Makalah Pengantar Ekonomi Islam || Bunga vs Bagi Hasil
KATA PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya, baik itu berupa kesehatan
fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pengantar Ekonomi Islam. Makalah ini membahas mengenai Bunga VS Bagi
Hasil.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
di dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi agar makalah ini mampu berguna serta
bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait dengan
judul makalah ini.
Bandar Lampung, 26 November 2021
Kelompok 1
DAFTAR ISI
D. Teori Bagi Hasil dan Faktornya
c. Penerapan Bagi Hasil Pada Bank Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bunga merupakan
instrumen utama bank konvensional. Investasi dan kerjasama pembiayaan pada bank
konvensional selalu diukur oleh seberapa besar bunga yang ditawarkan oleh bank
kepada investor. Semakin besar bunga yang ditawarkan pada produk tabungan dan
deposito, maka semakin besar pula minat masyarakat menjadi nasabah bank atau
sebagai penanam modal (investor).[1]
Semakin rendah bunga yang ditawarkan pada produk pembiayaan dan kredit, semakin
besar pula minat masyarakat untuk mengajukan pembiayaan dan kredit ke bank
konvensional. Penawaran menggiurkan kepada masyarakat agar mereka terlilit
hutang tanpa sadar.[2]
Sistem
pembungaan merupakan sistem yang sangat sederhana dan mudah dipahami oleh
masyarakat dipandang lebih simpel dan praktis daripada logika bagi hasil.
Sampai saat ini sistem bunga masih mendominasi pembiayaan yang dilakukan oleh
perbankan, koperasi, asuransi maupun oleh perusahaan pembiayaan lainnya,
sehingga bukan keberuntungan yang diperoleh akan tetapi kerugian dan kesulitan
yang diperoleh masyarakat.[3]
Hal ini terjadi
karena masyarakat masih awam terhadap substansi bunga dan sistem pembungaan.
Hukum bunga dalam Islam adalah haram. Hal ini disampaikan antara lain oleh
Ahmad Ad-Daur dalam bukunya. Beliau mengatakan bahwa bunga bank dalam hitungan
rendah maupun berlipat ganda hukumnya haram. Pendapat senada juga disampaikan
oleh Yusuf AlQardhawi. Dalam Islam tidak ditentukan jenis riba besar dan riba
kecil. Intinya riba adalah haram. Pemahaman riba dan bahayanya harus menjadi
prinsip hidup bagi setiap muslim. Sebagaimana juga disampaikan oleh Kahar
Masyhur.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian bunga dan riba ?
2.
Apa saja teori bunga ?
3.
Apa saja dasar hukum larangan riba ?
4.
Apa saja teori bagi hasil dan faktornya ?
5.
Bagaimana penerapan bagi hasil pada bank syariah ?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian bunga dan riba
2.
Untuk mengetahui apa saja teori bunga
3.
Untuk mengetahui apa dasar hukum larangan riba
4.
Untuk mengetahui apa saja teori bagi hasil dan faktornya
5.
Untuk mengetahui bagaimana penerapan bagi hasil pada bank syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bunga
dan Riba
Secara leksikal, bunga berasal dari kata interest. Secara
istilah bunga berarti interest is a charge for a financial loan,
usually a percentage of the amount loaned. Bunga adalah tanggungan
pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang
dipinjamkan.[4]
Menurut Keynes, bunga adalah semacam hadiah yang diberikan oleh bank kepada
penabung karena telah mengorbankan kesempatan untuk menggunakan uangnya saat
itu, tingkat suku bunga tidak ada kaitannya dengan minat dan jumlah tabungan
karena jumlah tabungan akan ditentukan oleh penghasilan.[5]
Secara sederhana bunga adalah balas jasa atas pemakaian dana dalam
perbankan disebut dengan bunga. Dalam rangka balas jasa / bunga kepada kepada
penyimpan (penabung), maka bank akan meminjamkan dana dalam bentuk kredit kepada
masyarakat yang membutuhkan tambahan modal usaha (bukan modal awal)untuk
Investasi, Modal Kerja, maupun Perdagangan. Atas keuntungan usaha yang
diperoleh debitur dengan memakai/ mempergunakan kredit dari bank, maka debitur
menunjukkan tindakan yang terpuji dengan memberikan balas jasa / bunga atas
pemakaian dana tersebut kepada bank yang bersangkutan. Selisih bunga yang
diterima bank dari debitur dengan bunga yang dibayarkan kepada penyimpan dana
di Bank, itulah yang menjadi keuntungan Bank, inilah yang dipergunakan
membiayai operasional bank secara keseluruhan.[6]
Secara etimologi, riba berasal dari kata ziyadah yang
berarti bertumbuh, menambah atau berlebih, al-riba atau ar-rima
makna asalnya ialah tambah, tumbuh dan subur,[7] membesar
(al-‘uluw). Dalam bahasa Inggrisnya usury/interest ialah
lebih atau bertambah (addition).[8]
Menurut terminologi, riba artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau
imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang melakukan
transaksi, baik tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, maupun berasal dari
luar berupa imbalan.[9]
Secara terminologi fiqh riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki oleh salah
satu pihak yang bertransaksi tanpa ada imbalan tertentu ataupun kelebihan yang
tidak disertai dengan imbalan yang disyaratkan dalam jual beli.[10]
B. Teori Bunga
Ada dua teori bunga yang sangat
terkenal, yaitu:
1.
