti Persia, Byzantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata karma dalam istana raja. Sedangkan organisasi pemerintahan dan kemiliteran diserap dari Byzantium. Adapun ajaran mengenai prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan, serta huruf diambil dari Arab.

Dalam ilmu pengetahuan, Kerajaan Turki Usmani tidak begitu menonjol. Sebab, mereka lebih fokus pada kegiatan militer. Sehingga dalam khazanah intelektual Islam, tidak ada ilmuan yang terkemuka dari kerajaan tersebut.

c.       Bidang Keagamaan

Agama dalam tradisi msyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan pun sangat terikat dengan syari’at, sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku dalam menyelesaikan persoalan. [5]

 

3.      Kemunduran Dinasti Utsmani di Turki

Masa kemerosotan Turki Usmani dimulai dari krisis suksesi sepeninggal Sultan Sulaiman pada 1566 M. sampai sebelum Turki menjadi Republik 1923 M di tangan Mustafa kamal At-Taturk, tercatat 27 Sultan tidak ada lagi yang dapat diandalkan. Banyak faktor yang menyebabkan kehancuran Turki Usmani ini, di antaranya:[6]

a.       Wilayah kekuasaannya yang luas, rumit menyusun administrasi negara, sehingga administrasi negara Turki Usmani tidak beres, sementara penguasanya sangat berambisi memperluas wilayah, ikut perang terus menerus, akibatnya tidak ada waktu lagi mengurus administrasi negara.

b.      Heterogenitas penduduk, menguasai wilayah yang luas, tentu juga mengurus penduduk yang beragam etnis, agama maupun adat istiadat; Asia, Afrika, Eropa. Untuk mengurus penduduk yang beragam dalam wilayah yang luas mesti dengan organisasi pemerintahan yang teratur, tampa didukung oleh administrasi yang baik, maka pemerintah menanggung beban yang berat, dari sinilah kekacauan itu muncul.

c.       Kelemahan para penguasa, sepeninggal Sulaiman, Turki Usmani diperintah oleh Sultan-Sultan yang lemah yang tidak dapat mengatur pemerintahan negara, akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu dibiarkan terus dan tidak pernah diatasi secara sempurna, maka semakin lama semakin parah sampai jatuh sakit di Eropa dan tidak ada yang mampu lagi menyembuhkannya.

 

B.     Dinasti Safawi di Persia

Kerajaan Safawi adalah salah satu kerajaan besar di Iran, yang berdiri setelah penaklukan Persia oleh pasukan Muslim pada abad ke-7. Pendiri Kerajaan Safawi di Persia adalah Ismail I (1501-1524), yang juga merupakan pendiri Dinasti Safawi.

Selama berdiri hingga 1736, periode kerajaan ini sering disebut sebagai awal dari sejarah Iran modern. Salah satu contoh perkembangan yang muncul pada Kerajaan Safawi adalah pada bidang pendidikan, di mana raja yang berkuasa mendirikan sekolah keagamaan dan menetapkan Islam Syiah sebagai agama resmi kerajaan.

Kerajaan Safawi berdiri hingga keruntuhannya pada 1736. Kendati demikian, pengaruh yang ditinggalkannya begitu penting bagi Iran hingga beberapa abad berikutnya.[7]

1.      Asal Usul Berdirinya Dinasti Safawi di Persia

Berdirinya Kerajaan dan Dinasti Sawafi bermula dari gerakan tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Shafi Al-Din (1253-1334) di Azerbaijan. Dalam perkembangannya, tarekat ini mendapatkan banyak pengikut. Namun, gerakan tarekat Safawiyah mulai berubah pada pertengahan abad ke-15, ketika dipimpin oleh cicit Sadr al-Din Musa yang bernama Syekh Junayd. Syekh Junayd adalah sosok yang haus kekuasaan, sehingga tarekat Safawiyah berubah menjadi militan dan mulai meluaskan pengaruhnya di bidang politik serta militer.[8]

Gerakan Safawiyah kemudian bergerak ke wilayah Iran, hingga berhasil merebutnya dari pemerintahan Timuriyah yang didirikan oleh Timur Lenk pada abad ke-14. Sejak kemunduran Dinasti Timuriyah, secara politik Iran telah terpecah, dan lahirlah berbagai gerakan keagamaan beraliran Syiah. Salah satu yang terkuat secara politik adalah Safawi Qizilbash, yang dipimpin oleh Shah Ismail I. Ismail I kemudian mendirikan Kerajaan Safawi pada 1501, yang menjadikannya sebagai raja pertama serta pendiri Dinasti Sawafi.

