Makalah Akhlak Dan Tasawuf || ASAL USUL DAN MANFAAT TASAWUF

 KATA PENGANTAR

 

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dankarunianya. Terimakasih kepada Dewi Ummu Kholifah, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Akhlak dan Tasawuf, kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang Arti, Asal usul dan manfaat tasawuf ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Akhlak dan Tasawuf . Makalah ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang bagaimana Arti, Asal usul dan manfaat tasawuf. Sehubungan dengan dibuatnya makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Akhlak dan Tasawuf .

Kami menyadari bahwa Makalah  ini  masih jauh  dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan  kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi pembaca, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

 

 

Bandar Lampung,   28  Maret  2022

 

Kelompok 6



BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar belakang

Tasawuf dalam Islam mulai timbul sesudah Islam mempunyai hubungan dengan agama Kristen dan agama Hindu Budha. Dimana pada saat itu animisme merupakan kepercayaan pertama yang dianut oleh orang Indonesia. Islam sendiri datang tanpa kampanye, Islam datang secara damai, dari berkembangnya Islam inilah kemudian muncul para da’i-da’i yang merupakan gambaran pertama dari sebagai pengantar masuknya tasawuf. Sebenarnya tasawuf ini sudah ada semenjak zaman Rasulullah yang kemudian diikuti oleh para sahabatnya. Secara etimologi, kata tasawuf berasal adari bahasa Arab yaitu tashawwafa, yatashawwafu, tashawwafan.

      Namun, para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan kata tasawuf berasal dari kata Shaff yang berarti barisan, dalam artian ini menunjukkan kepada para muslim awal yang berdiri pada baris pertama dalam ibadah, seperti sholat, ataupun perang suci.

       Tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Adapun tujuan dari tasawuf adalah menjalani hidup pada tingkat spiritual dengan cara membersihkan hati dan menggunakan semua indra dan pikiran di jalan Allah.

1.2 Rumusan Masalah

1.                  Apa itu sumber tasawuf?

2.                  Sejarah tasawuf pada masa nabi dan sahabat!

1.3 Tujuan Makalah

1.                  Untuk mengetahui pengertian dan sumber tasawuf.

2.                  Untuk mengetahui sejarah tasawuf pada masa nabi dan sahabat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tasawuf

2.1.1 Menurut Bahasa

     Para ulama tasawuf berbeda pendapat tentang asal usul penggunaan kata tasawuf. Dari berbagai sumber rujukan buku buku tasawuf, paling tidak ada lima pendapat tentang asal kata tasawuf.

Pertama, kata tasawuf dinisbahkan kepada perkataan ahl-shuffah, yaitu nama yang di berikan kepada sebagian fakir miskin di kalangan orang islam pada masa awal islam. Mereka adalah diantara orang-orang yang tidak punya rumah, maka menempati gubuk yang telah di bangun rasulallah di luar masjid Madinah. Ahl al-shuffah adalah sebuah komunitas yang memiliki ciri yang menyibukkan diri dengan kegiatan ibadah, mereka meninggalkan kehidupan dunia dan memilih pola hidup zuhud. Mereka tinggal di masjid nabi dan tidur diatas bangku batu dengan memakai pelana (sofa), mereka miskin tetapi berhati mulia. Para sahabat nabi Shuffah ini antara lain Abu Darda’, Abu Dzar al Ghifari dan Abu Hurairah.[1]

     Kedua, ada pendapat yang mengatakan tasawuf berasal dari kata shuf, yang berarti bulu domba. Berasal dari kata shuf karena orang orang ahli ibadah dan zaid pada masa dahulu menggunakan pakaian sederhana terbuat dari bulu domba. Dalam sejarah tasawuf banyak kita dapati bahwa ketika seseorang ingin memasuki jalan kedekatan pada Allah mereka meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun sederhana. Tradisi pakaian sederhana dan compang camping ini dengan tujuan agar para ahli ibadah tidak timbul rasa riya`, ujub atau sombong.[2]

     Ketiga, tasawuf berasal dari kata shofi, yang berarti orang suci atau orang-orang yang mensucikan dirinya dari hal-hal yang bersifat keduniaan. Merka memiliki ciri-ciri khusus yang dalam aktivitas dan ibadah mereka atas dasar kesucian hati dan untuk pembersihan jiwa dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Mereka adalah orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan bermaksiat.

     Pendapat yang keempat mengatakan bahwa tasaawuf berasal dari kata shaf, yaitu menggambarkan orang-orang yang selalu berada di barisan depan alam beribadah kepada allah dan dalam melaksanakan kebajikan. Sementara pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal bukan dari bahasa arab melainkan bahasa yunani, yaitu shopia,yang artinya hikmah atau filsafat. Menisbahkan dengan kata shopia karena jalan yang ditempuh oleh para ahli ibadah memiliki kesamaan dengan cara yang ditempuh oleh para filosof. Mereka sama-sama mencari kebenaran yang berawal dari keraguan dan tidak kepuasan jiwa. Contoh ini pernah dialami oleh imam al- Ghazali  dalam mengarungi dunia tasawuf.