Teori Bunga Klasik
Teori pertama mengatakan bahwa bunga
adalah kompensasi yang diberikan pengutang kepada pemilik uang sebagai
keuntungan dari uang yang dipinjam. Mereka berpendapat bahwa sang pemilik uang
wajar mendapat keuntungan karena telah menghemat uangnya. Pendapat ini
disampaikan oleh Adam Smith dan Ricardo.[11]
Kemudian teori bunga abtinens berusaha menyempurnakan teori bunga klasik. Teori
ini mengatakan bahwa bunga diberikan karena adanya tindakan menahan nafsu. Artinya
orang yang memberi utang telah menahan dirinya dari melakukan suatu konsumsi
maupun produksi. Kemudian muncul teori bunga produktivitas yang dibangun oleh
Marshal. Teori produktivitas ini berbeda dengan teori sebelumnya. Marshal
berpendapat bahwa bunga diberikan pada penawaran karena adanya pengorbanan
dengan menunggu. Dan terakhir teori Bomh Bowerk yang mengatakan bahwa orang
lebih senang dengan barang yang sekarang ada dari pada barang yang ada pada
masa mendatang, sehingga wajar orang yang meminjamkan uangnya diberikan bunga.
2.
Teori Bunga Moneter
Teori ini mengatakan bahwa bunga ditentukan oleh tabungan dan
investasi. Jadi bunga merupakan jaminan keuntungan di masa depan. Teori bunga
moneter memandang bahwa pembayaran bunga sebagai tindakan oportunitis untuk
memperoleh keuntungan ketika meminjam uang.[12]
C. Dasar Hukum
Larangan Riba
Sebagaimana kita ketahui bahwa praktik
riba sudah berlangsung jauh sebelum Islam lahir. Aktivitas ini sudah merupakan
bagian dari masyarakat dari masa ke masa. Unsur ketidakadilan yang
terkandung dalam sistem ini telah
membawa kerusakan dan kehancuran
yang sangat serius. Sejarah mencatat bahwa
Plato, Aristoteles dari
Yunani serta Cicero dan
Cato dari Romawi
begitu mengecam aktivitas riba. Dalam Alquran, pelarangan riba diturunkan
tidak sekaligus melainkan diturunkan dalam
empat bertahap. Tahap-tahap
pelarangan riba dalam al-quran dapat dijelaskan sebagai berikut :[13]
1.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada
zahirnya seolah-olah menolong mereka yang
memerlukan sebagai perbuatan
taqarrub(mendekatkan diri) kepada Allah (QS.Ar - Rum: 39).
2.
Tahap
kedua, riba
digambarkan sebagai sesuatu
yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi
balasan yang keras kepada orang Yahudi
yang memakan riba
(QS. An-Nisa‟: 160-161).
3.
Tahap
ketiga, pelarangan
riba dengan dikaitkan pada suatu tambahan yang berlipat ganda (QS. Al
Imran: 130). Ayat
ini turun setelah perang Uhud,
yaitu tahun ke-3 Hijriyah. Secara umum
istilah berlipat ganda harus dipahami
sebagai sifat bukan syarat
sehingga pengertiannya adalah yang
diharamkan bukan hanya yang berlipat
ganda saja sementara yang sedikit, maka tidak haram, melainkan sifat riba yang berlaku umum pada waktu
itu adalah berlipat ganda.
4.
Tahap keempat, merupakan tahap terakhir di mana Allah dengan tegas
dan jelas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman (QS. Al-Baqarah:
278-279). Pelarangan riba dalam Islam
tidak hanya merujuk
pada Al-Quran, melainkan juga
Hadist. Hal ini sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan
lebih lanjut aturan-aturan yang telah digariskan melalui Al-Quran.
Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya
merujuk pada Al-Quran, melainkan juga Hadist. Hal ini sebagaimana posisi umum
hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan-aturan yang telah
digariskan melalui Al-Quran.
D. Teori Bagi Hasil
dan Faktornya
Sistem
bagi hasil merupakan ciri khusus bank syariah.[14]
Sistem bagi hasil dalam keuangan Islam biasanya digunakan untuk akad muḍārabah
dan mushārakah.[15]
Sistem bagi hasil tidak hanya memberikan keuntungan yang kompetitif bagi
nasabah dan bank tapi juga dapat meningkatkan efisiensi keuangan bank.[16] Konsep
bagi hasil juga mampu meningkatkan keuntungan secara masksimal.[17]
a.
Metode Revenue Sharing Revenue sharing,
Secara bahasa revenue berarti pemasukan, pendapatan, atau income.
Dalam istilah perbankan, revenue sharing berarti proses bagi hasil yang
diperoleh dari pendapatan tanpa dikurangi oleh biaya-biaya, pendapatan dibagi
dari keuntungan kotor (gross profit). Sebenarnya gross profit dalam metode ini
hanya berlaku pada pengelola usaha, sedangkan bank syariah mendapat nisbah dari
gross profit menjadi net profit. Dalam metode reveneu sharing pihak surplus
dana lebih diuntungkan ketimbang pihak minus dana. Dalam model seperti ini
kedudukan bank syariah hampir mirip dengan bank konvensional, karena sifatnya
yang pasif (sleeping partner) selalu ingin mendapatkan untung.
b.
Metode Profit and Loss Sharing
Profit and loss sharing adalah sistem perhitungan bagi hasil dimana
keuntungan diambil dari total pendapatan dikurangi modal dan biaya. Sehingga
keuntungan pada profit and loss sharing merupakan keuntungan bersih (net
profit). Profit and loss sharing secara etimologi diartikan bagi keuntungan.
Dalam istilah perbankan syariah diartikan pembagian laba. Profit secara istilah
adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu
perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain
profit and loss sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil
bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
c.
Perbandingan Revenue Sharing dan Profit and Loss Sharing
1)
Revenue Sharing
a) Pendapatan yang akan dibagihasilkan adalah pendapatan kotor,
tanpa harus dikalkulasikan dengan biayabiaya yang telah dikeluarkan pada
kegiatan usaha.
b) Biaya-biaya tersebut akan ditanggung oleh pengelola usaha
sebagai muḍārib.
c) Nisbah keuntungan yang diterima oleh bank syariah keuntungan
bersih. Sedangkan nisbah keuntungan bagi muḍārib kotor karena harus dikurangi
biaya-biaya.
d) Simulasi tersebut untuk konsep financing, sedangkan untuk konsep
funding terjadi sebaliknya.
2)
Profit and Loss Sharing
a) Pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan bersih
setelah pengurangan total cost terhadap total revenue
b) Biaya-biaya operasional akan dibebankan ke dalam modal usaha
atau pendapatan usaha, artinya biaya-biaya akan ditanggung oleh ṣāḥib al-māl.
c) Pendistribusian keuntungan dalam metode ini memberikan kepastian
jaminan keadilan dan kerjasama yang sehat antara bank syariah dengan nasabah
penerima fasilitas pembiayaan.
d) Namun sangat disayangkan sampai detik ini tidak ada satu bank
syariah pun yang menerapkan metode ini. Padahal untuk kerjasama syirkah baik muḍārabah
dan mushārakah harusnya metode profit and loss sharing bisa diterapkan.
Dalam penerapan sistem bagi hasil
pada bank syariah selalu dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, antara lain sebagai
berikut:[18]
1.
Faktor Langsung
Faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi
hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia dan nisbah bagi hasil
(profit sharing ratio).
a.
Investment rate merupakan persentase aktual dana yang
diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investemen rate sebesar 80
persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi
likuiditas.
b.
Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan juml ah
dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana
tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode ini:
1)
rata-rata saldo minimum bulanan
2)
rata-rata total saldo harian. Investment rate dikalikan dengan
jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana
aktual yang digunakan.
c.
Nisbah (profit sharing ratio)
1)
Salah satu ciri almudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui
pada awal perjanjian.
2) Nisbah
antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda.
3) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke
waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12
bulan.
4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu
account dan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
2.
Faktor Tidak Langsung
a.
Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah Bank dan
nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (profit and sharing).
