Makalah Akhlak & Tasawuf || HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA
Puji
syukur kami panjatkan kepada hadirat Allah SWT. yang atas rahmat-nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hubungan Ilmu Akhlak
Dengan Ilmu Lainnya”. penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
semester 2 Jurusan Akuntansi Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Intan Lampung.
Dalam
penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami
titik untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah pada waktu dan kesempatan berikutnya.
Dalam
penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini khususnya kepada ibu Dewi Umu
Kholifah selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Akhirnya
kami berharap semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan keberkahan kepada
kita semua khususnya kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan dapat
menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah Amiin ya Robbal Alamin.
DAFTAR ISI
C. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-Ilmu Lain
1. Hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu Tauhid
2. Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
3. Hubungan antara
ilmu akhlak dengan ilmu jiwa ( ilmu-nafs )
4. Hubungan ilmu
Akhlak dengan logika ( ilmu manthiq )
5. Hubungan ilmu
Akhlak dengan ilmu aestetika (ilmu jamal)
6. Hubungan ilmu
Akhlak dengan ilmu sosiologi (ilmu ijtima’)
7. Hubungan antara
akhlak dengan aqidah dan Iman
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
bukanlah malaikat yang lepas dari kesalahan dan dosa, sanggup beribadah dan
bertasbih selamanya, namun manusia juga bukan syaitan yang senantiasa salah,
sesat dan menyesatkan, akan tetapi manusia adalah makhluk yang diberikan dan
dibekali oleh allah akal dan nafsu ditambah lagi dengan qalbu kesinambungan
akal dan nafsu disertai dengan hati yang bersih menjadikan manusia mendapatkan
derajat yang tinggi dari malaikat
Kalau
kita tengok sejarah kebelakang sebelum islam itu datang, kita dapat temukan
refernsi-referensi tentang bejad dan tercelanya sifat para kaum-kaum jahiliyah
yang tidak mempunyai peradaban yang murni mereka hanya mengumbar nfsu belaka
tanpa mementingkan etika yang baik dan mulia. Ini semua adallah disebabkan oleh
tidak adanya aturan dalam hidup, oleh sebab itu Allah SWT mengutus seorang nabi
yang merupakan nabi dan rosul terakhir yang diutus hingga akhir zaman untuk
menyempurnakan akhlak dimuka bumi ini terkhusus bagi bangsa arab sendiri
sebagaimana diterangkan dalam hadist berikut:
Artinya: ‘‘Sesungguhnya
aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak’’
Hadits
diatas menunjukan kepada kita, bahwa benar-benar nabi kita Muhammad SAW diutus
untuk menyempurnakan dan memaksimalkan akhlak baik di dunia ini, karena dengan
akhlak baiklah maka kan berbuah syurga yang dinanti.
Maka dengan adanya
pengutusan nabi dan rosul terakhir ini terbukti adanya perubahan yang sangat
signifikan yang merubah dari zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang.
Keadaan ini pun berlangsung sangat lama karena benar-benar pengaruh nabi
Muhammad begitu terasa.
B.
Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang
dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1.
Pengertian
Ilmu akhlak
2.
Ciri-ciri
Ilmu akhlak yang islami.
3.
Hubungan
Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya
C.
Tujuan Penulisan
Secara
umum Diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat lebih memahami dan
menerapkan perihal Akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga baik penyusun
maupun pembaca dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungannya. Selain itu
juga sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Hadits I, agar telaksana tujuan
pendidikan yang diharapkan.
D.
Sistematika Penulisan
Untuk
menjelaskan dari uraian-uraian yang terdapat pada rumusan masalah, makalah ini
dituangkan dalam sistematika penulisan yang meliputi pendahuluan, isi atau
pembahasan dan penutup/ kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Akhlak
Akhlak
berasal dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat. Sedangkan secara istilah akhlak adalah tabiat atau sifat
seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut
benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatanperbuatan dengan
mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.
Istilah akhlak sebenarnya
memiliki banyak makna sebagimana yang dikemukakan berikut:
1.
