Makalah Fiqih || Wakaf
Segala puji bagi Allah SWT
yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami mengucapkan syukur
kepada Allah SWT atas nikmat-Nya, baik itu berupa kesehatan fisik maupun akal
pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas dari mata kuliah Fiqih. Makalah ini membahas mengenai Wakaf.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman di dalam penulisan makalah
ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi agar makalah ini mampu berguna serta
bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait dengan
judul makalah ini.
Bandar Lampung, November 2021
Kelompok
12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sumber utama
institusi wakaf adalah Alquran. Walaupun dalam Alquran, kata wakaf yang
bermakna memberikan harta tidak ditemukan sebagaimana zakat, tetapi merupakan
interprestasi ulama mujtahid terhadap ayat-ayat yang membicarakan pendermaan
harta berupa sedekah dan amal jariah.
Diantara ayat-ayat
tersebut; QS. Ali Imran (3) : 92 dan QS. Al-hajj (22) : 77, para ulama memahami
ayat-ayat tersebut sebagai ibadah wakaf. Diantara mufassir itu ditemukan dalam
Tafsir Al-Manar karangan Muhammad Rasyid Ridha. Kendatipun di dalam Alquran
terdapat kata-kata wakaf ditemui sebanyak empat kali; yaitu pada QS. Al-an’am
(6) : 27 dan 30, QS. Saba’ (34) : 31, QS. Al-saffat (37) : 24, tetapi wakaf
dalam ayat-ayat tersebut bukan bermakna wakaf sebagai pemberian. Tiga ayat
pertama berarti mengedepakan sedangkan ayat keempat bermakna berhenti atau
menahan. Konteks pembicaraan dalam ayat ini adalah proses ahli neraka yang akan
dimasukkan kedalam neraka. Meski demikian, Alquran dapat dikatakan sebagai
sumber utama perwakafan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka
dapat ditarik beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan. Adapun perumusan
masalah yang hendak dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian wakaf ?
2. Apa saja sumber hukum wakaf ?
3. Apa saja macam macam wakaf ?
4. Bagaimana pengelolaan dan pengembangan aset wakaf di indonesia ?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa arti dari wakaf
2. Untuk mengetahui apa saja sumber hukum wakaf
3. Untuk mengetahui apa saja macam macam wakaf
4. Untuk mengetahui pengelolaan dan pengembangan aset wakaf di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Wacf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal Kata “Wakafa” berarti
“menahan” atau “berhenti”
atau “diam di tempat”. Kata
“Wakafa Yaqifu Waqfan” sama
artinya
dengan “Habasa Yahbisu Tahbisan” Artinya mewakafkan.Disebut
menahan karena wakaf ditahan
dari
kerusakan, penjualan dan
semua
tindakan yang tidak sesuai tujuan wakaf.
Selain itu dikatakan
menahan Juga karena
manfaat dan hasilnya
ditahan dan dilarang bagi siapapun selain Dari orang-
orang yang berhak atas wakaf tersebut.
Menurut istilah syara‟,
Muhammad Jawad Mughniyah dalam
bukunya Al-Ahwalus-Syakhsiyah menyebutkan bahwa
wakaf adalah Suatu bentuk pemberian
yang menghendaki penahanan asal harta
dan Mendermakan
hasilnya pada jalan yang
bermanfaat.Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam Memberi pengertian wakaf.
Perbedaan tersebut membawa
akibat yang berbeda Pada
hukum yang ditimbulkan.
Definisi
wakaf menurut ahli fiqh adalah
Sebagai berikut :
1. Imam Abu Hanifah mengartikan wakaf sebagai menahan suatu benda yang Menurut
hukum tetap milik
si waqif dalam rangka
mempergunakan
Manfaatnya untuk kebajikan. Definisi
wakaf tersebut menjelaskan bahwa Kedudukan
harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti
di tangan waqif itu Sendiri.
Dengan artian, waqif
masih menjadi pemilik
harta yang Diwakafkannya, bahkan diperbolehkan menarik kembali dan menjualnya.
2. Madzhab Maliki berpendapat, wakaf itu tidak melepaskan
harta yang Diwakafkan dari kepemilikan waqif, akan
tetapi wakaf tersebut mencegah Waqif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas
Harta tersebut kepada yang lain dan waqif berkewajiban menyedekahkan Manfaatnya serta
tidak
boleh menarik kembali wakafnya.
Maka dalam hal Ini wakaf tersebut mencegah waqif
menggunakan
harta
wakafnya selama
Masa
tertentu
sesuai dengan keinginan waqif
ketika mengucapkan akad
(sighat).
3. Syafi‟i dan Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa
wakaf adalah Melepaskan harta
yang diwakafkan dari kepemilikan waqif, setelah Sempurna prosedur perwakafan.