Pendapatan yang “dibagi hasilkan” merupakan pendapatan yang diterima dikurangi
biaya-biaya. Jika biaya semua ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing.
b.
Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting) Bagi hasil secara
tidak langsung dipengaruhi oleh bedalannya aktivitas yang diterapkan, terutama
sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya
c. Penerapan
Bagi Hasil Pada Bank Syariah
Dampak riba
terhadap perekonomian nasional sudah mulai dirasakan. Sistem bunga semakin
mencekik dan menghimpit kehidupan masyarakat, sebagian besar masyarakat
Indonesia sudah terjerat oleh lilitan utang, perekonomian terpuruk,[19]
inflasi yang ekstrim terjadi dalam dua tahun ke belakang (2015-2016),[20]
nilai tukar rupiah sangat rendah, daya beli masyarakat menurun, jumlah
pengangguran dan orang miskin terus meningkat. Oleh karena itu instrumen bagi
hasil harus menjadi alternatif utama untuk menciptakan investasi yang sehat dan
adil yang terbebas dari riba, gharar, dan maisir. Perbankan syariah dan lembaga
keuangan syariah sudah beroperasi sesuai prinsip syariah dengan menggunakan
sistem bagi hasil.
Prinsip bagi
hasil digunakan dalam akad muḍārabah dan mushārakah.[21] Prinsip
bagi hasil secara otomatis mengganti sistem bunga. Dalam Undang-undang
Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 disampaikan bahwa perbankan syariah adalah
bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Di antara prinsip syariah
adalah bagi hasil dan dapat memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
yang sesuai dengan prinsip demokrasi. Bagi hasil diharapkan dapat menciptakan investasi
yang sehat dan adil, dan dalam jangka panjang dapat mendorong pemerataan
ekonomi secara nasional.[22]
Namun pada kenyataannya masyarakat masih menggunakan bank konvensional dalam
bertransaksi, dengan alasan bunga yang ditawarkan bank konvensional sangat
menggiurkan, tanpa menyadari betapa bahayanya dampak riba bagi dirinya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bunga adalah tanggungan pada pinjaman
uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan.
Sedangkan riba artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang
disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi, baik
tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, maupun berasal dari luar berupa
imbalan.
Secara garis besar riba
dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba fadhl merupakan riba yang berlaku dalam
jual beli dan riba nasi’ah merupakan kelebihan atas piutang yang diberikan
orang yang berutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati jatuh
tempo yang terbagi juga atas dua yaitu riba qardh dan riba jahiliyah.
Tahapan pengharaman riba terjadi
dalam empat tahap yaitu tahap pertama pada QS. Ar-Rum ayat 39, tahap kedua pada
QS. An-Nisa ayat 160-161, tahap ketiga pada QS. Ali-Imran ayat 130, dan tahap
terakhir pada QS. Al-Baqarah ayat 278 dan 279.
Perbedaan yang mendasar antara kedua
paradigma tekstual dan kontekstual adalah cara melihat ilat (sebab adanya
hukum) pengharaman riba sebagai hukum asal. Paradigma tekstual berpendapat
bunga bank tersebut adalah riba, dan hukumnya adalah haram. Sedangkan paradigma
kontekstual berpendapat bahwa jika bunga bank tidak ada unsur zulm atau
eksplotasi, sehingga mereka menetapkan bahwa bunga bank tidak termasuk riba,
dan hukumnya boleh.
Perbedaan antara sistem bunga bank
dengan sistem bagi hasil pada syariah yaitu bank berdasar prinsip bunga
keuntungan telah ditetapkan dimuka berdasarkan besarnya persentase uang (modal)
yang dipinjamkan, tanpa berpedoman pada untung rugi. Sedangkan prinsip bagi
hasil itu berbagi dalam hal keuntungan juga dalam hal kerugian.
DAFTAR PUSTAKA
Gampito. (2013). Ekonomi Makro
Islam: Suatu Pengantar. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.
Sumar’in. (2013). Ekonomi Islam
Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wahab, Fatkhul. (2017). “Riba
Transaksi Kotor Dalam Ekonomi”. Iqtishodia Jurnal Ekonomi Syariah,
Vol. 02, No. 02, 2017: 26-41, h. 28
Huda, Nurul dkk. (2008). Ekonomi
Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Muhammad. (2004). Dasar-Dasar
Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia.
Nurhadi, (2017) Bunga Bank antara Halal dan Haram,Nur El-Islam, Vol 4 No. 2, h.