Ibnu
Maskawaih, mengatakan bahwa akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang
mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui
pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal
dari tabiat aslinya, adapula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang.
2.
Ibrahim
Anis mengungkapkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahir macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.
3.
Abdul
Karim Zaidan mengatakan bahwa akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat
menilai perbuatan baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau
meninggalkannya.
4.
Ahmad
Mubarok mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaan batin seseorang yang menjadi
sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa
memikirkan untung dan rugi. [1]
Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam diri manusia,
sehingga akhlak tersebut akan muncul dengan sendirinya, tanpa adanya pemikiran
atau pertimbangan terlebih dulu, serta atas kemauan sendiri tanpa adanya
paksaan dari orang lain.[2]
B.
Macam-Macam Akhlak
Secara umum, akhlak terbagi menjadi dua, yaitu
akhlak yang diatur manusia atau akhlak wad'iyyah dan akhlak yang lahir dari
tuntunan Allah SWT atau akhlak Islam. Berikut penjelasan mengenai dua akhlak
tersebut.
1.
Akhlak Wad'iyyah
Akhlak wad'iyyah adalah norma yang diciptakan
manusia untuk mengatur tindakan dan perilaku di masyarakat. Akhlak wad'iyyah
ini umumnya diatur untuk kemaslahatan bersama agar kehidupan bermasyarakat
menjadi damai, tentram, dan terarah. Rujukan dari akhlak wad'iyyah adalah
logika dan rasio manusia sendiri. Bagi anggota masyarakat yang melanggar akhlak
wad'iyyah ini lazimnya memperoleh sanksi dari lingkungan sekitar, kepolisian,
ataupun dikucilkan oleh masyarakat.
2.
Akhlak Islam
Islam mengatur akhlak-akhlak yang dianjurkan
untuk dikerjakan umatnya, serta mengimbau perilaku-perilaku tercela agar
dihindari. Rujukan akhlak Islam ini adalah dari Allah SWT, baik itu tertuang
dalam Alquran atau melalui hadis Nabi Muhammad SAW. Berbeda dari akhlak
wad'iyyah yang hanya beroleh sanksi dari manusia saja, pelanggar akhlak Islam
juga diancam sanksi dari Allah SWT. Kemudian, akhlak dalam Islam terbagi
menjadi dua, yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak mazmumah (tercela). [3]
C.
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-Ilmu Lain
1.
Hubungan antara ilmu akhlak dengan
ilmu Tauhid
Hubungan ilmu Akhlak
dengan ilmu Tauhid dapai dilhat dari analis berikut ini diantaranya :
a)
Dilihat
dari segi obyek pembahasannya yaitu menguraikan masalah Tuhan baik dari segi
zat, sifat dan perbuatannya, dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan
perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keihlasan itu merupakan salah satu akhlak
mulia.
b)
Dilihat
dari fungsinya, ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak
hanya cukup menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi
yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh
terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Dengan demikian beriman
kepada rukun iman yang enam itu akan memberi pengaruh terhadap pembentukan
akhlak mulia.
Jadi jelas bahwa ilmu
tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang mulia. Dengan
demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya dapat digali
dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.[4]
2.
Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf
itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji,
zikir, dan lain sebagianya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka
mendekatkatkan diri kepada Allah, ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf
itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution
lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya
dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-qur’an dikaitkan dengan takwa, dan
takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu
orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud
dengan ajaran amar ma’ruf nahimunkar, mengajakan orang pada kebaikan
dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa
adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum
sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada paembinaan akhlak
mulia dalam diri mereka[5]
3.
Hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu jiwa ( ilmu-nafs )
Ilmu
jiwa yakni suatu ilmu yang menyelidiki bekas-bekas jiwa seseorang seperti:
pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan dalil bekas dan akibatnya mengambil
faidah dari padanya.