 

2.      Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai Dinasti Safawi di Persia

Kerajaan Safawi mengalami masa kejayaan di era pemerintahan Abbas I (1587–1629), yang berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri dan merebut beberapa wilayah. Pada puncaknya, kerajaan ini menguasai wilayah sebagian Iran, Republik Azerbaijan, Bahrain, Armenia, Georgia Timur, sebagian Kaukasus Utara termasuk Rusia, Irak, Kuwait, dan Afghanistan, serta sebagian Turki, Suriah, Pakistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.

Kemajuan juga dirasakan pada bidang ekonomi, yang ditandai dengan penguasaan atas Kepulauan Hurmuz dan Pelabuhan Gumrun, alasilnya, Safawi menguasai perdagangan antara Barat dan Timur. Kehidupan perekonomian kerajaan juga ditopang oleh hasil pertanian yang melimpah.

Pada bidang ilmu pengetahuan, ada beberapa nama ilmuwan hebat dari era Kerajaan Safawi, yakni Baha al-Dina al-Syaerazi, Sadar al-Din al-Syaerazi, dan Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad.

Sedangkan kemajuan Kerajaan Safawi bidang arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah, seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas publik.

 

3.      Kemunduran Dinasti Safawi di Persia

Kemunduran Kerajaan Safawi dirasakan setelah Abbas I turun takhta pada 1628. Pasalnya, para pemimpin setelahnya kurang memperhatikan kemajuan pemerintahan dan rakyatnya.

Selain itu, pergolakan antara golongan Islam Syiah dan Sunni juga menjadi penyebab kerajaan mengalami kemerosotan. Sulaiman, pengganti Abbas1, melakukan penindasan dan pemerasan terhadap ulama sunni dan memaksakan ajaran syi'ah kepada mereka. Penindasan semakin parah terjadi pada zaman sultan husein, pengganti Sulaiman. Penduduk afgan (saat itu bagian dari Iran) di paksa untuk memeuk syi'ah dan ditindas.

Dari penindasan tersebut maka lahirlah pemberontakan orang Afghanistan yang dipimpin oleh Mir Mahmud, yang berhasil menduduki ibu kota Isfahan (1722). Setelah itu, safawi diserang oleh Turki Usmani dan Rusia. Wilayah Armenia dan beberapa wilayah Azerbaijan direbut oleh Turki Usmani, sedangkan beberapa wilayah propinsi laut Kaspia di Jilan, Mazandaran dan Asteraban direbut oleh Rusia.[9]

Pada 1729, Tahmasp II, sempat merebut istana Isfahan dengan bantuan Jenderal Nadir dari suku Qazar di Rusia, dan merestorasi kerajaan. Namun, pada 8 Maret 1736, Raja Abbas III akhirnya lengser, dan sekaligus menandai runtuhnya Kerajaan Safawi.[10]

 

C.    Dinasti Mughal di India

Kesultanan Mughal adalah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di India dari abad ke-16 hingga abad ke-19. Meski bukan kerajaan Islam pertama di India, kerajaan ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan Islam di tanah Hindu tersebut.

Kesultanan Mughal atau Kerajaan Mogul di india didirikan oleh Zahiruddin Babur, cucu Timur Lenk, yang berasal dari keturunan Genghis Khan dari Mongol. Sementara khalifah yang membawa Daulah Mughal ke puncak kejayaan adalah Jalaluddin Akbar, yang memerintah antara 1556-1605 M. Namun, memasuki abad ke-19, Kesultanan Mughal mulai runtuh karena para raja penerusnya tidak sanggup memertahankan kebesaran para pendahulunya.[11]

 

1.      Asal Usul Berdirinya Dinasti Mughal di India

Zahiruddin Muhammad Babur adalah putra Umar Sheikh Mirza, penguasa Ferghana, dan Qutlugh Nigar Khanum, keturunan Chagatai Khan, anak Genghis Khan. Di usia 11 tahun, Babur telah mewarisi daerah Ferghana dari ayahnya. Sejak muda, ia telah berambisi menaklukkan Samarkand, kota penting di Asia Tengah kala itu. Dengan bantuan Raja Ismail I dari Kerajaan Safawi, Babur berhasil menaklukkan Samarkand pada 1494 M.

Satu dekade kemudian, ia menduduki kekuasaan di Kabul, ibu kota Afghanistan, dan segera memusatkan perhatiannya pada India. Kala itu, India dikuasai oleh Ibrahim Lodi dari Kesultanan Delhi yang pemerintahannya sedang tidak stabil. Babur kemudian memimpin bala tentaranya menuju Delhi dan terjadilah Pertempuran Panipat I pada 21 April 1526 M. Ibrahim Lodi bersama ribuan pasukannya meninggal dalam serangan itu, dan tidak lama kemudian Babur mendirikan Kesultanan Mughal.[12]

 

2.      Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai Dinasti Mughal di India

Kesultanan Mughal mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jalaluddin Akbar (1556-1605 M). Di bawah kendali Akbar, kesultanan ini tidak hanya maju di bidang politik dan militer, tetapi juga di bidang ekonomi, pendidikan, arsitektur, seni dan budaya, serta keagamaan.

