Makalah Akhlak Dan Tasawuf:\ || Kebebasan Tanggung Jawab dan Hati Nurani
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan
selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Dewi Ummu Kholifah selaku dosen pembimbing dan terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami
sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Bandar Lampung, Maret 2022
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia ingin hidup tanpa
mendapat tekanan dari pihak lain. Setiap manusia mengnginkan kebebasan dalam
hidupnya. Kebebasan dalam berpikir, berekspresi maupun dalam melakukan
kegiatannya, yaitu kegiatan yang disadari, disengaja maupun yang dilakukan demi
suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan. Asal masih dalam batas
kewajaran dan sesuai dengan syariat. Setiap perbuatan apalagi yang di dasari
akan kebebasan tentunya mengundang akibat baik itu yang menguntungkan maupun
yang merugikan. Adanya akibat ini maka seorang manusia mempunyai taggung jawab
atas apa yang diperbuatnya. Jadi kebebasab menyebabkan adanya tanggung jawab
keduanya sangat berkaitan. Seperti apa yang dikatakn olek K. Bertens, bahwa
tidak ada kebebasan, maka tidak ada pula tanggung jawab”. Dari pembahasan kebebasab maka timbullah
tanggung jawab, yaitu kebebasan yang diperbuat secara hati nurani dan moral sehingga
dapat dipertaggung jawabkan. Oleh karena itu, hati nurani yang menjadi dasar
pertimbangan seseorang dalam berbuat. Jika seseorang mampu berbuat kebaikan
sesuai hati nuraninya maka dengan mudah ia dapat mempertanggung jawabkan apa
yang dibuatnya.
B.
Rumusan Masalah
Beberapa masalah
yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1.
Apa pengertian kebebasan?
2.
Apa pengertian tanggung jawab?
3.
Apa pengertian hati nurani?
4.
Bagaiman hubungan antara kebebasab,
tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Di antara masalah yang menjadi bahan perdebatan sengit dari
sejak dahulu hingga sekarang adalah masalah kebebasan atau kemerdekaan
menyalurkan kehendak dan kemauan. Para ahli teologiter membagi menjadi dua kelompok.
Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan
merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya sendiri. Kedua kelompok
yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk melaksanakan
perbuatannya. Mereka dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan. Diibaratkan sebagai
wayang yang mengikuti sepenuhnya oleh kehendak dalang.
Di zaman baru, perdebatan masalah kebebasan dan keterpaksaan
tersebut muncul kembali. Sebagian ahli filsafat seperti Spinoza, Hucs dan Malebrache
berpendapat bahwa manusia melakukan suatu karena terpaksa. Sementara sebagian
ahli filsafat lainnya berpendapat bahwa manusia meliliki kebebasan untuk
menetapkan perbuatannya. Kebebasan bagi individu berarti bahwa dia bebas untuk
berbuat sesuai dengan keputusan dan rencananya.[1]
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Charris Zubair
kebebasan adalah terjadi apabila kemungkinan – kemungkinan untuk bertindak
tidak dibatasi oleh suatu paksaan atau keterkaitan kepada orang lain. Paham ini
disebut bebas negatif, karena hanya dikatakan bebas dari apa, tertapi tidak
ditentukan bebas untuk apa.
Seseorang disebut bebas
apabila:
a.
Dapat menentukan sendiri tujuan – tujuannya dan apa yang
dilakukannya,
b.
Dapat memilih antara kemungkinan – kemungkinan yang tersedia
baginya,
c.
Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak
akan dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya
sendiri. Oleh kehendak orang lain, Negara ataupun kekuasaan apapun.
Selain itu kebebasan meliputi segala macam kegiatan manusia,
yaitu kegiatan yang disadari, disengaja dan dilakukan demi suatu tujuan yang
selanjutnya disebut tindakan. Namun bersamaan dengan itu manusia juga memiliki
keterbatasan atau dipaksa menerimanya apa adanya. Misalnya keterbatasan dalam
menentukan jenis kelaminnya, keterbatasan kesukuan kita, keterbatasan asal
keturunan kita, bentuk tubuh kita, dan sebagainya. Namun keterbatasan yang
demikian itu sifatnya fisik, dan tidak
membatasi kebebasan yang sifatnya rohaniah. Dengan demikian keterbatasan –
keterbatasan tersebut tidak mengurangi kebebasan kita.
2. Jenis Kebebasan
Dilihat dari sifatnya,
kebebasan dapat dibagi menjadi tiga. Diantaranya:
a.
Kebebasan jasmaniah.
Kebebasan jasmaniah merupakan kebebasan dalam mengerakkan dan
mempergunakan anggota badan yang dimiliki.
b.
Kebebasan kehendak (rohaniah).