Dengan
lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam
perilaku manusia. Karenanya dia meneliti tentang suara hati (dhamir), Kemauan
(iradah), daya ingatan, hafalan, dan pengertian, sangkaan yang ringan, (waham)
dan kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan
kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk berkata dan berbuat. Oleh karena itu
ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu
akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi”, tanpa dibantu oleh jiwa, orang
tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlaq”.[6]
4.
Hubungan
ilmu Akhlak dengan logika ( ilmu manthiq )
Ilmu
manthiq (logika)
adalah pengetahuan yang menggariskan qaidah-qaidah dan umdang-undang berpikir,
sehingga terpelihara manusia dalam berfikir. Jelasnya ilmu manthiq itu untuk
membersikan jiwa dan memperhalusnya supaya dapat berfikir secara baik, mendidik
pikiran dan menjaganya agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat suatu hukum
yang didasarkan kepada pikiran. Kalau dipandang ilmu manthiq sebagai alat
penimbang mengotrol dan memeriksa
sesuatu yang berasal dari pikiran, maka dia kuat sekali ikatannya dengan ilmu
akhlak dari dua segi:
a)
Ilmu
manthik dan ilmu akhlak, masing-masing bertugas sebagai penimbang sesuatu.
Kalau ilmu akhlak merumuskan aturan-aturan di mana manusia harus berprilaku
sesuai dengan aturan itu, maka ilmu manthiq merumuskan aturan-aturan dimana
manusia harus berpikir sesuai dengan aturan yang telah dirumuskan itu.
b)
Ilmu
manthiq dan ilmu akhlak keduanya membahas dan meneliti manusia dari segi yang
bersifat kejiwaan, dengan catatan, ilmu akhlak menyorot manusia dari segi
tingkah lakunya sedang ilmu manthiq menyorot dari segi hasil pikirannya.
Oleh
karena itu ilmu manthiq sebagai kunci untuk mengerti filsafat, dalam
pengertian, orang yang tidak memahami ilmu manthiq tidak akan bisa memahami
filsafat. Ilmu akhlak disebut juga dengan filsafat akhlak, maka orang tidak
akan mengerti filsafat akhlak bila tidak mengerti manthiq. Dari uraian diatas
dapat disimpulakan bahwa terarah dan baik atau tidak sesuai prilaku sangat
tergantung dan dipengaruhi kepada baik tidaknya dalam berfikir.[7]
5.
Hubungan
ilmu Akhlak dengan ilmu aestetika (ilmu jamal)
Ilmu
Aestetika, adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang manusia dari aspek
kelazatan-kelazatan yang ditimbulkan oleh sesuatu pemandangan yang indah dalam
diri manusia.
Kebanyakan
ahli ilmu mengatakan, sangat erat hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu
aestetika, tak obahnya laksana hubungan antara paman dengan keponakannya di
mana diatasnya bertemu pada satu nasab atau keturunan. Hanya saja kalau ilmu
akhlak yang menjadi sasarannya dari segi segi perilaku (suluk) maka ilmu aetetika
sasarannya dari segi kelezatan yang obyeknya tetap sama yaitu diri
manusia.
Allah
menyuruh manusia memperhatikan pergantian malam dengan siang dan sesuatu yang
diciptakan Allah, baik yang dilangit dan dibumi. Hal ini merupakan sebab yang paling
kuat pengaruh kedalam jiwa yang membawa manusia mudah ber-iman kepada Allah.
Dengan mengamati ( taammul ) alam semesta yang begitu indah dan kuat serta
sedemikian rupa teraturnya menjadi tanda bagi orang yang taqwa.
Dalam
surat Yunus ayat 6, Allah berfirman Artinya: Sesungguhnya pada pertukaran
malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi,
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang
bertakwaArtinya: Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada
apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa Dari
keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa sangat erat
hubungan antara ilmu aestetika dengan ilmu akhlak. Orang kalau sudah terbiasa
dengan keindahan, maka langkah berikutnya dia akan senag kepada akhlak yang
terpuji.[8]
6.