2.1.2 Menurut Istilah

          Tasawuf  dari aspek terminologis (istilah) juga di defisinisikan secara beragum, dan dari berbagai  sudut pandang. Hal ini dikarenakan berbeda dengan cara memandang aktivitas kaum Sufi Ma'ruf al-Kharki mendefinisikan tasawuf adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada di tangan makhluk. Abu Bakar Al Katani mengatakan tasawuf adalah budi pekerti. Barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal bagimu atas dirimu atas tasawuf.

      Selanjutnya, Muhammad Amin Kurdi mendefinisikan tasawuf adalah suatu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji, cara melaksanakan Suluk dan perjalanan menuju keridhaan Allah dan meninggalkan larangannya.

   Menurun Nicholson, bahwa masalah yang berkaitan dengan sufisme adalah suatu yang tidak dapat didefinisikan secara jelas dan terang, bahkan semakin banyak didefinisikan maka semakin jauh dan makna dan tujuan.  hal ini biasa terjadi karena hasil pengalaman sufistik tergantung pada pengalaman masing-masing tokoh sufi. Namun  menurut Abuddin Nata, bahwa walaupun setiap para tokoh sufi berbeda dalam merumuskan arti Tasawuf tapi pada intinya adalah sama, bahwa tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin Akhlak Yang Mulia dan dekat dengan Allah, atau dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dan bersama allah.

 2.2 Asal usul Kata Tasawuf

     Sampai saat ini sejarah asal usul tasawuf merupakan wilayah yang masih hangat untuk diperbincangkan, terkait banyaknya perbedaan pendapat dikalangan para pengkaji tasawuf. sementara para sufi meyakini bahwa tasawuf atau Sufime berasal dari Islam generasi pertama, namun sejumlah peneliti bidang tasawuf banyak meragukan klaim-klaim tersebut. Para sufi pada dasarnya tidak mempunyai keberatan apapun mengenai komentar para peneliti mengenai sejarah dan asal usul tasawuf.[3]

     Dalam kajian tasawuf  setidaknya terdapat dua pendapat mengenai asal usul tasawuf pertamaa, pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf dan ajaran ajarannya bersumber dari agama islam. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf dan ajarannya masih mempunyai hubungan dari ajaran agama agama di luar islam. Bagi mereka meyakini  bahwa tasawuf bersumber dari agama islam beralasan bahwa sedikit sekali dalam cita-cita  kehidupan sufi yang dasarnya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan sunah. Dengan demikian menjadi jelas bahwa para sufi membicarakan tasawuf selalu mengacu kepada al-qur’an dan sunah dan khususnya mengacu pada perilaku nabi sebagai insal kamil.[4]

     Namun, bagi mereka yang menolak hal ini seperti Nicolson dan Zainal menyatakan bahwa memang banyak dari beberapa acara sufi, semisal Zuhud, yang memang telah dipraktikkan oleh para pendeta Kristian. Zaehner menambahkan bahwa ada pengaruh Hindu dalam tipe  mistikisme yang terjadi di Islam. untuk mendukungnya, ia memberikan tentang adanya mata rantai yang jelas antara metafisika wedantik yang berkembang di kalangan Sufi Islam seperti al- Bhastami dengan guru spiritual Hindu, Shankara dalam rangka menengahi perbedaan ini, Fakhri kemudian menegaskan bahwa harus ada garis pemisah yang tegas sebagai pembeda antara asal usul tasawuf dan perkembangan tasawuf yang kemudian hari mungkin saja dapat berpengaruh atau melakukan akulturasi dengan budaya setempat. Dengan demikian kesimpulan adalah bahwa tasawuf pada mulanya berasal dari Islam namun perkembangannya mungkin saja terjadi pengaruh budaya lokal sebagai sarana untuk penyebaran tasawuf.[5]

     Para sufi meyakini bahwa tasawuf merupakan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Tasawuf pada masa awal ini setidaknya dibuktikan dari silsilah beberapa tarekat yang menghubungkan ajarannya dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. melalui jalur sahabat Abu Bakar dan Ali Bin Abi Thalib. Dalam suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mengajarkan ritual dzikir kepada kedua sahabat tersebut di mana kegunaan  zikir ini dari praktik yang diamalkan secara luas di kalangan para sufi tampaknya bahwa sampai pada abad ke-4 Hijriah, tasawuf masih diajarkan secara lisan dan belum tersistematisasi dengan baik. namun begitu di awal abad ke-4 Hijriah terjadi perubahan yang signifikan dalam pelajaran tasawuf, dengan muncul satu lembaga tasawuf yang dekat dengan tarekat.[6]

     Tarekat sendiri secara harfiah berarti jalan yang secara luas di artikan sebagai jalan menuju ke hadirat Tuhan. banyak pendapat para sarjana mengenai sebab-sebab terbentuknya tarekat Sufi tersebut, namun yang paling penting adalah bahwa gerakan dasar sebelumnya merupakan sebuah realitas tanpa nama kini berubah menjadi komunitas dengan identitas baru dan membentuk mazhab-mazhab layaknya yang terjadi dalam tradisi pemikiran kalam.