Maka dalam hal ini
wakaf secara
otomatis memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh waqif untuk diserahkanKepada nadzir yang dibolehkan oleh syariah,
dimana selanjutnya harta
Wakaf itu
menjadi milik
Allah Jadi pengertian
wakaf dalam syari‟at Islam jika
dilihat dari
perbuatan Orang yang mewakafkan dapat dikatakan bahwa wakaf ialah
suatu perbuatan Hukum dari
seseorang yang dengan sengaja memisahkan atau mengeluarkan Harta
bendanya untuk digunakan manfaatnya
bagi
keperluan di jalan Allah atau Dalam jalan kebaikan.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah
harta
yang diwakafkan
Kepada orang yang berhak dan
dipergunakan
sesuai dengan ajaran syariah Islam
B.
Sumber Sumber Wakaf
Hukum wakaf adalah
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan wakaf. Wakaf merupakan
salah satu istilah yang sangat dekat dengan agama Islam.
·
Hukum Wakaf
Istilah wakaf berasal dari
bahasa Arab, yakni waqafa yang berarti berhenti, menahan, atau diam. Sedangkan
menurut jumhur ulama mazhab Syafi’i, wakaf berarti istilah untuk menahan harta
yang manfaatnya dapat diambil secara tetap, serta untuk dipergunakan pada
hal-hal yang bernilai ibadah.
Berdasarkan firman Allah SWT
yang tercantum pada surah Albaqarah ayat 267, Alhajj ayat 77, dan Ali Imran
ayat 92, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum wakaf adalah sunnah. Sedangkan di
Indonesia, dasar hukum wakaf sendiri telah diatur dalam undang-undang tahun
2004 nomor 41 tentang wakaf.
·
Dasar Hukum Wakaf
Berdasarkan firman Allah SWT
yang tercantum pada surah Albaqarah ayat 267, Alhajj ayat 77, dan Ali Imran
ayat 92, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum wakaf adalah sunnah. Bahkan
menurut suatu riwayat dari Imam Muslim, dasar hukum wakaf adalah sunnah yang
sangat diutamakan sebab pahalanya akan terus mengalir bahkan sampai di alam
kubur. Sedangkan di Indonesia, dasar hukum wakaf sendiri telah diatur dalam
undang-undang tahun 2004 nomor 41 tentang wakaf.
·
Unsur Wakaf
Hukum wakaf diatur di
undang-undang nomor 4 tahun 2004 menyatakan bahwa setidaknya ada empat unsur
wakaf yang harus dipenuhi. Keempat unsur tersebut adalah
v
Wakif
Wakif merupakan pihak atau
orang yang mewakafkan harta benda miliknya.
v
Ikrar wakaf
Ikrar wakaf dibutuhkan sebagai pernyataan jelas dari
kehendak wakif yang ditunjukkan secara lisan dan atau tulisan kepada pihak
pengelola.
v
Nazhir
Harta benda yang diwakafkan
oleh wakif, selanjutnya akan diterima dan diurus oleh pengelola yang disebut
dengan Nazhir. Selain mengelola, nazhir juga bertanggung jawab untuk
mengembangkan harta benda tersebut sesuai kegunaannya.
v
Mauquf Alaih
Pihak terakhir yang juga diperlukan adalah mauquf alaih.
Disini mauquf alaih berperan sebagai pihak yang dipilih nazhir untuk memperoleh
manfaat dari harta benda yang telah diwakafkan sesuai dengan akta ikrar wakaf
yang berisikan pernyataan jelas kehendak wakif
C.
Macam Macam Wakaf
Wakaf merupakan salah satu bentuk sedekah yang paling beda
dari sedekah pada umumnya. Amalan ini seringkali disebut investasi akhirat
karena manfaat di dunia dan pahalanya kekal hingga jasadnya sudah tak berada di
Bumi.
Dari segi Fiqih Islam, ada 4
macam-macam wakaf yaitu ;
1. Berdasarkan Peruntukkan
Wakaf berdasarkan peruntukkan merupakan salah satu macam
wakaf yang dilihat dari segi kemanfaatannya. Jenis wakaf ini dibagi lagi
menjadi tiga, yaitu wakaf khairi, wakaf ahli, dan wakaf musytmusytarak.