Hubungan
ilmu Akhlak dengan ilmu sosiologi (ilmu ijtima’)
Secara
etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan
dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang berkawan atau didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan
yang berobyek hidup bermasyarakat”. Memang banyak pengertian (ta’rif) tentang
sosiologi tentang, antara lain yang dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith
dan Ch. A. Ell wood, tekanannya kepada “masyarakat“, bukan kepada “hidup
bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai pengertian yang memuat “hidup
bermasyarakat”, karena masyarakat tidak mempunyai arti yang tepat. Ada
masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan daripada semua perhubungan didalam
hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah suatu kelompok manusia
yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai
aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak
mempunyai arti yang tertentu, misalnya: masyarakat mahasiswa, masyarakat
pedagang, masyarakat tani dan lain-lain.
Dikatakan Ahmad Amin,
bahwa pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau
Ilmu Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan
manusia yang ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada
kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi.[4] Hal yang
demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk
bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup , ia tidak bisa memisahkan dirinya
lingkungan masyarakat dimana dia berada walaupun kadar pengaruh itu relative
sifatnya.
Memang manusia adalah
makhluk bersyarikat dan bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya.[9]
Hal ini jelas sekali bila
kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :
يٰٓاَيُّهَا
النَّاسُ
اِنَّا
خَلَقْنٰكُمْ
مِّنْ
ذَكَرٍ
وَّاُنْثٰى
وَجَعَلْنٰكُمْ
شُعُوْبًا
وَّقَبَاۤىِٕلَ
لِتَعَارَفُوْا
ۚ
اِنَّ
اَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ
اللّٰهِ
اَتْقٰىكُمْ
ۗاِنَّ
اللّٰهَ
عَلِيْمٌ
خَبِيْرٌ
Artiny; aHai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.
7.
Hubungan
antara akhlak dengan aqidah dan Iman
Sesungguhnya
antara akhlak dengan aqidah dan iman terdapat hubungan yang sangat kuat sekali
,karena akhlak yang baik itu sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk
sebagai nukti atas lemahnya iman. Semakin sempurna akhlak seseorang muslim
berarti semakin kuat imannya. Akhlak yang baik adalah bagian dari amal shaleh
yang menambah keimanan dan memiliki bobot yang berat dalam timbangan.
Pemiliknya sangat dicintai oleh nabi SAW dan akhlak yang baik adalah satu
penyebab masuk jannahnya seseorang.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Bahwa
pengertian akhlak :
1. Adalah
perbuatan yang telah tertanamkuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya.
2. Perbuatan
akhlak adalahperbuatan yang di lakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran
3. Bahwa perbuatan aklhlak adalah perbuatan
yang timbul dari dalam diri orangyang mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan
tekanan dari luar.
4. Bahwa
perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang di lakukandengan sesungguhnya, bukan main-main atau
bersandiwara
5. Sejalan dengan cirri yang keempatperbuatan
akhlak adalahperbuatan yang di lakukan karena ikhlassemata-mata karena
allah,bukan karena ingin di puji orang.
B.
SARAN
Sebagai
pembaca yang baik, kami berharap ada kritik dan saran dari hasil makalah yang telah
kami buat, kami juga berharap mudah-mudahan apa yang kami sampaikan melalui
makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembacanya. Walaupun makalah ini di buat
dengan sederhana. Di dalam banyak mengandung perluasan makna dan arti.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Hadi,jenis-jenis akhlak menurut islam, https://tirto.id/gbDS, (diakses pada 28 februari 2022,
pukul 13.05).
Syul
Hadi,Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu
lain,https://syulhadi.wordpress.com,(diakses pada 28 februari 2022,pukul
11.00).
[1] Syul Hadi,Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu
lain,https://syulhadi.wordpress.com,(diakses pada 28 februari 2022,pukul
11.00).
[2] Ibid
[3] Abdul Hadi,jenis-jenis akhlak menurut islam, https://tirto.id/gbDS, (diakses pada 28 februari 2022, pukul 13.05).
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
MAKALAH
HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA
Dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah AKHLAK & TASAWUF
Disusun Oleh Kelompok I:
1.
Irma Yuniza (2151030176)
2.