2.3  Sumber-sumber Tasawuf

1.        Unsur Islam[7]

    Para tokoh sufi dan juga termasuk dari kalangan cendekiawan muslim memberikan pendapat bahwa sumber utama ajaran tasawuf adalah bersumber dari al-Quran dan al-Hadits. Al-Quran adalah kitab yang didalamnya ditemukan sejumlah ayat yang berbicara tentang inti ajaran tasawuf. Antara lain tentang Mahabbah, Taubat, Tawakal, tentang bersyukur, tentang sabar, tentang Rida terhadap dalam suatu dan sebagainya.

 

Sejalan dengan yang dikatakan dalam al-Quran, bahwa dalam hadits juga banyak berbicara tentang kehidupan rohaninya sebagaimana yang oleh kaum Sufi setelah Rasulullah. Dua hadis populer yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan juga sebuah hadis yang menyatakan: ‘Siapa yang kenal pada dirinya, niscaya dengan Tuhannya’ adalah menjadi landasan yang kuat bahwa ajaran-ajaran tasawuf tentang masalah rohaniah bersumber dari Islam.

 

Ayat  hadits di atas hanya sebagian dari hal yang berkaitan dengan ajaran tasawuf dalam hal ini Muhammad Abdul asy-Syarqowi mengatakan; “Awal mula tasawuf ditemukan semangatnya tentang al-Quran dan juga temukan dalam kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam baik sebelum maupun sesudah diutus menjadi nabi. Begitu juga awal mula tasawuf juga dapat ditemukan pada masa sahabat nabi beserta pada generasi sesudahnya selanjutnya Abu Nashr as-Sarraj mengatakan bahwa ajaran tasawuf pada dasarnya digali dari al-Quran dan as-Sunnah karena aman dan para sahabat menurutnya.

 

2.        Unsur diluar Islam[8]

    Menurut teori Ignaz Goldziher, bahwa asal-usul tersebut terutama yang berkaitan dengan ajaran ajaran yang diajarkan dalam pengaruh dari unsur-unsur Islam.  Goldziher mengatakan bahwa tasawuf sebagai salah satu warisan ajaran dari berbagai agama dan kepercayaan yang mendahului yang bersentuhan dengan Islam. Bahkan berpendapat bahwa beberapa ide al-Quran juga merupakan hasil pengolahan agama dan kepercayaan lain unsur agama dan kepercayaan lain selain Islam itu adalah unsur pengaruh dari agama Nasrani, hindu-budha, Yunani dan Persia.

 

      Pengaruh dari unsur agama Nasrani terlihat pada ajaran tasawuf yang mementingkan kehidupan zuhud dan parkir menurun dan juga para orientalis lainnya mengatakan bahwa kehidupan Suhud dalam ajaran tasawuf adalah pengaruh dari rahim Kristen begitu pula kehidupan akhir yang dilakukan oleh para sufi adalah merupakan salah satu ajaran yang terdapat dalam Injil dalam agama Nasrani diyakini bahwa Isa adalah orang fakir di dalam Injil dikatakan bahwa Isa berkata barang beruntunglah kamu orang-orang miskin karena lagi Kamulah Kerajaan Allah, beruntunglah kamu orang lapar karena kamu akan kenyang pengaruh dari ajaran Nasrani.

Goldziher juga mengatakan bahwa ajaran tasawuf banyak dipengaruhi oleh ajaran Buddha yang mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Budha serta Gautama. Dengan konsep Ibrahim Adam yang meninggalkan kemewahan sebagai putra mahkota. Goldziher mengatakan para sufi belajar menggunakan tasbih sebagaimana yang digunakan oleh para pendeta Buddha begitu juga budaya etis asketis serta abstraksi intelektual adalah pinjaman dari buddhisme. Untuk selanjutnya ada juga teori yang mengatakan bahwa tasawuf juga dipengaruhi oleh unsur Yunani menurut Abuddin Nata, bahwa metode berfikir filsafat yang ingin berhubungan dengan Tuhan Hal ini terlihat dari pikiran al-Farabi Al Kindi Ibnu Sina tentang filsafat jiwa demikian juga uraian ajaran tasawuf yang dikemukakan oleh Abu Yazid Al hallaj, Ibnu Arab,i Raw Ardi dan lain-lain.

