Makalah Pengantar Ekonomi Islam || Bunga vs Bagi Hasil

 KATA PENGANTAR

 

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya, baik itu berupa kesehatan fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pengantar Ekonomi Islam. Makalah ini membahas mengenai Bunga VS Bagi Hasil.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman di dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi agar makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait dengan judul makalah ini.

 

Bandar Lampung, 26 November 2021

 

 

Kelompok 1

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. ii

BAB I. 1

PENDAHULUAN.. 1

A.     Latar Belakang. 1

B.     Rumusan Masalah. 2

C.     Tujuan Masalah. 2

BAB II. 3

PEMBAHASAN.. 3

A.     Pengertian Bunga dan Riba. 3

B.     Teori Bunga. 4

C.     Dasar Hukum Larangan Riba. 5

D.     Teori Bagi Hasil dan Faktornya. 6

c.      Penerapan Bagi Hasil Pada Bank Syariah. 10

BAB III. 11

PENUTUP. 11

A.     Kesimpulan. 11

DAFTAR PUSTAKA.. 12


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Bunga merupakan instrumen utama bank konvensional. Investasi dan kerjasama pembiayaan pada bank konvensional selalu diukur oleh seberapa besar bunga yang ditawarkan oleh bank kepada investor. Semakin besar bunga yang ditawarkan pada produk tabungan dan deposito, maka semakin besar pula minat masyarakat menjadi nasabah bank atau sebagai penanam modal (investor).[1] Semakin rendah bunga yang ditawarkan pada produk pembiayaan dan kredit, semakin besar pula minat masyarakat untuk mengajukan pembiayaan dan kredit ke bank konvensional. Penawaran menggiurkan kepada masyarakat agar mereka terlilit hutang tanpa sadar.[2]

Sistem pembungaan merupakan sistem yang sangat sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat dipandang lebih simpel dan praktis daripada logika bagi hasil. Sampai saat ini sistem bunga masih mendominasi pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan, koperasi, asuransi maupun oleh perusahaan pembiayaan lainnya, sehingga bukan keberuntungan yang diperoleh akan tetapi kerugian dan kesulitan yang diperoleh masyarakat.[3]

Hal ini terjadi karena masyarakat masih awam terhadap substansi bunga dan sistem pembungaan. Hukum bunga dalam Islam adalah haram. Hal ini disampaikan antara lain oleh Ahmad Ad-Daur dalam bukunya. Beliau mengatakan bahwa bunga bank dalam hitungan rendah maupun berlipat ganda hukumnya haram. Pendapat senada juga disampaikan oleh Yusuf AlQardhawi. Dalam Islam tidak ditentukan jenis riba besar dan riba kecil. Intinya riba adalah haram. Pemahaman riba dan bahayanya harus menjadi prinsip hidup bagi setiap muslim. Sebagaimana juga disampaikan oleh Kahar Masyhur.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian bunga dan riba ?

2.      Apa saja teori bunga ?

3.      Apa saja dasar hukum larangan riba ?

4.      Apa saja teori bagi hasil dan faktornya ?

5.      Bagaimana penerapan bagi hasil pada bank syariah ?

 

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian bunga dan riba

2.      Untuk mengetahui apa saja teori bunga

3.      Untuk mengetahui apa dasar hukum larangan riba

4.      Untuk mengetahui apa saja teori bagi hasil dan faktornya

5.      Untuk mengetahui bagaimana penerapan bagi hasil pada bank syariah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Bunga dan Riba

Secara leksikal, bunga berasal dari kata interest. Secara istilah bunga berarti interest is a charge for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan.[4] Menurut Keynes, bunga adalah semacam hadiah yang diberikan oleh bank kepada penabung karena telah mengorbankan kesempatan untuk menggunakan uangnya saat itu, tingkat suku bunga tidak ada kaitannya dengan minat dan jumlah tabungan karena jumlah tabungan akan ditentukan oleh penghasilan.[5]