Kharisma Khoirun Nisa (2151030181)
3.
Maya Artika (2151030059)
4.
Nia Ira
Syahara (2151030068)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
Tahun Pelajaran 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada hadirat Allah SWT. yang atas rahmat-nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hubungan Ilmu Akhlak
Dengan Ilmu Lainnya”. penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
semester 2 Jurusan Akuntansi Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Intan Lampung.
Dalam
penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami
titik untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah pada waktu dan kesempatan berikutnya.
Dalam
penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini khususnya kepada ibu Dewi Umu
Kholifah selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Akhirnya
kami berharap semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan keberkahan kepada
kita semua khususnya kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan dapat
menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah Amiin ya Robbal Alamin.
DAFTAR ISI
C. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-Ilmu Lain
1. Hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu Tauhid
2. Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
3. Hubungan antara
ilmu akhlak dengan ilmu jiwa ( ilmu-nafs )
4. Hubungan ilmu
Akhlak dengan logika ( ilmu manthiq )
5. Hubungan ilmu
Akhlak dengan ilmu aestetika (ilmu jamal)
6. Hubungan ilmu
Akhlak dengan ilmu sosiologi (ilmu ijtima’)
7. Hubungan antara
akhlak dengan aqidah dan Iman
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
bukanlah malaikat yang lepas dari kesalahan dan dosa, sanggup beribadah dan
bertasbih selamanya, namun manusia juga bukan syaitan yang senantiasa salah,
sesat dan menyesatkan, akan tetapi manusia adalah makhluk yang diberikan dan
dibekali oleh allah akal dan nafsu ditambah lagi dengan qalbu kesinambungan
akal dan nafsu disertai dengan hati yang bersih menjadikan manusia mendapatkan
derajat yang tinggi dari malaikat
Kalau
kita tengok sejarah kebelakang sebelum islam itu datang, kita dapat temukan
refernsi-referensi tentang bejad dan tercelanya sifat para kaum-kaum jahiliyah
yang tidak mempunyai peradaban yang murni mereka hanya mengumbar nfsu belaka
tanpa mementingkan etika yang baik dan mulia. Ini semua adallah disebabkan oleh
tidak adanya aturan dalam hidup, oleh sebab itu Allah SWT mengutus seorang nabi
yang merupakan nabi dan rosul terakhir yang diutus hingga akhir zaman untuk
menyempurnakan akhlak dimuka bumi ini terkhusus bagi bangsa arab sendiri
sebagaimana diterangkan dalam hadist berikut:
Artinya: ‘‘Sesungguhnya
aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak’’
Hadits
diatas menunjukan kepada kita, bahwa benar-benar nabi kita Muhammad SAW diutus
untuk menyempurnakan dan memaksimalkan akhlak baik di dunia ini, karena dengan
akhlak baiklah maka kan berbuah syurga yang dinanti.
Maka dengan adanya
pengutusan nabi dan rosul terakhir ini terbukti adanya perubahan yang sangat
signifikan yang merubah dari zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang.
Keadaan ini pun berlangsung sangat lama karena benar-benar pengaruh nabi
Muhammad begitu terasa.
B.
Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang
dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1.
Pengertian
Ilmu akhlak
2.
Ciri-ciri
Ilmu akhlak yang islami.
3.
Hubungan
Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya
C.
Tujuan Penulisan
Secara
umum Diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat lebih memahami dan
menerapkan perihal Akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga baik penyusun
maupun pembaca dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungannya. Selain itu
juga sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Hadits I, agar telaksana tujuan
pendidikan yang diharapkan.
D.
Sistematika Penulisan
Untuk
menjelaskan dari uraian-uraian yang terdapat pada rumusan masalah, makalah ini
dituangkan dalam sistematika penulisan yang meliputi pendahuluan, isi atau
pembahasan dan penutup/ kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Akhlak
Akhlak
berasal dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat. Sedangkan secara istilah akhlak adalah tabiat atau sifat
seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut
benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatanperbuatan dengan
mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.