 

2.4 Kehidupan Tasawuf Nabi Muhammad SAW

      Kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya adalah kehidupan sufi yang murni dan menjadi inti dari kehidupan Islam yang sebenarnya. Kehidupan tasawuf  Nabi Muhammad SAW dibagi menjadi dua fase, yaitu kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat sebagai Rasul dan kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW setelah diangkat sebagai Rasul 

2.4.1 Kehidupan Tasawuf Sebelum Diangkat sebagai Rasul[9]

         Kehidupan tasawuf Nabi Muhammad sebelum diangkat sebagai rasul dibagi menjadi dua pendapat :

Pertama, Pertumbuhan tasawuf pada mulanya dapat dipandang ketika Nabi Muhammad SAW suka menyendiri, berkhalwat atau bertahanuts di Gua Hira. Di Gua Hira beliau melatih diri untuk menjauhi keramaian hidup, menghindari kelezatan dan kemewahan dunia, bertekun, berjihad, tafakkur, berfikir, menghindari makan dan minum yang berlebihan, dan memperhatikan keadaan alam dan susunannya, memperhatikan segala-galanya dengan mata hatinya. Kehidupan tasawuf pada diri Nabi Muhammad SAW tersebut membuat kalbu beliau menjadi jernih dan menjadi pengantar terhadap kenabian beliau, sehingga cahaya kenabian dalam diri beliau menjadi kuat. Keadaan ini berlangsung hingga Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama dan Nabi Muhammad SAW diangkat oleh Allah sebagai Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun pertama kenabian.

      Dengan diangkatnya Nabi Muhammad menjadi Rasul, maka Nabi Muhammad mengemban amanat Allah untuk menyelamatkan umat manusia dari lembah kejahilan dan kesesatan dalam mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Demikian juga dengan wahyu yang diturunkan, Rasulullah dapat mebenahi masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat yang maju sesuai dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia.

      Tahannuts  Nabi Muhammad SAW di dalam Gua Hira’ menjadi cikal bakal kehidupan yang nantinya akan dihayati para sufisme, dimana mereka menetapkan dirinya sendiri di bawah berbagai latihan rohaniah, seperti sirna ataupun fana di dalam munajat dengan Allah, sebagai buah dari khalwat. Manfaat dari jalan yang ditempuh para sufi mengikuti tahannuts  Nabi Muhammad SAW di dalam gua Hira menurut Imam Ghazali:[10]

1.      Pemusatan diri dalam beribadah dan berfikir.

2.      Mengakrabkan diri di dalam munajat dengan Allah dengan menghindari perhubungan diantara para makhluk.

3.      Menyibukkan diri dengan menyingkapkan rahasia-rahasia Allah tentang persoalan dunia dan akhirat maupun kerajaan langit dan bumi.

Kedua, Tahannuts Nabi Muhammad SAW  tidak dapat dijadikan awal tasawuf Islam karena terjadi sebelum Al-Qur’an diturunkan. Hanya perikehidupan Rasul setelah turun Al-Qur’anlah yang dapat dipandang sebagai awal tasawuf Islam. Tahannuts Rasulullah di Gua Hira’ memang untuk memusatkan rohani, tetapi karena hal itu bukan dari ajaran Allah yang diturunkan setelah datangnya syari’at Islam, maka tahannuts Rasul tersebut tidak dapat dijadikan sumber tasawuf Islam.

2.4.2 Kehidupan Tasawuf  Setelah Diangkat sebagai Rasul[11]

        Setelah Nabi Muhammad menjadi Rasul Allah, mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari kotoran-kotoran syirik dan nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah. Pada fase ini ditandai dengan askestisme serta pembatasan diri dalam makan maupun minum, dan penuh makna-makna rohaniah yang merupakan sumber kekayaan bagi para sufi. Nabi Muhammad SAW selalu mewajibkan diri tetap dalam keadaan sederhana, banyak beribadah dan shalat tahajud. Keadaan ini berlangsung sampai turunnya cegahan di dalam Al-Qur’an dalam firman-Nya  “Thaha! Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah” (Qs. Thaha: 1-2).

Berikut ini merupakan perihidup tasawuf Nabi Muhammad SAW dengan iman dan ketabahan yang kuat yang menjadi suri teladan kaum shufi:[12]

·                     Ketika perjuangan baru dimulai, tulang punggung perjuangan dakwahnya wafat, yaitu Abu thalib dan Khadijah. Beliau terima segalanya dengan tabah dan tenang.Kemudian pergi ke Thaif, sesampai disana dakwahnya ditolak dan pulang membawa luka dan derita. Beliau meneruskan perjalanan di tengah-tengah kepungan umat yang jahil itu. Maka beliau terima segalanya dengan tabah.

·                     Pada suatu waktu beliau datang ke rumah Aisyah, ternyata di rumah tidak ada apa-apa. Beliau terima dengan sabar, ia kerjakan puasa sunat. Beliau kemudian pergi ke masjid bertemu dengan Abu Bakar dan Umar, beliau bertanya: “Apakah gerangan dengan Anda berdua datang ke masjid?” kedua sahabat tadi menjawab: “Menghibur lapar,” beliaupun mengatakan: “Aku pun keluar untuk menghibur lapar”.