Kejayaan yang diraih Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya, yaitu Jahangir (1605-1628 M), Shah Jahan (1628-1658 M) dan Alamgir atau Aurangzeb (1658-1707 M).

Pada periode ini, Kesultanan Mughal memiliki pertahanan militer yang tangguh dan sukar ditaklukkan. Stabilitas politik karena sistem pemerintahan yang diterapkan Akbar juga membawa kemajuan dalam segala bidang lainnya.

Dalam bidang ekonomi, Kesultanan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu diekspor ke Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara, bersamaan dengan hasil kerajinan seperti kain tenun serta kain tipis berbahan gordyin yang banyak diproduksi di Bengal dan Gujarat.

Ketika Shah Jahan berkuasa, ia memerintahkan untuk membangun Taj Mahal, yang menjadi salah satu bukti kemajuan di bidang arsitektur Mughal. Pada masa pemerintahan Aurangzeb, pajak dihapuskan, harga bahan pangan diturunkan, dan korupsi diberantas.

Selama satu setengah abad, Kesultanan Mughal menjadi negara adikuasa yang menguasai perekonomian dunia, mengalahkan Dinasti Qing di China dan Eropa Barat. Pada awal abad ke-18, wilayah kekuasaannya membentang dari Bengal di Timur ke Kabul dan Sindh di Barat, Kashmir di Utara ke lembah Kaveri di Selatan. Penduduknya saat itu diperkirakan mencapai 150 juta jiwa, atau sekitar seperempat dari populasi dunia saat itu. Dengan berbagai pencapaian itu, Mughal dapat dianggap sebagai salah satu kekaisaran terbesar di dunia kala itu.[13]

 

3.      Kemunduran Dinasti Mughal di India

Setelah satu setengah abad berada dalam kejayaannya, Kesultanan Mughal mulai mengalami kemunduran. Sepeninggal Aurangzeb, para penerusnya tidak sanggup memertahankan kebesaran para pendahulunya.

Bidang militer dan pertanian yang menjadi tumpuan kebesaran Mughal tidak lagi dikembangkan. Kejayaan Mughal pun secara perlahan hilang akibat satu per satu daerah kekuasaannya melepaskan diri dan mendirikan kerajaan baru.

Memasuki pertengahan abad ke-19, Inggris telah mengendalikan sebagian besar wilayah kekuasaan Mughal. Raja terakhir Kesultanan Mughal, Bahadur Shah II, yang hanya memiliki otoritas atas Kota Shahjahanabad, akhirnya digulingkan setelah Pemberontakan India pada 1857.  Bahadur Shah II kemudian diasingkan ke Myanmar oleh Inggris dan peristiwa ini menandai berakhirnya Kesultanan Mughal.[14]




BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Tiga kerajaan Islam penting diciptakan pada akhir abad 15 dan awal abad 16: Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India. Tiga Kerajaan penting tersebut tampak lebih memusatkan pandangan mereka pada tradisi demokratis Islam. dan membangun imperium absolute.

Ketiga kerajaan besar ini seperti membangkitkan kembali kejayaan Islam setelah runtuhnya Bani Abbasiyah. Namun, kemajuan yang dicapai pada masa tiga kerajaan besar ni berbeda dengan kemajuan yang dicapai pada masa klasik Islam.

Kemajuan pada masa klasik jauh lebih kompleks. Kalau pada masa klasik, umat Islam maju dalam bidang politik, peradaban, dan kebudayaan, seperti dalam bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat, pada masa tiga kerajaan besar kemajuan dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan umum tidak didapatkan lagi. Kemajuan yang dapat dibanggakan pada masa ini hanya dalam bidang politik, kemiliteran, dan kesenian, terutama arsitektur.

 

B.     Saran


 

DAFTAR PUSTAKA

 

As’adurrofik, Muhammad. “Sejarah Peradaban Islam Tiga Kerajaan Besar.” (Al Fathonah) Jurnal Pendidikan Dan Keislaman 6115 (2017): 188–209.

Bahri, Saeful. Sejarah Peradaban Islam Sumbangan Peradaban Dinasti-Dinasti Islam. Yogyakarta: PAM Presss, 2020.

Ensiklopedi Islam. Jilid 4. Jakarta: PT Lehtiar Baru Van Hoeve, n.d.

Ladipus, Ira M. “A History of Islamic Societies,” 299. Cambridge: Cambridge University Press, 2002.