Istilah akhlak sebenarnya
memiliki banyak makna sebagimana yang dikemukakan berikut:
1.
Ibnu
Maskawaih, mengatakan bahwa akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang
mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui
pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal
dari tabiat aslinya, adapula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang.
2.
Ibrahim
Anis mengungkapkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahir macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.
3.
Abdul
Karim Zaidan mengatakan bahwa akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat
menilai perbuatan baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau
meninggalkannya.
4.
Ahmad
Mubarok mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaan batin seseorang yang menjadi
sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa
memikirkan untung dan rugi. [1]
Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam diri manusia,
sehingga akhlak tersebut akan muncul dengan sendirinya, tanpa adanya pemikiran
atau pertimbangan terlebih dulu, serta atas kemauan sendiri tanpa adanya
paksaan dari orang lain.[2]
B.
Macam-Macam Akhlak
Secara umum, akhlak terbagi menjadi dua, yaitu
akhlak yang diatur manusia atau akhlak wad'iyyah dan akhlak yang lahir dari
tuntunan Allah SWT atau akhlak Islam. Berikut penjelasan mengenai dua akhlak
tersebut.
1.
Akhlak Wad'iyyah
Akhlak wad'iyyah adalah norma yang diciptakan
manusia untuk mengatur tindakan dan perilaku di masyarakat. Akhlak wad'iyyah
ini umumnya diatur untuk kemaslahatan bersama agar kehidupan bermasyarakat
menjadi damai, tentram, dan terarah. Rujukan dari akhlak wad'iyyah adalah
logika dan rasio manusia sendiri. Bagi anggota masyarakat yang melanggar akhlak
wad'iyyah ini lazimnya memperoleh sanksi dari lingkungan sekitar, kepolisian,
ataupun dikucilkan oleh masyarakat.
2.
Akhlak Islam
Islam mengatur akhlak-akhlak yang dianjurkan
untuk dikerjakan umatnya, serta mengimbau perilaku-perilaku tercela agar
dihindari. Rujukan akhlak Islam ini adalah dari Allah SWT, baik itu tertuang
dalam Alquran atau melalui hadis Nabi Muhammad SAW. Berbeda dari akhlak
wad'iyyah yang hanya beroleh sanksi dari manusia saja, pelanggar akhlak Islam
juga diancam sanksi dari Allah SWT. Kemudian, akhlak dalam Islam terbagi
menjadi dua, yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak mazmumah (tercela). [3]
C.
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-Ilmu Lain
1.
Hubungan antara ilmu akhlak dengan
ilmu Tauhid
Hubungan ilmu Akhlak
dengan ilmu Tauhid dapai dilhat dari analis berikut ini diantaranya :
a)
Dilihat
dari segi obyek pembahasannya yaitu menguraikan masalah Tuhan baik dari segi
zat, sifat dan perbuatannya, dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan
perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keihlasan itu merupakan salah satu akhlak
mulia.
b)
Dilihat
dari fungsinya, ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak
hanya cukup menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi
yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh
terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Dengan demikian beriman
kepada rukun iman yang enam itu akan memberi pengaruh terhadap pembentukan
akhlak mulia.
Jadi jelas bahwa ilmu
tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang mulia. Dengan
demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya dapat digali
dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.[4]
2.
Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf
itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji,
zikir, dan lain sebagianya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka
mendekatkatkan diri kepada Allah, ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf
itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution
lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya
dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-qur’an dikaitkan dengan takwa, dan
takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu
orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud
dengan ajaran amar ma’ruf nahimunkar, mengajakan orang pada kebaikan
dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa
adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum
sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada paembinaan akhlak
mulia dalam diri mereka[5]
3.
Hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu jiwa ( ilmu-nafs )
Ilmu
jiwa yakni suatu ilmu yang menyelidiki bekas-bekas jiwa seseorang seperti:
pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan dalil bekas dan akibatnya mengambil
faidah dari padanya.