Kebebasan kehendak (rohaniah) merupakan kebebasan untuk
menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan
kemungkinan untuk berfikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan dapat
menghendaki apa saja. [2]
c.
Kebebasan moral.
Dalam arti luas berarti tidak adanya macam – macam ancaman,
tekanan, larangan dan tidak sampai
berupa paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu
kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan – kemungkinan untuk bertindak.
Manusia bebas berarti manusia yang dapat menentukan sendiri tindakannya.
Dalam Al-Qur’an surat
Fushilat ayat 40 Allah berfirman:
اِعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ ۙاِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
بَصِيْرٌ
Lakukanlah
apa yang kamu kehendaki! Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Dengan demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan
ungkapan martabat manusia, sebagai satu – satunya makhluk yang tidak hanya
ditentukan dan digerakkan, melainkan yang dapat menentukan duniannya dan
dirinya sendiri. Apa saja yang dilakukan tidak atas kesadaran dan keputusannya
sendiri dianggap hal yang tidak wajar. [3]
1. Pengertian
Kata tanggung jawab berkaitan dengan kata “jawab”, dengan
demikian, bertanggung jawab berarti dapat menjawab. Orang yang bertanggung
jawab adalah orang yang dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya. Bukan
saja ia bisa menjawab akan tetapi juga tidak mengelak. Kata tanggung jawab juga
mengandung makna penyebab, yaitu mempertanggungjawabkan sesuatu yang disebabkan
olehnya. Namun, untuk bertanggung jawab, tidaklah cukup seseorang menjadi
penyebab, tetapi juga menjadi penyebab
bebas.
Menurut K. Bertens, tanggung jawab terkait dengan kebebasan
adalah syarat mutlak untuk tanggung jawab. Bila tidak ada kebebasan, maka tidak
ada pula tanggung jawab”. Konsekuensi dari kebebasan merupakan
pertanggungjawabannya terhadap kebebasan dari pilihan yang ditempuhnya. Semakin
tinggi tingkat kedudukan seseorang, semakin banyak tanggung jawab yang ada
padanya.
Dalam kerangka tanggung
jawab ini, kebebasan mengandung arti:
a.
Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri.
b.
Kemampuan untuk bertanggung jawab.
c.
Kedewasaan manusia.
d.
Keseluruhan kondisi yang memungkinkan melakukan tujuan
hidupnya.
Tingkah laku yang memungkinkan manusia melakukan tujuan
hidupnya.Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan
bahwa tindakannya itu baik. Tanggung jawab mempunyai dua sifat, pertama,
bersifat langsung dan yang kedua bersifat tidak langsung. Dikatakan bersifat
langsung bila sipelaku sendiri bertanggung jawab atas perbuatannya. Sedangkan
tidak langsung, bila dilakukan oleh suruhan atau perantara lainnya. Pertanggung
jawaban lansung misalnya setiap manusia yang berada dimuka bumi diminta
pertanggungjawabannya, sebagai konsekuensi logis dari perbuatan yang telah
dilakukan. [4]
2. Jenis Tanggung
JAwab
Tanggung jawab dapat
terbagi menjadi beberapa ruang lingkup, diantaranya:
a.
Tanggung Jawab Agama.
Manusia diberi kebebasan bagi dirinya untuk berbuat dan
bertidak. Yaitu pilihan untuk tan tersebut ada yang baik dan buruk. Allah
berfirman:
وَهَدَيْنٰهُ النَّجْدَيْنِۙ
“Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan
keburukan)” (QS. Al- Balad: 10).
Manusia lahir dengan dibekali oleh Allah SWT berbagai potensi
yang dimilikinya, potensi tersebut diberikan Allah agar manusia mampu menjadi
khalifah (wakil) Allah dimuka bumi. Potensi tersebut diberikan sebagai alat
untuk mengurus alam dan seisinya dan agar manusia senantiasa menyembah Allah.
Potensi tersebut, tidak diberikan dengan gratis dan tanpa pengawasan, melainkan
agar dimintai pertanggungjawabannya. Tentang bentuk pertanggung jawabannya
perbuatan manusia tersebut, tercantum
pada firman Allah:
ثُمَّ لَـتُسۡـَٔـلُنَّ يَوۡمَٮِٕذٍ عَنِ النَّعِيۡمِ
Artinya: “ Kemudian akan ditanya pada hari itu (kiamat) akan
nikmat-nikmat (yang telah dianugerahkan kepadanya).” (QS. At- Takatsur: 8)
b.
Tanggung Jawab Sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa
hidup sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat tentu ad suatu aturan yang harus
dipatuhi oleh semua anggotanya. Peraturan tersebut merupakan wujud tanggung
jawab perseorangan terhadap lingkungan sosialnya yang bertujuan untuk
ketertiban dan kemamukmaran serta menciptakan kedamaian dan kesejahteraan dalam
masyarakat tersebut. [5]
c.