·                     Sahabat Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Abdullah bin Mas’ud, Abu Zar, pernah berhimpun di rumah Usman bin Mazh’un Al-Jumahy. Mereka bermusyawarah untuk berpuasa siang hari, tidak tidur di kasur, tidak memakan daging dan lemak, tidak mendekati isteri, tidak memakai minyak wangi, akan memakai wool kasar, akan meninggalkan dunia, akan mengembara di muka bumi dan ada diantara mereka yang bercita-cita akan memotong kemaluannya. Musyawarah itu terdengar kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW berkata: “Sesungguhnya aku tidak menyuruh yang demikian. Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah beribadah pada malam hari dan tidur, karena aku bangun beribadah pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, aku makan daging dan lemak, aku datangi perempuan-perempuan. Barangsiapa tidak suka kepada sunnahku itu maka tidaklah dia termasuk sebagian dari umatku”.

 

Pokok-pokok corak kehidupan kerohanian Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu sumber tasawuf disimpulkan sebagai berikut:

Ø    Zuhud

Beliau mengajarkan bahwa kekayaan yang sebenarnya bukanlah kekayaan harta benda melainkan kekayaan rohaniah. Beliau tidak memiliki harta kekayaan padahal sebenarnya bisa memilikinya jika beliau mau.Beliau tidak tertarik karena memandang nilai rohani lebih tinggi kedudukannya.

       Kehidupan yang demikianlah beliau anjur-anjurkan pula kepada ummatnya. Rasulullah bersabda: “Zuhudlah terhadap dunia, supaya Tuhan mencintaimu. Dan Zuhudlah pada yang ada ditangan manusia supaya manusiapun cinta akan engkau”. (Diriwayatkan Ibnu Maja, Tabrani dan Baihaqi).

1.Hidup sederhana

Dalam kehidupan sehari-hari tercermin kesederhanaan beliau dalam alas tidur, pakaian dan makanan. Alas tidur beliau sendiri terdiri dari kulit berisi sabut. Bahkan terkadang tidur di atas tikar yang berbekas pada pinggangnya. Pilihan Rasulullah tersebut dilatarbelakangi oleh keimanan yang sempurna bahwa dunia hanyalah tempat tinggal sementara, bukan untuk selama-lamanya.

Dari segi pakainnya begitu sederhananya Rasulullah tidak suka memakai kain dari bulu domba di segala waktu .Aisyah pernah memperlihatkan sehelai pakaian nabi yang kasar yang dipakai beliau pada detik-detik hayatnya yang terakhir.

Demikian juga dalam makan, amat sederhana sekali, seperti sekerat roti ataupun sebiji tamar seteguk air. Beliau banyak berpuasa dan tidak makan kecuali lapar, dan kalaupun makan tidak sampai kenyang.

2.Bekerja keras

Hidup sederhana yang dicontohkan Rasul bukan lahir dari kemalasan.Nabi yang menyuruh bekerja keras untuk memenuhi hajat hidup dan kelebihan rezeki yang diperoleh dari susur keringat itu untuk kepentingan infak di jalan Allah. Nabi pernah menandaskan :

إِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا. وَاعْمَلْ لِأّخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا

Artinya : “Bekerjalah untuk duniamu, seoalah-olah engkau akan hidup selamanya    dan bekerjalah untuk khiratu seakan-akan engau akan mati esok hari”.

 

2.4.4 Praktik (Akhlak) Tasawuf Nabi Muhammad SAW[13]

 

Nabi Muhammad SAW adalah contoh dari suri tauladan yang paling baik dalam tingkah laku (akhlak). Nabi menjelaskan dalam salah satu sabdanya, bahwa manusia yang paling baik ialah yang paling baik perangainya. Dalam hubungan ini bukan hanya tingkah laku lahir saja, melainkan juga sikap batin hendaknya selalu terkontrol dan cenderung kepada jalan kebaikan dan kebajikan.

Praktik tasawuf Nabi Muhammad SAW adalah berakhlak mulia yang selalu beliau terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Cerita dari Sa’id bin Hisyam: “Aku datang menemui  A’isyah ra, lalu kutanyakan tentang akhlak Rasulullah SAW”. A’isyah ra  menjawab: “Bisakah engkau membaca Al-Qur’an?”. Kataku: “Bisa!”. Ujar beliau: “Akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al-Qur’an. Allah ridho bersama keridlaan beliau, dan Allah niscaya marah bersama kemarahan beliau”.

Keluhuran akhlak Rasulullah SAW itu tidaklah dibuat-buat sebagaimana firman Allah : Katakanlah  (Hai Muhammad), aku  tidak meminta upah sedikitpun atas dakwahku padamu, dan bukanlah aku termasuk orang yang mengada-ada”. Atau “Katakanlah, Hai Muhammad!, aku tidaklah mengada-ada akhlakku yang tampak pada kalian”. Sebab sesuatu yang diada-ada itu tidak akan tahan lama. Bahkan dengan cepat akan kembali pada tabiatnya yang asli.

Sabda Rasulullah SAW: “Tuhanku yang mengajariku tata karma, sehingga tata kramaku benar-benar sempurna”. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Allah memerintahkan beliau bergaul baik dengan oran yang memboikotnya, mengasihi orang yang mencegahnya, dan mengampuni orang yang menganiayanya.