54-55
Antonio,Muhammad
Syafi‟i, Bank Syari’ah: Dari Teori
ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press,2001
Saderach, Herry. (2020). Penerapan Sistem Bagi Hasil
Pada Bank Syariah Dikaitkan Dengan Perlindungan Terhadap Nasabah (Studi Pada
Bank Kalbar Syariah Pontianak)Vol. 5, No. 1, Juni 2020 : hal 35
UU Perbankan Syariah, No. 21 Tahun 2008, Penjelasan
UU Pada Bagian Akhir.
Muhammad. (2012). Teknik
Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah Yogyakarta: UII Press.
http:// www.deliknews.com/2015/12/29/ekonomi-terpuruk-kado-
jokowi-jk- 2016-untuk-rakyat/, Ekonomi Terpuruk, Kado Jokowi-Jk 2016 Untuk
Rakyat, diunduh pada hari Jumat tanggal 26 November 2021.
http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/ Default.aspx,
Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen) Berdasarkan Perhitungan Inflasi
Tahunan, diunduh pada hari Jumat tanggal 26 November 2021.
[1] Heriyansyah.
(2018). Perjalanan Bisnis Nabi Muhammad
S.A.W. Ad-Deenar: Jurnal Perbankan Syariah, 02(02). hlm. 203.
[2] Haryono.
(2018). Moratorium (Inzhar AdDain) dalam
Tinjauan Hukum Islam. Ad-Deenar: Jurnal Perbankan Syariah, 02(01). hlm. 74.
[3] Sujian
Suretno. (2018). Jual Beli dalam
Perspektif Al-Qur’an, Ad-Deenar: Jurnal Perbankan Syariah, 02(01). hlm. 95.
[4]Muhammad, Dasar-Dasar Keuangan Islami, (Yogyakarta:
Ekonisia, 2004), h. 64.
[5] Nurul Huda et al., Ekonomi Makro Islam:Pendekatan Teoritis,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 237.
[6] Nurhadi, Bunga Bank antara
Halal dan Haram,Nur El-Islam, Vol 4 No. 2 2017, h. 54-55
[7] Muhammad, op.cit., h. 64-65.
[8] Gampito, Ekonomi Makro
Islam: Suatu Pengantar, (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2013), h.
167.
[9] Sumar’in, Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro
Perspektif Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 69.
[10] Fatkhul Wahab, “Riba: Transaksi Kotor Dalam Ekonomi”., Iqtishodia
Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 02, No. 02, 2017: 26-41., h. 28
[11] Muhammad.
(2012). hlm. 20.
[12] Muhammad.
(2012). hlm. 23
[13] Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik ,( Jakarta: Gema Insani Press,
2001), hlm. 48-51.
[14] Khoetem Ben Jadidia
& Hichem Hamza. (2014). Profits and Losses Sharing Paradigm in Islamic
Banks: Constraints or Solutions for Liquidity Management?. Almanhal: Journal of
Islamic Economics, 10(3). hlm. 31.
[15] Irawan Febianto.
(2012). Adapting Risk Management for Profit and Loss Sharing Financing of
Islamic Banks. Modern Economy: Journal of Economics and Bussines, 3. hlm. 1.
[16] Irawan
Febianto. (2012). Adapting Risk Management for Profit and Loss Sharing
Financing of Islamic Banks. Modern Economy: Journal of Economics and Bussines,
3. hlm. 1.
[17] Abbas Mirakhor and
Iqbal Zaidi. (2017). Profit-and-Loss Sharing Contracts in Islamic Finance.
Handbook of Islamic Banking: Journal of Islamic banking. hlm. 1.
[18] Saderach, Herry. (2020). Penerapan
Sistem Bagi Hasil Pada Bank Syariah Dikaitkan Dengan Perlindungan Terhadap
Nasabah (Studi Pada Bank Kalbar Syariah Pontianak)Vol. 5, No. 1, Juni 2020 : hal 35
[19] http://www.deliknews.com/2015/12/29/ekonomi-terpuruk-kado-
jokowi-jk-2016-untuk-
rakyat/,
Ekonomi Terpuruk, Kado Jokowi-Jk 2016 Untuk Rakyat, diunduh pada hari Jumat 26
November 2021.
[20] http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx,
Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen) Berdasarkan Perhitungan Inflasi
Tahunan, diunduh pada hari Jumat tanggal 26 November 2021.
[21] Muhammad.
(2012). Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan
Pricing di Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press. hlm. 11.
[22] UU Perbankan Syariah,
No. 21 Tahun 2008, Penjelasan UU Pada Bagian Akhir.
0 Response to "Makalah Pengantar Ekonomi Islam || Bunga vs Bagi Hasil"
Posting Komentar