Tanggung Jawab Akhlak (sosial)
Fitrah manusia adalah cenderung kepada kebaikan, dan tanggung
jawab merupakan bagian dari fitrah manusia. Oleh karena itu, perbuatan buruk
merupakan sesuatu yang bertentangan dengan moralitas manusia.
d.
Tanggung Jawab Hati Nurani
Hati nurani diartikan sebagai kekuatan yang memperingatkan
manusia dan mencegahnya unutk berbuat buruk. Tanggung jawab terhadap hati
nurani berbentuk keinginan untuk selalu mengikuti kehendak hati untuk melakukan
kebaikan. Bila tindakan seseorang berlawanan dengan hati nuraninya maka sudah
pasti hidupnya dalam kegelisahan.
e.
Tanggung Jawab Amal Perbuatan
Setiap perbuatan manusia betapapun kecilnya pasti ada
pertanggung jawabannya. Baik secara langsung ataupun tidak langsung.Uraian
tersebut menunjukkan bahwa tanggung jawab erat kaitannya dengan kesengajaan
atau perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran. Orang yang melakukan perbuatan
tapi dalam keadaan tidur atau mabuk dan semacamnya tidak dapat dikatakan
sebagai perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan, karena perbuatan tersebut
dilakukan bukan karena pilihan akalnya
yang sehat. Selain itu tanggung jawab juga erat hubungannya dengan hati nurani
atau intuisi yang ada dalam diri manusia yang dapat menyuarakan kebenaran.
Seseorang baru dapat disebut bertanggung jawab apabila secara
intuisi perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan pada hati nurani dan kepada
masyarakat pada umumnya. [6]
1. Pengertian
Hati nurani merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh
saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani biasanya cenderung paha hal yang positif
bukan pada yang negatif. Atas dasar ini muncullah paham intuisisme yaitu paham
yang mengatakan bahwa perbuatan yang baik adalah yang sesuai dengan kata hati,
sedangkan perbuatan yang buruk adalah yang tidak sejalan dengan kata hati. Hati
nurani harus menjadi salah satu dasar pertimbangn dalam melaksanakan kebebasan
dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu hati
nuraninya sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata nurani berarti
“terang, cahaya”. Sedangkan hati nurani adalah perasaan hati murni yang
sedalam-dalamnya.Sementara itu, K. Bertens mengatkan bahwa hati nurani adalah “
penghayatan tentang baik atau buruk yang berhubungan dengan tingkah laku
konkret manusia, yang memerintahkan atau melarang untuk melakukan sesuatu.
Hati nurani berdasarkan latar belakang kejadian dapat
dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu:
a.
Hati nurani retrospektif, yaitu memberikan penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan atau yang sudah berlangsung di waktu
lampau.
b.
Hati nurani prospektif, yaitu melihat dan menilai perbuatan
yang hendak dilakukan pada masa yang akan datang. [7]
Secara etis hati nurani bersifat subjektif, karena didasarkan
pada pendapat pribadi seseoarng yang tidak dapat diketahui oleh orang lain.
Adapun sifat hati nurani ada 2:
a.
Bersifat personal, artinya selalu berkaitan dengan pribadi
yang bersangkutan. Norma dan cita-cita
yang diterima akan tmpak pda ucapan-ucapan hati nuraninya. Hal ini menandakan
bahwa hati nurani diwarnai oleh kepribadian seseorang.
b.
Bersifat adi personal, berarti melebihi pribadi seseorang
atau kekuatuan kepribadian kita.[8]
1. Fungsi Kekuatan
Hati Nurani
Adapun fungsi kekuatan hati nurani antara lain:
a.
Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan, maka dapat
memberikan petunjuk dan menakuti dari kemaksiatan.
b.
Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan, maka dapat
mendorong untuk menyempurnakan perbuatan yang baik dan menahan dari perbuatan
yang buruk.
c.
Apabila kekuatan menyusul setelah perbuatan, maka akan merasa
gembira dan senang apabila melakukan kebaikan dan akan merasa sedih, sakit dan
pedih ketika melakukan keburukan.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, bahwa hati nurani (suara hati)
mempunyai tiga tingkatan:
a.
Perasaan melakukan kewajiban karena takut pada manusia.
b.
Perasaan mengharuskan mengikutinya apa yang harus
diperintahkan.
c.
Rasa seharusnya mengikuti apa yang dipandang benar oleh
dirinya.
