Makalah Akhlak & Tasawuf || HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kepada hadirat Allah SWT. yang atas rahmat-nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya. penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf semester 2 Jurusan Akuntansi  Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Intan Lampung.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami titik untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah pada waktu dan kesempatan berikutnya.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini khususnya kepada ibu Dewi Umu Kholifah selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf.

Akhirnya kami berharap semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan keberkahan kepada kita semua khususnya kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah Amiin ya Robbal Alamin.

                                        

 

 

 

 

 

 

 

 

 



BAB I

PENDAHULUAN

 

A.           Latar Belakang

 

Manusia bukanlah malaikat yang lepas dari kesalahan dan dosa, sanggup beribadah dan bertasbih selamanya, namun manusia juga bukan syaitan yang senantiasa salah, sesat dan menyesatkan, akan tetapi manusia adalah makhluk yang diberikan dan dibekali oleh allah akal dan nafsu ditambah lagi dengan qalbu kesinambungan akal dan nafsu disertai dengan hati yang bersih menjadikan manusia mendapatkan derajat yang tinggi dari malaikat

Kalau kita tengok sejarah kebelakang sebelum islam itu datang, kita dapat temukan refernsi-referensi tentang bejad dan tercelanya sifat para kaum-kaum jahiliyah yang tidak mempunyai peradaban yang murni mereka hanya mengumbar nfsu belaka tanpa mementingkan etika yang baik dan mulia. Ini semua adallah disebabkan oleh tidak adanya aturan dalam hidup, oleh sebab itu Allah SWT mengutus seorang nabi yang merupakan nabi dan rosul terakhir yang diutus hingga akhir zaman untuk menyempurnakan akhlak dimuka bumi ini terkhusus bagi bangsa arab sendiri sebagaimana diterangkan dalam hadist berikut:

Artinya: ‘‘Sesungguhnya aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak’’

Hadits diatas menunjukan kepada kita, bahwa benar-benar nabi kita Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan dan memaksimalkan akhlak baik di dunia ini, karena dengan akhlak baiklah maka kan berbuah syurga yang dinanti.

Maka dengan adanya pengutusan nabi dan rosul terakhir ini terbukti adanya perubahan yang sangat signifikan yang merubah dari zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang. Keadaan ini pun berlangsung sangat lama karena benar-benar pengaruh nabi Muhammad begitu terasa.


 

B.            Rumusan Masalah

 

Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya:

1.             Pengertian Ilmu  akhlak

2.             Ciri-ciri Ilmu akhlak yang islami.

3.             Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya

 

C.           Tujuan Penulisan

 

Secara umum Diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat lebih memahami dan menerapkan perihal Akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga baik penyusun maupun pembaca dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungannya. Selain itu juga sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Hadits I, agar telaksana tujuan pendidikan yang diharapkan.

 

D.           Sistematika Penulisan

 

Untuk menjelaskan dari uraian-uraian yang terdapat pada rumusan masalah, makalah ini dituangkan dalam sistematika penulisan yang meliputi pendahuluan, isi atau pembahasan dan penutup/ kesimpulan.

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.           Pengertian Ilmu Akhlak

 

Akhlak berasal dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan secara istilah akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatanperbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.

Istilah akhlak sebenarnya memiliki banyak makna sebagimana yang dikemukakan berikut:

1.              Ibnu Maskawaih, mengatakan bahwa akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal dari tabiat aslinya, adapula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang.

2.              Ibrahim Anis mengungkapkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahir macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

3.              Abdul Karim Zaidan mengatakan bahwa akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.

4.              Ahmad Mubarok mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung dan rugi. [1]

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam diri manusia, sehingga akhlak tersebut akan muncul dengan sendirinya, tanpa adanya pemikiran atau pertimbangan terlebih dulu, serta atas kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain.[2]

 

B.            Macam-Macam Akhlak

 

Secara umum, akhlak terbagi menjadi dua, yaitu akhlak yang diatur manusia atau akhlak wad'iyyah dan akhlak yang lahir dari tuntunan Allah SWT atau akhlak Islam. Berikut penjelasan mengenai dua akhlak tersebut.