Lukman Hadi Subroto. “Kerajaan Safawi: Sejarah, Raja-Raja, Kejayaan, Dan Keruntuhan .” Kompas.com, March 20, 2022. https://www.kompas.com/stori/read/2022/03/20/120000679/kerajaan-safawi--sejarah-raja-raja-kejayaan-dan-keruntuhan?page=all#page2.

———. “Kesultanan Utsmaniyah: Sejarah, Sultan, Kejayaan, Dan Keruntuhan Halaman All - Kompas.Com.” Kompas.com, December 3, 2021. https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/03/080000179/kesultanan-utsmaniyah--sejarah-sultan-kejayaan-dan-keruntuhan?page=all.

Muhammad As’adurrofik. “Sejarah Peradaban Islam Tiga Kerajaan Besar.” Al-Fathonah; Jurnal Pendidikan Dan Keislaman. Accessed May 22, 2022. https://www.scribd.com/embeds/538799003/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf.

Nofrianti, Mami, and Kori Lilie Muslim. “Kemajuan Islam Pada Masa Kekaisaran Turki Utsmani.” FUADUNA : Jurnal Kajian Keagamaan Dan Kemasyarakatan 3, no. 1 (June 30, 2019): 22. https://doi.org/10.30983/FUADUNA.V3I1.1331.

Nur, Rohman Sandi. Dinasti Mughal: Menulusuri Jejak Peradaban Islam Di Tanah Hindustan. Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2017.

Widya Lestari NIngsih, and Nibras Nada Nailufar. “Kesultanan Mughal: Sejarah, Raja-Raja, Masa Kejayaan, Dan Peninggalan .” Kompas.com, November 3, 2021. https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/03/110000779/kesultanan-mughal-sejarah-raja-raja-masa-kejayaan-dan-peninggalan?page=all.

 



[1] Muhammad As’adurrofik, “Sejarah Peradaban Islam Tiga Kerajaan Besar,” (Al Fathonah) Jurnal Pendidikan Dan Keislaman 6115 (2017): 188–209.

[2] Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Jakarta: PT Lehtiar Baru Van Hoeve, n.d.)., hlm. 115.

[3] As’adurrofik, “Sejarah Peradaban Islam Tiga Kerajaan Besar.”, hlm. 190.

[4] Lukman Hadi Subroto, “Kesultanan Utsmaniyah: Sejarah, Sultan, Kejayaan, Dan Keruntuhan Halaman All-Kompas.Com,”Kompas.com,December3,2021, https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/03/080000179/kesultanan-utsmaniyah--sejarah-sultan-kejayaan-dan-keruntuhan?page=all.

[5] Mami Nofrianti and Kori Lilie Muslim, “Kemajuan Islam Pada Masa Kekaisaran Turki Utsmani,” FUADUNA : Jurnal Kajian Keagamaan Dan Kemasyarakatan 3, no. 1 (June 30, 2019): 22, https://doi.org/10.30983/FUADUNA.V3I1.1331.

[6] Muhammad As’adurrofik, “Sejarah Peradaban Islam Tiga Kerajaan Besar,” Al-Fathonah; Jurnal PendidikanDanKeislaman,accessedMay22,2022, https://www.scribd.com/embeds/538799003/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf.

[7] Lukman Hadi Subroto, “Kerajaan Safawi: Sejarah, Raja-Raja, Kejayaan, Dan Keruntuhan ,” Kompas.com, March 20, 2022, https://www.kompas.com/stori/read/2022/03/20/120000679/kerajaan-safawi--sejarah-raja-raja-kejayaan-dan-keruntuhan?page=all#page2.

[8] Saeful Bahri, Sejarah Peradaban Islam Sumbangan Peradaban Dinasti-Dinasti Islam (Yogyakarta: PAM Presss, 2020).

[9] Ira M. Ladipus, “A History of Islamic Societies” (Cambridge: Cambridge University Press, 2002), 299.

[10] Lukman Hadi Subroto, “Kesultanan Utsmaniyah: Sejarah, Sultan, Kejayaan, Dan Keruntuhan Halaman All - Kompas.Com.”

[11] Widya Lestari NIngsih and Nibras Nada Nailufar, “Kesultanan Mughal: Sejarah, Raja-Raja, Masa Kejayaan, Dan Peninggalan ,” Kompas.com, November 3, 2021, https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/03/110000779/kesultanan-mughal-sejarah-raja-raja-masa-kejayaan-dan-peninggalan?page=all.

[12] Ibid.

[13] Ibid.

[14] Rohman Sandi Nur, Dinasti Mughal: Menulusuri Jejak Peradaban Islam Di Tanah Hindustan (Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2017).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Sejarah Peradaban Islam || TIGA DINASTI BESAR DI ABAD PERTENGAHAN (THE GOLDEN AGE OF ISLAM)"

Posting Komentar