Secara sederhana bunga adalah balas jasa atas pemakaian dana dalam perbankan disebut dengan bunga. Dalam rangka balas jasa / bunga kepada kepada penyimpan (penabung), maka bank akan meminjamkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang membutuhkan tambahan modal usaha (bukan modal awal)untuk Investasi, Modal Kerja, maupun Perdagangan. Atas keuntungan usaha yang diperoleh debitur dengan memakai/ mempergunakan kredit dari bank, maka debitur menunjukkan tindakan yang terpuji dengan memberikan balas jasa / bunga atas pemakaian dana tersebut kepada bank yang bersangkutan. Selisih bunga yang diterima bank dari debitur dengan bunga yang dibayarkan kepada penyimpan dana di Bank, itulah yang menjadi keuntungan Bank, inilah yang dipergunakan membiayai operasional bank secara keseluruhan.[6]

Secara etimologi, riba berasal dari kata ziyadah yang berarti bertumbuh, menambah atau berlebih, al-riba atau ar-rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh dan subur,[7] membesar (al-‘uluw). Dalam bahasa Inggrisnya usury/interest ialah lebih atau bertambah (addition).[8] Menurut terminologi, riba artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi, baik tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, maupun berasal dari luar berupa imbalan.[9] Secara terminologi fiqh riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki oleh salah satu pihak yang bertransaksi tanpa ada imbalan tertentu ataupun kelebihan yang tidak disertai dengan imbalan yang disyaratkan dalam jual beli.[10]

 

B.     Teori Bunga

Ada dua teori bunga yang sangat terkenal, yaitu:

1.      Teori Bunga Klasik

Teori pertama mengatakan bahwa bunga adalah kompensasi yang diberikan pengutang kepada pemilik uang sebagai keuntungan dari uang yang dipinjam. Mereka berpendapat bahwa sang pemilik uang wajar mendapat keuntungan karena telah menghemat uangnya. Pendapat ini disampaikan oleh Adam Smith dan Ricardo.[11] Kemudian teori bunga abtinens berusaha menyempurnakan teori bunga klasik. Teori ini mengatakan bahwa bunga diberikan karena adanya tindakan menahan nafsu. Artinya orang yang memberi utang telah menahan dirinya dari melakukan suatu konsumsi maupun produksi. Kemudian muncul teori bunga produktivitas yang dibangun oleh Marshal. Teori produktivitas ini berbeda dengan teori sebelumnya. Marshal berpendapat bahwa bunga diberikan pada penawaran karena adanya pengorbanan dengan menunggu. Dan terakhir teori Bomh Bowerk yang mengatakan bahwa orang lebih senang dengan barang yang sekarang ada dari pada barang yang ada pada masa mendatang, sehingga wajar orang yang meminjamkan uangnya diberikan bunga.

2.      Teori Bunga Moneter

Teori ini mengatakan bahwa bunga ditentukan oleh tabungan dan investasi. Jadi bunga merupakan jaminan keuntungan di masa depan. Teori bunga moneter memandang bahwa pembayaran bunga sebagai tindakan oportunitis untuk memperoleh keuntungan ketika meminjam uang.[12]

 

C.    Dasar Hukum Larangan Riba

Sebagaimana kita ketahui bahwa praktik riba sudah berlangsung jauh sebelum Islam lahir. Aktivitas ini sudah merupakan bagian dari masyarakat dari masa ke masa. Unsur ketidakadilan  yang  terkandung dalam sistem  ini  telah  membawa  kerusakan dan  kehancuran  yang  sangat serius. Sejarah     mencatat     bahwa     Plato,  Aristoteles  dari  Yunani  serta  Cicero dan    Cato   dari    Romawi    begitu mengecam aktivitas riba. Dalam Alquran, pelarangan riba  diturunkan  tidak  sekaligus  melainkan diturunkan   dalam   empat   bertahap. Tahap-tahap pelarangan riba dalam al-quran dapat dijelaskan sebagai berikut :[13]

1.       Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang  memerlukan   sebagai perbuatan taqarrub(mendekatkan diri) kepada Allah (QS.Ar - Rum: 39).

2.       Tahap  kedua,  riba  digambarkan sebagai   sesuatu yang   buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi  yang  memakan  riba  (QS. An-Nisa‟: 160-161).

3.       Tahap   ketiga, pelarangan riba dengan dikaitkan pada suatu tambahan yang berlipat ganda (QS. Al Imran:  130).  Ayat  ini  turun setelah perang Uhud, yaitu    tahun ke-3 Hijriyah. Secara umum istilah berlipat ganda  harus  dipahami  sebagai  sifat bukan syarat sehingga pengertiannya adalah yang  diharamkan bukan  hanya yang  berlipat  ganda  saja  sementara yang sedikit, maka tidak haram, melainkan   sifat riba yang berlaku umum  pada waktu  itu  adalah  berlipat ganda.