Hati nurani itu tak selalu benar kadang bisa salah. Ketika
hati nurani memerintah seseorang mengikuti keyakinan yang salah, maka ketika
itu hati nurani salah. Meskipun begitu apa kata hati nurani tetap ditaati
karena manusia diperintah berbuat menurut apa yang diyakini dalam hati benar,
tidak berbuat apa yang benar dalam nyatanya. Jadi barang siapa melihat sesuatu
yang benar,
dan hati nurani memerintahkan untuk melakukannya, maka ia
harus menaati. Dan dia tidak akan begitu saja disalahkan apabila hati nuraninya
salah. Hukum akhlak menerangkan bahwa “ segala perbuatan itu diberi hukum baik
atau buruk, karena melihat kepada maksud yang melakukannya dan bukan melihat
kepada buahnya. Barang siapa selalu mengikuti hati nurani adalah baik walaupun
nanti kelihatan salahnya ( meskipun perbuatannya merugikan).[9]
D. Hubungan antara Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani dengan
Akhlak
Suatu perbuatan baru dikatakan perbuatan yang alkhaki apabila
perbuatan tersebut dilakukan atas keasadaran sendiri dengan tulus ikhlas, bukan
paksaan ataupun di buat-buat.Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu
adalah perbutan yang dilakukan secara sengaja dan bebas. Inilah hubungan antara
akklak dengan kebebasan.
Selanjutnya perbuatan akhlak dilakukan atas kesadaran sendiri
tanpa adanya paksaan. Perbuatan yang demikian dapat dimintai pertanggung jawaban dari orang yang melakukannya. Di sini letak hubungan
antara tanggung jawab dengan akhlak.Perbuatan akhlaki haruslah muncul dari
dalam lubuk hati sehingga keikhlasan hatilah yang melakukannya sehingga dapat
dipertanggung jawabkan kepada hati sanubari. Maka hubungan akhlak dan kata
hati/ hati nurani muncul.Dengan demikian masalah kebebasan, tanggung jawab dan
hati nurani merupakan faktor penting dalam menentukan suatu perbuatan dikatakan
akhlaki.[10]
BAB III
PENUTUP
Kebebasan merupakan hak seseorang untuk berekspresi dan
melakukan segala sesuatu sesuai kehendaknya tanpa ada tekanan dari pihak lain
namun tetap pada batas-batas tertentu. Tanggung jawab adalah sikap dimana
seseorang dapat dimintai penjelasan mengenai apa yang telah diperbuat, tidak
hanya menjawab tapi juga tidak mengelak. Hati nurani merupakan perasaan atau suara
hati manusia yang menjadi dasar pertimbangan mereka dalam melakukan suatu
tindakan, dimana perbuatan tersebut cenderung kepada kebaikan. Namun tidak
selamanya hati nurani berkata benar, meskipun begitu manusia cenderung untuk
tetap menaati apa yang menjadi keyakinannya dalam hati mereka.
Sebagai pembaca yang
baik, kami berharap ada kritik dan saran dari hasil makalah yang telah kami
buat, kami juga berharap mudah-mudahan apa yang kami sampaikan melalui makalah
ini dapat bermanfaat bagi yang pembacanya. Walaupun makalah ini di buat dengan
sederhana. Di dalam banyak mengandung perluasan makna dan arti.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin
nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), 129.
Moh.
Toriqqudin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern,
(Malang: Malang Press,2008), 71.
Abuddin
nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), 131. Ibid, hlm 132
Zahruddin
AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), 131.
Abuddin
nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 134.
Zahruddin
AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), 132.
Abuddin
nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 134.
Ibid,
hlm. 135
Zahruddin
AR, Pengantar Study Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), 103
Ibid,
hlm. 104
Ibid,
hlm.105
Ibid,
hlm. 108
H.A
Ahmad Mustofa, Akhak Tasawuf, ( Bandung: Pustaka Setia, 1997), 118
Ibid,
hlm.121
Ibid,
hlm. 120
[1] Abuddin nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), 129.
Moh.
Toriqqudin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern,
(Malang: Malang Press,2008), 71.
[2] Abuddin nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), 131.
[3] Ibid, hlm 132
Zahruddin
AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), 131.
[4] Abuddin nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 134.
Zahruddin
AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), 132.
[5] Abuddin nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 134.
[6] Abuddin nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 134.
[7] Ibid, hlm. 135
Zahruddin
AR, Pengantar Study Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), 103
[8] Ibid, hlm. 135
Zahruddin
AR, Pengantar Study Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), 103
[9] bid, hlm. 104
Ibid, hlm.105
Ibid, hlm. 108
H.A Ahmad Mustofa, Akhak Tasawuf, (
Bandung: Pustaka Setia, 1997), 118
Ibid, hlm.121
[10] Ibid, hlm. 120
0 Response to "Makalah Akhlak Dan Tasawuf:\ || Kebebasan Tanggung Jawab dan Hati Nurani"
Posting Komentar