Wakaf Khairi (kebajikan)
adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau
kemasyarakatan. Pihak yang memberikan barang wakaf (wakif) mensyaratkan bahwa
wakaf harus digunakan untuk menyebar manfaat jangka panjang, contohnya masjid,
sekolah, rumah sakit, hutan, sumur, dan bentuk lainnya untuk kesejahteraan
masyarakat. Lalu, wakaf ahli merupakan jenis wakaf yang kebermanfaatannya
ditujukan untuk keturunan wakif. Wakaf ini dilakukan oleh wakif kepada kerabat
atau keluarganya, contohnya kisah wakaf Abu Thalhah yang membagikan harta wakaf
untuk keluarga pamannya. Kemudian, wakaf musytarak merupakan wakaf yang manfaatnya
ditujukan untuk keturunan wakif dan masyarakat umum, contohnya yaitu yayasan
yang berdiri di atas tanah wakaf, pembebasan sumur pribadi untuk digunakan oleh
masyarakat luas.
2. Berdasarkan Harta
Berdasarkan harta yang dibagi
ke dalam 3 kelompok, yaitu benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang, dan
benda bergerak berupa uang. Contoh wakaf benda tidak bergerak yaitu tanah,
bangunan, kebun, sumur, dan benda tidak bergerak lainnya. Umumnya wakif
memiliki sertifikat tanah wakaf. Lalu, contoh wakaf benda bergerak selain uang
yaitu surat berharga, hak atas kekayaan intelektual, bahan bakar minyak, transportasi,
dan lain sebagainya.
Terakhir, wakaf benda
bergerak berupa uang. Seperti namanya, wakaf jenis tersebut merupakan wakaf
yang berbentuk tunai, seperti wakaf uang, wakaf saham, cash wakaf linked sukuk.
3. Berdasarkan Waktu
Yaitu Muabbad dan Mu'aqqot. Wakaf Muabbad merupakan jenis
wakaf waktu yang diberikan untuk jangka waktu selamanya. Wakaf jenis tersebut
tidak bisa diambil kembali oleh wakif saat ia sah memberikannya kepada
pengelola wakaf (nadzir) untuk dikelola. Lalu, Mu'aqqot merupakan wakaf
sementara yang dikelola nadzir hingga jangka waktu tertentu, misalnya 10 tahun.
Jenis harta wakaf ini akan dikembalikan nadzir kepada wakif setelah waktu yang
ditentukan berdasarkan ikrar wakaf. Cara kerja wakaf sementara seperti sistem
sewa, contohnya sebuah diwakafkan selama 10 tahun. Nadzhir mengelola lab
tersebut secara produktif hingga menghasilkan keuntungan yang dapat diberikan
kepada mauquf 'alaih atau penerima manfaat. Jika sudah 10 tahun, maka aset wakaf
dikembalikan kepada wakif.
4. Penggunaan Harta yang Diwakafkan
Berdasarkan Ilmu Fiqih,
terdapat dua jenis yaitu wakaf Ubasyir atau dzati.
Ubasyir atau dzati merupakan
harta wakaf yang dapat digunakan langsung untuk melayani masyarakat. Wakaf ini
berfokus agar masyarakat dapat menikmati fasilitas umum secara luas dan
berkelanjutan, contohnya sekolah, rumah sakit, atau fasilitas kesehatan seperti
ambulans. Berbeda halnya dengan Ubasyir, wakaf Mistitsmary merupakan harta
wakaf yang memiliki tujuan sebagai penanaman modal dalam produksi barang serta
pelayanan sesuai syariah Islam. Contohnya, yaitu wakaf saham syariah yang
berasal dari perusahaan yang tidak menjual barang haram dan merusak.
D.
Pengelolaan Dan Pengembangan Aset Wakaf
Di Indonesia, wakaf pada umumnya, berupa benda-benda
konsumtif, bukan barang-barang produktif. ini dapat dilihat pada masjid,
sekolah sekolah, panti asuhan, dan sebagainya. Ini di sebabkan karena beberapa
hal, diantaranya adalah:
tanah telah sempit di daerah-daerah lain, menurut hukum
adat dahulu hak milik perorangan atas tanah dibatasi oleh hak masyarakat dan
hukum adat, dan karna harta yang di wakafkan itu pada umumnya adalah barang-barang
konsumtif maka terjadi masalah pada biaya perawatannya untuk mengatasi
kesulitan itu, perlu dicari sumber dana tetap melalui wakaf produktif.
Wakaf di Indonesia telah dikenal dan dilaksanakan sejak
agama Islam masuk ke negara Indonesia pada pertengahan abad ke 13, walaupun
sebutan wakaf berbeda-beda karena banyaknya suku bangsa dan beragamnya bahasa
serta budaya daerah di Indonesia. Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama
yaitu untuk memberikan kemudahan pada masyarakat dalam melaksanakan segala kegiatan
khususnya beribadah. Berangkat dari fakta sejarah peradaban Islam setelah
mengupas tuntas pandangan Islam tentang hubungan dan manfaat wakaf yang
berkenaan dengan kasih sayang dan kebajikan, keadilan dan jaminan sosial yang
menyeluruh antara orang yang mampu dengan yang tidak mampu, hubungan antara
kelompok yang kaya dengan yang miskin, hubungan antara individu dan masyarakat,
hubungan antara pemerintah dan rakyatnya, dan hubungan antara sesama umat
manusia.