Diantara praktik tasawuf Nabi Muhammad SAW ialah :[14]

A.    Kasih sayang terhadap semua makhluk.

Allah berfirman : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, sangat belas kasih dan penyayang terhadap orang-orang Mukmin. Setelah turunnya wahyu kepada beliau, Khadijah ra berkata: “Bergembiralah, Allah sama sekali tidak membuatmu sedih. Engkau selalu mengikat kekeluargaan, menanggung orang lemah dan anak yatim, membiayai orang miskin, menghormati tamu, dan membantu orang-orang yang butuh.

Nabi pun dikenal begitu baik dalam pergaulan dengan orang lain yang mengenai hal ini Ali bin Abu Thalib berkata: “Beliau adalah orang yang paling lapang dada, kata-katanya paling bisa dipercaya, tata kramanya paling halus, dan keluarganya adalah yang paling mulia. Beliau selalu bergaul, bersenda gurau, dan berbincang-bincang dengan para sahabatnya. Bahkan beliau sangat menyayangi anak-anak kecil, selalu memenuhi orang yang mengundangnya, selalu mengunjungi orang sakit, dan selalu menerima permintaan maaf”

Diriwayatkan bahwa pada saat terjadi perang Uhud dan wajah beliau tampak begitu kelam melihat apa yang dialamai para sahabatnya, maka kata para sahabat : “Berdoalah, ya Rasulullah, semoga mereka (para musuh) tertimpa kekalahan”. Jawab beliau: “Aku tidak diutus sebagai pencaci maki, tapi aku diutus sebagai penyeru dan pemberi rahmat. Ya Tuhanku, berilah kaumku petunjuk, sesungguhnya mereka tidak tahu”.

v  Rendah hati

Diriwayatkan bahwa suatu ketika seseorang datang mengunjungi beliau. Namun begitu orang tersebut bertemu dengan beliau, dia lalu menggigil saking takutnya melihat beliau. Maka Nabi pun bersabda kepada orang itu : “Kenapa kamu ketakutan? Aku bukan seorang raja. Aku hanya anak seorang putra suku Quraisy, yang makanya pun daging dikeringkan (makanan orang-orang miskin ketika itu).

v  Beribadah

Diriwayatkan bahwa A’isyah  melihat Rasulullah begitu lama mengerjakan shalat malam, A’isyah ra berkata kepada Beliau: “Wahai Rasulullah, mengapa ini kau lakukan, bukankan Allah telah mengampuni segala dosamu, baik yang lalu ataupun yang akan datang?”. Rasulullah menjawab: “Tidaklah aku bersenang menjadi seorang hamba yang syukur?”. Ai’syah meriwayatkan: “Dalam 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau meninggal dunia, beliau i’tikaf di masjid. Setelah beliau meninggal dunia, isteri-isterinya pun selalu i’tikaf. Abu Hurairah ra meriwayatkan: “Pada tahun menjelang Nabi meninggal dunia, pada bulan Ramadhan, beliau I’tikaf selama dua puluh hari”.

Pola kehidupan Rasulullah menjadi dasar utama bagi para ulama tasawuf. Misalnya, dalam sehari semalam Rasulullah selain ibadah shalat fardhu, Nabi juga sholat Tahajud tidak kurang dari sebelas rakaat dan setiap sujud lamanya sama dengan lamanya sahabat membaca lima puluh ayat sampai membengkak kedua telapak kaki beliau, beristighfar minimal 70 kali, Puasa Daud, shalat Rawatib serta Dhuha yang tidak kurang dari delapan rakaat dengan penuh khusyu’ dan thuma’ninah secara rutin. Dalam munajat kepada Allah SWT, maka perasaan khauf dan raja’ Rasulullah selalu mengucurkan air mata sebagai tanda ucapan syukur terhadap Allah SWT. Namun semua ibadah dilakukan dengan memperhitungkan kemampuanannya dan jangan sampai memaksa-maksa diri.

v  Pemalu

Sikap pemalu Nabi Muhammad SAW adalah suatu keutamaan moral yang esensial dalam Islam. Diriwayatkan bahwa Abu Sa’id al-Khudri berkata: “Nabi lebih pemalu daripada para gadis pingitan. Kapan beliau sedang tidak menyenangi sesuatu, kita bisa ketahui itu dari wajahnya”. Dalam firman Allah: “Sesungguhnya yang begitu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar). Menurut Nabi Muhammad SAW “Malu itu sebagian dari iman”. “Setiap agama memiliki moral. Dan moral Islam adalah malu”.

v  Gemar memberi / menderma

Diriwayatkan dari Jabir bahwa beliau berkata :”Tidak pernah sama sekali Nabi Muhammad SAW ketika beliau dimintai sesuatu, lalu berkata :”Tidak!”. Beliau selalu memenuhi apa yang dimintai seseorang kalau beliau mempunyai. Kalau tidak begitu, beliau berjanji akan memberikannya kapan beliau telah mempunyainya”. Karena itu Hasan ibn Tsabit dalam mudahnya berkata: “Kecuali dalam syahadat, kata ‘tidak’ anti terucap olehnya. Andai tiada Syahadat, kata ‘tidak’ anti terdengar darinya”.