4.       Tahap keempat, merupakan tahap terakhir di mana Allah dengan tegas dan jelas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman (QS.  Al-Baqarah:  278-279). Pelarangan riba dalam Islam  tidak  hanya  merujuk  pada  Al-Quran, melainkan juga Hadist. Hal ini sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan-aturan yang telah digariskan melalui Al-Quran.

Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-Quran, melainkan juga Hadist. Hal ini sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan-aturan yang telah digariskan melalui Al-Quran.

 

D.    Teori Bagi Hasil dan Faktornya

            Sistem bagi hasil merupakan ciri khusus bank syariah.[14] Sistem bagi hasil dalam keuangan Islam biasanya digunakan untuk akad muḍārabah dan mushārakah.[15] Sistem bagi hasil tidak hanya memberikan keuntungan yang kompetitif bagi nasabah dan bank tapi juga dapat meningkatkan efisiensi keuangan bank.[16] Konsep bagi hasil juga mampu meningkatkan keuntungan secara masksimal.[17]

a.       Metode Revenue Sharing Revenue sharing,

            Secara bahasa revenue berarti pemasukan, pendapatan, atau income. Dalam istilah perbankan, revenue sharing berarti proses bagi hasil yang diperoleh dari pendapatan tanpa dikurangi oleh biaya-biaya, pendapatan dibagi dari keuntungan kotor (gross profit). Sebenarnya gross profit dalam metode ini hanya berlaku pada pengelola usaha, sedangkan bank syariah mendapat nisbah dari gross profit menjadi net profit. Dalam metode reveneu sharing pihak surplus dana lebih diuntungkan ketimbang pihak minus dana. Dalam model seperti ini kedudukan bank syariah hampir mirip dengan bank konvensional, karena sifatnya yang pasif (sleeping partner) selalu ingin mendapatkan untung.

b.      Metode Profit and Loss Sharing

Profit and loss sharing adalah sistem perhitungan bagi hasil dimana keuntungan diambil dari total pendapatan dikurangi modal dan biaya. Sehingga keuntungan pada profit and loss sharing merupakan keuntungan bersih (net profit). Profit and loss sharing secara etimologi diartikan bagi keuntungan. Dalam istilah perbankan syariah diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit and loss sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

c.       Perbandingan Revenue Sharing dan Profit and Loss Sharing

1) Revenue Sharing

a) Pendapatan yang akan dibagihasilkan adalah pendapatan kotor, tanpa harus dikalkulasikan dengan biayabiaya yang telah dikeluarkan pada kegiatan usaha.

b) Biaya-biaya tersebut akan ditanggung oleh pengelola usaha sebagai muḍārib.

c) Nisbah keuntungan yang diterima oleh bank syariah keuntungan bersih. Sedangkan nisbah keuntungan bagi muḍārib kotor karena harus dikurangi biaya-biaya.

d) Simulasi tersebut untuk konsep financing, sedangkan untuk konsep funding terjadi sebaliknya.

2) Profit and Loss Sharing

a) Pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan bersih setelah pengurangan total cost terhadap total revenue

b) Biaya-biaya operasional akan dibebankan ke dalam modal usaha atau pendapatan usaha, artinya biaya-biaya akan ditanggung oleh ṣāḥib al-māl.

c) Pendistribusian keuntungan dalam metode ini memberikan kepastian jaminan keadilan dan kerjasama yang sehat antara bank syariah dengan nasabah penerima fasilitas pembiayaan.

d) Namun sangat disayangkan sampai detik ini tidak ada satu bank syariah pun yang menerapkan metode ini. Padahal untuk kerjasama syirkah baik muḍārabah dan mushārakah harusnya metode profit and loss sharing bisa diterapkan. 

Dalam penerapan sistem bagi hasil pada bank syariah selalu dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, antara lain sebagai berikut:[18]

1.      Faktor Langsung

Faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).

a.              Investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investemen rate sebesar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.

b.             Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan juml ah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode ini:

1)      rata-rata saldo minimum bulanan

2)      rata-rata total saldo harian. Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.

c.              Nisbah (profit sharing ratio)

1) Salah satu ciri almudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.