Tujuan wakaf mengandung segi positif bagi kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat karena dapat menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan
masyarakat, adanya pembinaan hubungan kasih sayang antara wakif dengan anggota
masyarakat, wakif mendapatkan kucuran pahala selama wakafnya dapat dimanfaatkan
oleh penerima wakaf atau masyarakat, sebagai sumber dana produktif karena bisa
dimanfaatkan untuk masa yang lama. Wakaf tidak akan valid sebagai amal jariyah
kecuali setelah benar-benar pemiliknya menyatakan asset yang diwakafkannya
menjadi asset publik dan ia bekukan haknya untuk kemaslahatan umat. Wakaf tidak
akan bernilai amal jariyah (amal yang senantiasa mengalir pahala dan
manfaatnya) sampai benarbenar didayagunakan secara produktif sehingga
berkembang atau bermanfaat tanpa habis aset pokok wakafnya.“Wakaf menahan harta
yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak
melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan atau
mewariskannya) untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada.” (Fatwa MUI tanggal 11 Mei 2002).
Perkembangan Pengelolaan
Wakaf di Beberapa Negara Muslim
a)
Malaysia, Perkembangan wakaf
di Malaysia masih cenderung sagnan. Karena wakaf memilik dua model yaitu ‘am
dan khas. Cenderung lebih banyak wakaf khas sehingga tidak berkembang.
b)
Mesir, Ada badan Wakaf yang
didirikan oleh Negara dan sepenuhnya bertugas membuat perencanaan, mengelola,
mendistribusikan hasil wakaf dan menyampaikan laporan kepada Masyarakat.
c)
Arab Saudi, didirikan oleh
kerajaan Arab Saudi sebuah departemen wakaf. Pada Makkah dan Madinah wakaf
dikelola secara khusus. Tanah wakaf disekitar madinah dan makkah didirikan
hotel dan hasilnya untuk merawat aset-aset penting dan disalurkan kepada yang
memerlukan.
d)
Bangladesh, Menurut
penelitian MA Mannan, wakaf di Bangladesh menjadi masalah karena hasil dari
wakaf itu sendiri tidak cukup sebagai baiya memilihara harta wakaf. Bahkan
adanya wakaf keluaraga semakin mempersulit status dan pengelolaan.
Berdasarkan permasalahan di atas, manfaat yang ingin dicapai
dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a) Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
ilmu hukum terkait dengan wakaf.
b) Diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran bagi usaha pengaturan, penataan,
peningkatan, pembinaan, pengolahan dan pengawasan perwakafan di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a) Memberikan pengetahuan bagi penulis mengenai pokok masalah yang dibahas
dalam penelitian ini.
b) Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis dan sistematis
bagi penulis dalam membuat sebuah karya tulis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Barang
wakaf tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. maka barang yang diwakafkan
tidak boleh diganti. namun persoalannya akan lain jika misalnya barang wakaf
itu tadi sudah tidak bisa dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga
atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. artinya hasil jualnya dibelikan
gantinya. dalam keadaan seperti ini mengganti barang wakaf diperbolehkan.
Banyak
sekali hikmah dan manfaat Dari wakaf, bagi kehidupan orang banyak yaitu
Mendidik manusia untuk bersedekah dan selalu mengutamakan kepentingan umum di
atas kepentingan pribadi. Membantu, mempercepat perkembangan agama Islam, baik
sarana, prasarana umum berbagai perlengkapan yang diperlukan dalam pengembangan
agama. Dapat membantu dan mencerdaskan masyarakat, misalnya Wakaf buku,
Al-Quran dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
Rachmandi Usman, 2009, Hukum Perwakafan
di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.77.
Imam Suhadi, 2002, Wakaf
Untuk Kesejahteraan Umat, Dana Bhakti Prima yasa, Yogyakarta, h.2.
Ali, M. D. (1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta:
UI-Press.
Amin, M., Sam, M. I., AF., H., Hasanuddin, & Sholeh, A. N. (2011).
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975. Jakarta: Erlangga.
Mahfud, R. (2010). Al-Islam. Jakarta: Erlangga.
Suryana, A. T., Alba, C., Syamsudin, E., & Asiyah, U. (1996).
Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Tiga Mutiara.
Syamsuri. (2004). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga.
0 Response to "Makalah Fiqih || Wakaf"
Posting Komentar