Dengan
lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam
perilaku manusia. Karenanya dia meneliti tentang suara hati (dhamir), Kemauan
(iradah), daya ingatan, hafalan, dan pengertian, sangkaan yang ringan, (waham)
dan kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan
kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk berkata dan berbuat. Oleh karena itu
ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu
akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi”, tanpa dibantu oleh jiwa, orang
tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlaq”.[6]
4.
Hubungan
ilmu Akhlak dengan logika ( ilmu manthiq )
Ilmu
manthiq (logika)
adalah pengetahuan yang menggariskan qaidah-qaidah dan umdang-undang berpikir,
sehingga terpelihara manusia dalam berfikir. Jelasnya ilmu manthiq itu untuk
membersikan jiwa dan memperhalusnya supaya dapat berfikir secara baik, mendidik
pikiran dan menjaganya agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat suatu hukum
yang didasarkan kepada pikiran. Kalau dipandang ilmu manthiq sebagai alat
penimbang mengotrol dan memeriksa
sesuatu yang berasal dari pikiran, maka dia kuat sekali ikatannya dengan ilmu
akhlak dari dua segi:
a)
Ilmu
manthik dan ilmu akhlak, masing-masing bertugas sebagai penimbang sesuatu.
Kalau ilmu akhlak merumuskan aturan-aturan di mana manusia harus berprilaku
sesuai dengan aturan itu, maka ilmu manthiq merumuskan aturan-aturan dimana
manusia harus berpikir sesuai dengan aturan yang telah dirumuskan itu.
b)
Ilmu
manthiq dan ilmu akhlak keduanya membahas dan meneliti manusia dari segi yang
bersifat kejiwaan, dengan catatan, ilmu akhlak menyorot manusia dari segi
tingkah lakunya sedang ilmu manthiq menyorot dari segi hasil pikirannya.
Oleh
karena itu ilmu manthiq sebagai kunci untuk mengerti filsafat, dalam
pengertian, orang yang tidak memahami ilmu manthiq tidak akan bisa memahami
filsafat. Ilmu akhlak disebut juga dengan filsafat akhlak, maka orang tidak
akan mengerti filsafat akhlak bila tidak mengerti manthiq. Dari uraian diatas
dapat disimpulakan bahwa terarah dan baik atau tidak sesuai prilaku sangat
tergantung dan dipengaruhi kepada baik tidaknya dalam berfikir.[7]
5.
Hubungan
ilmu Akhlak dengan ilmu aestetika (ilmu jamal)
Ilmu
Aestetika, adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang manusia dari aspek
kelazatan-kelazatan yang ditimbulkan oleh sesuatu pemandangan yang indah dalam
diri manusia.
Kebanyakan
ahli ilmu mengatakan, sangat erat hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu
aestetika, tak obahnya laksana hubungan antara paman dengan keponakannya di
mana diatasnya bertemu pada satu nasab atau keturunan. Hanya saja kalau ilmu
akhlak yang menjadi sasarannya dari segi segi perilaku (suluk) maka ilmu aetetika
sasarannya dari segi kelezatan yang obyeknya tetap sama yaitu diri
manusia.
Allah
menyuruh manusia memperhatikan pergantian malam dengan siang dan sesuatu yang
diciptakan Allah, baik yang dilangit dan dibumi. Hal ini merupakan sebab yang paling
kuat pengaruh kedalam jiwa yang membawa manusia mudah ber-iman kepada Allah.
Dengan mengamati ( taammul ) alam semesta yang begitu indah dan kuat serta
sedemikian rupa teraturnya menjadi tanda bagi orang yang taqwa.
Dalam
surat Yunus ayat 6, Allah berfirman Artinya: Sesungguhnya pada pertukaran
malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi,
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang
bertakwaArtinya: Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada
apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa Dari
keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa sangat erat
hubungan antara ilmu aestetika dengan ilmu akhlak. Orang kalau sudah terbiasa
dengan keindahan, maka langkah berikutnya dia akan senag kepada akhlak yang
terpuji.[8]
6.