 

1.             Akhlak Wad'iyyah

Akhlak wad'iyyah adalah norma yang diciptakan manusia untuk mengatur tindakan dan perilaku di masyarakat. Akhlak wad'iyyah ini umumnya diatur untuk kemaslahatan bersama agar kehidupan bermasyarakat menjadi damai, tentram, dan terarah. Rujukan dari akhlak wad'iyyah adalah logika dan rasio manusia sendiri. Bagi anggota masyarakat yang melanggar akhlak wad'iyyah ini lazimnya memperoleh sanksi dari lingkungan sekitar, kepolisian, ataupun dikucilkan oleh masyarakat.

 

2.             Akhlak Islam

Islam mengatur akhlak-akhlak yang dianjurkan untuk dikerjakan umatnya, serta mengimbau perilaku-perilaku tercela agar dihindari. Rujukan akhlak Islam ini adalah dari Allah SWT, baik itu tertuang dalam Alquran atau melalui hadis Nabi Muhammad SAW. Berbeda dari akhlak wad'iyyah yang hanya beroleh sanksi dari manusia saja, pelanggar akhlak Islam juga diancam sanksi dari Allah SWT. Kemudian, akhlak dalam Islam terbagi menjadi dua, yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak mazmumah (tercela). [3]




C.            Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-Ilmu Lain

 

1.             Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu Tauhid

 

Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu Tauhid dapai dilhat dari analis berikut ini diantaranya :

 

a)             Dilihat dari segi obyek pembahasannya yaitu menguraikan masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya, dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keihlasan itu merupakan salah satu akhlak mulia.

 

b)            Dilihat dari fungsinya, ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Dengan demikian beriman kepada rukun iman yang enam itu akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak mulia.

Jadi jelas bahwa ilmu tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang mulia. Dengan demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya dapat digali dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.[4]

 

2.             Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf

 

Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dan lain sebagianya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkatkan diri kepada Allah, ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar ma’ruf nahimunkar, mengajakan orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada paembinaan akhlak mulia dalam diri mereka[5]

 

3.             Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu jiwa ( ilmu-nafs )

 

Ilmu jiwa yakni suatu ilmu yang menyelidiki bekas-bekas jiwa seseorang seperti: pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan dalil bekas dan akibatnya mengambil faidah dari padanya.

Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Karenanya dia meneliti tentang suara hati (dhamir), Kemauan (iradah), daya ingatan, hafalan, dan pengertian, sangkaan yang ringan, (waham) dan kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk berkata dan berbuat. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi”, tanpa dibantu oleh jiwa, orang tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlaq”.[6]

4.             Hubungan ilmu Akhlak dengan logika ( ilmu manthiq )

 

Ilmu manthiq (logika) adalah pengetahuan yang menggariskan qaidah-qaidah dan umdang-undang berpikir, sehingga terpelihara manusia dalam berfikir. Jelasnya ilmu manthiq itu untuk membersikan jiwa dan memperhalusnya supaya dapat berfikir secara baik, mendidik pikiran dan menjaganya agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat suatu hukum yang didasarkan kepada pikiran. Kalau dipandang ilmu manthiq sebagai alat penimbang mengotrol dan memeriksa sesuatu yang berasal dari pikiran, maka dia kuat sekali ikatannya dengan ilmu akhlak dari dua segi:

a)             Ilmu manthik dan ilmu akhlak, masing-masing bertugas sebagai penimbang sesuatu. Kalau ilmu akhlak merumuskan aturan-aturan di mana manusia harus berprilaku sesuai dengan aturan itu, maka ilmu manthiq merumuskan aturan-aturan dimana manusia harus berpikir sesuai dengan aturan yang telah dirumuskan itu.

b)            Ilmu manthiq dan ilmu akhlak keduanya membahas dan meneliti manusia dari segi yang bersifat kejiwaan, dengan catatan, ilmu akhlak menyorot manusia dari segi tingkah lakunya sedang ilmu manthiq menyorot dari segi hasil pikirannya.