Seorang sahabat mengikhtisarkannya sebagai berikut : “Rasulullah SAW adalah seorang manusia lemah lembut, tidak bersikap keras ataupun kasar, tidak pembual, tidak suka berbuat keji, tidak suka mencari cacat-cacat orang lain, bahkan tidak mabuk pujian. Beliau selalu berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya, dimana beliau tidak pernah putus asa mengusahanakannya”. Selain itu beliau telah menanggalkan tiga hal dari dirinya sendiri, yaitu riya’, sifat angkuh, dan hal-hal yang tidak beliau ingini. Lebih jauh lagi, beliau menanggalkan tiga hal untuk manusia, yaitu beliau tidak mencela atau  menghina orang lain, beliau tidak mencari-cari kejelekan orang lain, dan beliau tidak memperbincangkan sesuatu selain yang bermanfaat.Patokan Nabi Muhammad SAW tentang pandangan hidup adalah “dunia boleh dimanfaatkan, tetapi jangan terpengaruh oleh godaannya. Orang yang mengingkari patokan di atas adalah orang yang sesat dan bukan termasuk ummat Muhammad”.Nabi Muhammad SAW tidak membenci dunia, tetapi beliau tidak mau terpengaruh oleh urusan dunia.

 

2.4.5 Kondisi Religius Tasawuf Nabi Muhammad SAW[15]

Kondisi religius tasawuf Nabi Muhammad SAW dapat dibuktikan melalui pendapat-pendapat beliau yang serat makna, yang dari situ para sufi menyimpulkan dan mengembangkannya dalam bentuk teori-teori intuitif dengan berlandaskan penderitaan serta pengamalan langsung, diantaranya ialah sabda yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW :

وَاللَّهِ إِنِّيْ لَأَسْتَغْفِرُاللَّهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً. (رواه البخارى)

Artinya: Demi Allah, aku memohon ampunan kepada Allah dalam sehari semalam tak kurang dari tujuh puluh kali. (H.R. al-Bukhari).

Nabi juga menyeru, sebagaimana sabdanya : “Jauhilah kelezatan hidup di dunia, Allah akan mencintaimu. Dan jauhilah apa yang ada ditangan orang banyak, orang-orang akan mencintaimu”. Dan sabdanya : “Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba-Nya, niscaya Allah membuatnya paham terhadap agama, menghindarkannya dari hal-hal yang keduniawian, dan menunjukkan cela-celanya”. Lebih jauh lagi beliau pun bersabda: “Apabila engkau melihat seseorang menjauhi hal-hal yang duniawi, dekatilah dia, sebab dia memberikan hikmah”.

Adapun makna syukur maupun sabar, dan makna-makna rohaniah yang terkandung dalam keduanya, Nabi bersabda :”Kesucian adalah separuh dari keimanan. Syukur kepada Allah akan memenuhi neraca. Tasbih dan Tahmid akan memenuhi apa yang di antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, shadaqah adalah bukti, dan sabar adalah sinar.”

Lebih jauh lagi Nabi pun menganjurkan kita untuk bertawakkal serta menerima ketentuan Allah, sebagaimana sabdanya : “Jagalah Allah, maka engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah tatkala engkau dalam kecukupan, niscaya Dia akan mengenalimu tatkala engkau dalam kesulitan. Ketahuilah apa yang membuatmu keliru, dan yang menimpamu itu tidaklah untuk membuatmu keliru. Ketahuilah, kemenangan menyertai kesabaran, kecukupan menyertai kesusahan, dan kesulitan menyertai kemudahan”.

Sebagian doa Nabi juga mengandung makna-makna mistis, misalnya doa beliau :”Ya Tuhan, kepada-Mu aku berserah diri. Dengan-Mu aku beriman.Kepada-Mu aku bertawakkal serta bersesal diri. Dan karena-Mu aku berperang”. “Ya Tuhan, jadikanlah aku orang yang selalu bersyukur. Jadikanlah aku orang yang sabar. Dan jadikanlah aku kecil dimataku tapi besar dimata orang lain”. “Ya Tuhan, tolonglah aku dengan ilmu pengetahuan. Hiasilah aku dengan kesabaran. Muliakanlah aku dengan taqwa. Dan indahkanlah diriku dengan kesehatan”. “Ya Tuhan, aku memohon kepada-Mu kesehatan, keterlepasan dari dosa, kepasrahan, akhlak yang baik, dan ridha dengan ketentuan”.

Semua ini menjadi gambaran bahwa Nabi Muhammad SAW mementingkan kerohanian dan kehidupan spiritual yang menjadi teladan dan menarik perhatian ahli-ahli tasawuf. Tidak syak lagi bahwa Nabi adalah tipe ideal bagi seluruh kaum Muslimin, termasuk pula bagi para sufi. Ini sesuai dengan firman Allah: “Sesungguhnya, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah serta (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.