Hubungan
ilmu Akhlak dengan ilmu sosiologi (ilmu ijtima’)
Secara
etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan
dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang berkawan atau didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan
yang berobyek hidup bermasyarakat”. Memang banyak pengertian (ta’rif) tentang
sosiologi tentang, antara lain yang dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith
dan Ch. A. Ell wood, tekanannya kepada “masyarakat“, bukan kepada “hidup
bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai pengertian yang memuat “hidup
bermasyarakat”, karena masyarakat tidak mempunyai arti yang tepat. Ada
masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan daripada semua perhubungan didalam
hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah suatu kelompok manusia
yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai
aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak
mempunyai arti yang tertentu, misalnya: masyarakat mahasiswa, masyarakat
pedagang, masyarakat tani dan lain-lain.
Dikatakan Ahmad Amin,
bahwa pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau
Ilmu Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan
manusia yang ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada
kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi.[4] Hal yang
demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk
bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup , ia tidak bisa memisahkan dirinya
lingkungan masyarakat dimana dia berada walaupun kadar pengaruh itu relative
sifatnya.
Memang manusia adalah
makhluk bersyarikat dan bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya.[9]
Hal ini jelas sekali bila
kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :
يٰٓاَيُّهَا
النَّاسُ
اِنَّا
خَلَقْنٰكُمْ
مِّنْ
ذَكَرٍ
وَّاُنْثٰى
وَجَعَلْنٰكُمْ
شُعُوْبًا
وَّقَبَاۤىِٕلَ
لِتَعَارَفُوْا
ۚ
اِنَّ
اَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ
اللّٰهِ
اَتْقٰىكُمْ
ۗاِنَّ
اللّٰهَ
عَلِيْمٌ
خَبِيْرٌ
Artiny; aHai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.
7.
Hubungan
antara akhlak dengan aqidah dan Iman
Sesungguhnya
antara akhlak dengan aqidah dan iman terdapat hubungan yang sangat kuat sekali
,karena akhlak yang baik itu sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk
sebagai nukti atas lemahnya iman. Semakin sempurna akhlak seseorang muslim
berarti semakin kuat imannya. Akhlak yang baik adalah bagian dari amal shaleh
yang menambah keimanan dan memiliki bobot yang berat dalam timbangan.
Pemiliknya sangat dicintai oleh nabi SAW dan akhlak yang baik adalah satu
penyebab masuk jannahnya seseorang.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Bahwa
pengertian akhlak :
1. Adalah
perbuatan yang telah tertanamkuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya.
2. Perbuatan
akhlak adalahperbuatan yang di lakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran
3. Bahwa perbuatan aklhlak adalah perbuatan
yang timbul dari dalam diri orangyang mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan
tekanan dari luar.
4. Bahwa
perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang di lakukandengan sesungguhnya, bukan main-main atau
bersandiwara
5. Sejalan dengan cirri yang keempatperbuatan
akhlak adalahperbuatan yang di lakukan karena ikhlassemata-mata karena
allah,bukan karena ingin di puji orang.
B.
SARAN
Sebagai
pembaca yang baik, kami berharap ada kritik dan saran dari hasil makalah yang telah
kami buat, kami juga berharap mudah-mudahan apa yang kami sampaikan melalui
makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembacanya. Walaupun makalah ini di buat
dengan sederhana. Di dalam banyak mengandung perluasan makna dan arti.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Hadi,jenis-jenis akhlak menurut islam, https://tirto.id/gbDS, (diakses pada 28 februari 2022,
pukul 13.05).
Syul
Hadi,Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu
lain,https://syulhadi.wordpress.com,(diakses pada 28 februari 2022,pukul
11.00).
[1] Syul Hadi,Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu
lain,https://syulhadi.wordpress.com,(diakses pada 28 februari 2022,pukul
11.00).
[2] Ibid
[3] Abdul Hadi,jenis-jenis akhlak menurut islam, https://tirto.id/gbDS, (diakses pada 28 februari 2022, pukul 13.05).
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
0 Response to "Makalah Akhlak & Tasawuf || HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA"
Posting Komentar