2) Nisbah antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda.

 3) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.

 4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.

2.      Faktor Tidak Langsung

a.       Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (profit and sharing). Pendapatan yang “dibagi hasilkan” merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. Jika biaya semua ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing.

b.      Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting) Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh bedalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya

c.       Penerapan Bagi Hasil Pada Bank Syariah

Dampak riba terhadap perekonomian nasional sudah mulai dirasakan. Sistem bunga semakin mencekik dan menghimpit kehidupan masyarakat, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah terjerat oleh lilitan utang, perekonomian terpuruk,[19] inflasi yang ekstrim terjadi dalam dua tahun ke belakang (2015-2016),[20] nilai tukar rupiah sangat rendah, daya beli masyarakat menurun, jumlah pengangguran dan orang miskin terus meningkat. Oleh karena itu instrumen bagi hasil harus menjadi alternatif utama untuk menciptakan investasi yang sehat dan adil yang terbebas dari riba, gharar, dan maisir. Perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah sudah beroperasi sesuai prinsip syariah dengan menggunakan sistem bagi hasil.

Prinsip bagi hasil digunakan dalam akad muḍārabah dan mushārakah.[21] Prinsip bagi hasil secara otomatis mengganti sistem bunga. Dalam Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 disampaikan bahwa perbankan syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Di antara prinsip syariah adalah bagi hasil dan dapat memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu yang sesuai dengan prinsip demokrasi. Bagi hasil diharapkan dapat menciptakan investasi yang sehat dan adil, dan dalam jangka panjang dapat mendorong pemerataan ekonomi secara nasional.[22] Namun pada kenyataannya masyarakat masih menggunakan bank konvensional dalam bertransaksi, dengan alasan bunga yang ditawarkan bank konvensional sangat menggiurkan, tanpa menyadari betapa bahayanya dampak riba bagi dirinya.

 

 

 


BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Sedangkan riba artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi, baik tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, maupun berasal dari luar berupa imbalan.

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba fadhl merupakan riba yang berlaku dalam jual beli dan riba nasi’ah merupakan kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo yang terbagi juga atas dua yaitu riba qardh dan riba jahiliyah.

Tahapan pengharaman riba terjadi dalam empat tahap yaitu tahap pertama pada QS. Ar-Rum ayat 39, tahap kedua pada QS. An-Nisa ayat 160-161, tahap ketiga pada QS. Ali-Imran ayat 130, dan tahap terakhir pada QS. Al-Baqarah ayat 278 dan 279.

Perbedaan yang mendasar antara kedua paradigma tekstual dan kontekstual adalah cara melihat ilat (sebab adanya hukum) pengharaman riba sebagai hukum asal. Paradigma tekstual berpendapat bunga bank tersebut adalah riba, dan hukumnya adalah haram. Sedangkan paradigma kontekstual berpendapat bahwa jika bunga bank tidak ada unsur zulm atau eksplotasi, sehingga mereka menetapkan bahwa bunga bank tidak termasuk riba, dan hukumnya boleh.

Perbedaan antara sistem bunga bank dengan sistem bagi hasil pada syariah yaitu bank berdasar prinsip bunga keuntungan telah ditetapkan dimuka berdasarkan besarnya persentase uang (modal) yang dipinjamkan, tanpa berpedoman pada untung rugi. Sedangkan prinsip bagi hasil itu berbagi dalam hal keuntungan juga dalam hal kerugian.

DAFTAR PUSTAKA

 

Gampito. (2013). Ekonomi Makro Islam: Suatu Pengantar. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.

 

Sumar’in. (2013). Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.

 

Wahab, Fatkhul. (2017). “Riba Transaksi Kotor Dalam Ekonomi”. Iqtishodia Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 02, No. 02, 2017: 26-41, h. 28

 

Huda, Nurul dkk. (2008). Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

 

Muhammad. (2004). Dasar-Dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia.

Nurhadi, (2017) Bunga Bank antara Halal dan Haram,Nur El-Islam, Vol 4 No. 2, h. 54-55

 

Antonio,Muhammad  Syafi‟i, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta:  Gema Insani Press,2001

 

Saderach, Herry. (2020). Penerapan Sistem Bagi Hasil Pada Bank Syariah Dikaitkan Dengan Perlindungan Terhadap Nasabah (Studi Pada Bank Kalbar Syariah Pontianak)Vol. 5, No. 1, Juni 2020 : hal 35

 

UU Perbankan Syariah, No. 21 Tahun 2008, Penjelasan UU Pada Bagian Akhir.