Oleh karena itu, tasawuf para sufi menunjukkan secara jelas adanya kecenderungan-kecenderungan askestisnya serta makna-makna moralnya, seperti tingkatan serta keadaan dan buah-buah rohaniahnya, muncul dan mendapat sumber materinya yang pertama dari kehidupan tasawuf,  praktik, dan kondisi religius Rasulullah SAW.

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1   KESIMPULAN

Sufisme atau tasawuf adalah gerakan islam yang mengajarkan ilmu cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun lahir dan batin serta untuk memperoleh kebahgiaan yang abadi. Tasawuf pada mulanya merupakan zuhud dalam islam dan melahirkan tradisi mistisme islam. sumber utama ajaran tasawuf adalah bersumber dari al-Quran dan al-Hadits. Al-Quran adalah kitab yang didalamnya ditemukan sejumlah ayat yang berbicara tentang inti ajaran tasawuf. Dua hadis populer yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan juga sebuah hadis yang menyatakan: ‘Siapa yang kenal pada dirinya, niscaya dengan Tuhannya’ adalah menjadi landasan yang kuat bahwa ajaran-ajaran tasawuf tentang masalah rohaniah bersumber dari Islam. Teori Ignaz Goldziher mengatakan bahwa tasawuf sebagai salah satu warisan ajaran dari berbagai agama dan kepercayaan yang mendahului yang bersentuhan dengan Islam. Bahkan berpendapat bahwa beberapa ide al-Quran juga merupakan hasil pengolahan agama dan kepercayaan lain unsur agama dan kepercayaan lain selain Islam itu adalah unsur pengaruh dari agama Nasrani, hindu-budha, Yunani dan Persia.

      Kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya adalah kehidupan sufi yang murni dan menjadi inti dari kehidupan Islam yang sebenarnya. Nabi Muhammad adalah suri tauladan tentang akhlak dan perilaku beliau yang selalu teratur dan tidak keluar dari ajaran yang diajarkan oleh Allah. Segala perilaku yang beliau tampilkan adalah gambaran tentang tasawuf secara alami.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

‘BUKU AJAR AKHLAK TASAWUF - Siti Rohmah - Google Buku’ <https://books.google.co.id/books/about/BUKU_AJAR_AKHLAK_TASAWUF.html?hl=id&id=aGo1EAAAQBAJ&redir_esc=y> [accessed 30 March 2022]

‘Ilmu Kalam, Filsafat, Dan Tasawuf - H. Abuddin Nata - Google Buku’ <https://books.google.co.id/books/about/Ilmu_Kalam_Filsafat_dan_Tasawuf.html?hl=id&id=Bk5WEAAAQBAJ&redir_esc=y> [accessed 30 March 2022]

‘Tasawuf Pada Masa Nabi | Naviaismintari’ <https://naviaismintari.wordpress.com/2016/06/04/tasawuf-pada-masa-nabi/> [accessed 30 March 2022]

 



[1] ‘Ilmu Kalam, Filsafat, Dan Tasawuf - H. Abuddin Nata - Google Buku’ <https://books.google.co.id/books/about/Ilmu_Kalam_Filsafat_dan_Tasawuf.html?hl=id&id=Bk5WEAAAQBAJ&redir_esc=y> [accessed 30 March 2022].

[2] ‘Ilmu Kalam, Filsafat, Dan Tasawuf - H. Abuddin Nata - Google Buku’.

[3] ‘BUKU AJAR AKHLAK TASAWUF - Siti Rohmah - Google Buku’ <https://books.google.co.id/books/about/BUKU_AJAR_AKHLAK_TASAWUF.html?hl=id&id=aGo1EAAAQBAJ&redir_esc=y> [accessed 30 March 2022].

[4] ‘BUKU AJAR AKHLAK TASAWUF - Siti Rohmah - Google Buku’.

[5] ‘BUKU AJAR AKHLAK TASAWUF - Siti Rohmah - Google Buku’.

[6] ‘BUKU AJAR AKHLAK TASAWUF - Siti Rohmah - Google Buku’.

[7] ‘BUKU AJAR AKHLAK TASAWUF - Siti Rohmah - Google Buku’.

[8] ‘BUKU AJAR AKHLAK TASAWUF - Siti Rohmah - Google Buku’.

[9] ‘Tasawuf Pada Masa Nabi | Naviaismintari’ <https://naviaismintari.wordpress.com/2016/06/04/tasawuf-pada-masa-nabi/> [accessed 30 March 2022].

[10] ‘Tasawuf Pada Masa Nabi | Naviaismintari’.

[11] ‘Tasawuf Pada Masa Nabi | Naviaismintari’.

[12] ‘Tasawuf Pada Masa Nabi | Naviaismintari’.

[13] ‘Tasawuf Pada Masa Nabi | Naviaismintari’.

[14] ‘Tasawuf Pada Masa Nabi | Naviaismintari’.

[15] ‘Tasawuf Pada Masa Nabi | Naviaismintari’.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Akhlak Dan Tasawuf || ASAL USUL DAN MANFAAT TASAWUF"

Posting Komentar