 

Muhammad. (2012). Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah Yogyakarta: UII Press.

 

http:// www.deliknews.com/2015/12/29/ekonomi-terpuruk-kado- jokowi-jk- 2016-untuk-rakyat/, Ekonomi Terpuruk, Kado Jokowi-Jk 2016 Untuk Rakyat, diunduh pada hari Jumat tanggal 26 November 2021.

 

http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/ Default.aspx, Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen) Berdasarkan Perhitungan Inflasi Tahunan, diunduh pada hari Jumat tanggal 26 November 2021.

                                                                                     

 

 

 

 

 



[1] Heriyansyah. (2018). Perjalanan Bisnis Nabi Muhammad S.A.W. Ad-Deenar: Jurnal Perbankan Syariah, 02(02). hlm. 203.

[2] Haryono. (2018). Moratorium (Inzhar AdDain) dalam Tinjauan Hukum Islam. Ad-Deenar: Jurnal Perbankan Syariah, 02(01). hlm. 74.

[3] Sujian Suretno. (2018). Jual Beli dalam Perspektif Al-Qur’an, Ad-Deenar: Jurnal Perbankan Syariah, 02(01). hlm. 95.

[4]Muhammad, Dasar-Dasar Keuangan Islami, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h. 64.

[5] Nurul Huda et al., Ekonomi Makro Islam:Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 237.

[6]  Nurhadi, Bunga Bank antara Halal dan Haram,Nur El-Islam, Vol 4 No. 2 2017, h. 54-55

[7] Muhammad, op.cit., h. 64-65.

[8]  Gampito, Ekonomi Makro Islam: Suatu Pengantar, (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2013), h. 167.

[9] Sumar’in, Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 69.

[10] Fatkhul Wahab, “Riba: Transaksi Kotor Dalam Ekonomi”., Iqtishodia Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 02, No. 02, 2017: 26-41., h. 28

[11] Muhammad. (2012). hlm. 20.

[12] Muhammad. (2012). hlm. 23

[13] Muhammad  Syafi’i  Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik ,( Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 48-51.

 

[14] Khoetem Ben Jadidia & Hichem Hamza. (2014). Profits and Losses Sharing Paradigm in Islamic Banks: Constraints or Solutions for Liquidity Management?. Almanhal: Journal of Islamic Economics, 10(3). hlm. 31.

[15] Irawan Febianto. (2012). Adapting Risk Management for Profit and Loss Sharing Financing of Islamic Banks. Modern Economy: Journal of Economics and Bussines, 3. hlm. 1.

[16] Irawan Febianto. (2012). Adapting Risk Management for Profit and Loss Sharing Financing of Islamic Banks. Modern Economy: Journal of Economics and Bussines, 3. hlm. 1.

[17] Abbas Mirakhor and Iqbal Zaidi. (2017). Profit-and-Loss Sharing Contracts in Islamic Finance. Handbook of Islamic Banking: Journal of Islamic banking. hlm. 1.

[18] Saderach, Herry. (2020). Penerapan Sistem Bagi Hasil Pada Bank Syariah Dikaitkan Dengan Perlindungan Terhadap Nasabah (Studi Pada Bank Kalbar Syariah Pontianak)Vol. 5, No. 1, Juni 2020 : hal 35

[19] http://www.deliknews.com/2015/12/29/ekonomi-terpuruk-kado- jokowi-jk-2016-untuk-

rakyat/, Ekonomi Terpuruk, Kado Jokowi-Jk 2016 Untuk Rakyat, diunduh pada hari Jumat 26 November 2021.

[20] http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx, Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen) Berdasarkan Perhitungan Inflasi Tahunan, diunduh pada hari Jumat tanggal 26 November 2021.

[21] Muhammad. (2012). Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press. hlm. 11.

[22] UU Perbankan Syariah, No. 21 Tahun 2008, Penjelasan UU Pada Bagian Akhir.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Pengantar Ekonomi Islam || Bunga vs Bagi Hasil"

Posting Komentar