Oleh karena itu ilmu manthiq sebagai kunci untuk mengerti filsafat, dalam pengertian, orang yang tidak memahami ilmu manthiq tidak akan bisa memahami filsafat. Ilmu akhlak disebut juga dengan filsafat akhlak, maka orang tidak akan mengerti filsafat akhlak bila tidak mengerti manthiq. Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa terarah dan baik atau tidak sesuai prilaku sangat tergantung dan dipengaruhi kepada baik tidaknya dalam berfikir.[7]


 

5.             Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu aestetika (ilmu jamal)

 

Ilmu Aestetika, adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang manusia dari aspek kelazatan-kelazatan yang ditimbulkan oleh sesuatu pemandangan yang indah dalam diri manusia.

Kebanyakan ahli ilmu mengatakan, sangat erat hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu aestetika, tak obahnya laksana hubungan antara paman dengan keponakannya di mana diatasnya bertemu pada satu nasab atau keturunan. Hanya saja kalau ilmu akhlak yang menjadi sasarannya dari segi segi perilaku (suluk) maka ilmu aetetika sasarannya dari segi  kelezatan yang obyeknya tetap sama yaitu diri manusia.

Allah menyuruh manusia memperhatikan pergantian malam dengan siang dan sesuatu yang diciptakan Allah, baik yang dilangit dan dibumi. Hal ini merupakan sebab yang paling kuat pengaruh kedalam jiwa yang membawa manusia mudah ber-iman kepada Allah. Dengan mengamati ( taammul ) alam semesta yang begitu indah dan kuat serta sedemikian rupa teraturnya menjadi tanda bagi orang yang taqwa.

Dalam surat Yunus ayat 6, Allah berfirman Artinya: Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwaArtinya: Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa Dari keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa sangat erat hubungan antara ilmu aestetika dengan ilmu akhlak. Orang kalau sudah terbiasa dengan keindahan, maka langkah berikutnya dia akan senag kepada akhlak yang terpuji.[8]


 

6.             Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu sosiologi (ilmu ijtima’)

 

Secara etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang berkawan atau didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan yang berobyek hidup bermasyarakat”. Memang banyak pengertian (ta’rif) tentang sosiologi tentang, antara lain yang dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith dan Ch. A. Ell wood, tekanannya kepada “masyarakat“, bukan kepada “hidup bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai pengertian yang memuat “hidup bermasyarakat”, karena masyarakat tidak mempunyai arti yang tepat. Ada masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan daripada semua perhubungan didalam hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti yang tertentu, misalnya: masyarakat mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat tani dan lain-lain.

Dikatakan Ahmad Amin, bahwa pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau Ilmu Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi.[4] Hal yang demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup , ia tidak bisa memisahkan dirinya lingkungan masyarakat dimana dia berada walaupun kadar pengaruh itu relative sifatnya.

Memang manusia adalah makhluk bersyarikat dan bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya.[9]


 

Hal ini jelas sekali bila kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artiny; aHai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

 

7.             Hubungan antara akhlak dengan aqidah dan Iman

 

Sesungguhnya antara akhlak dengan aqidah dan iman terdapat hubungan yang sangat kuat sekali ,karena akhlak yang baik itu sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai nukti atas lemahnya iman. Semakin sempurna akhlak seseorang muslim berarti semakin kuat imannya. Akhlak yang baik adalah bagian dari amal shaleh yang menambah keimanan dan memiliki bobot yang berat dalam timbangan. Pemiliknya sangat dicintai oleh nabi SAW dan akhlak yang baik adalah satu penyebab masuk jannahnya seseorang.[10]



BAB III

PENUTUP

 

A.           KESIMPULAN

 

Bahwa pengertian akhlak :

1.      Adalah perbuatan yang telah tertanamkuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

2.      Perbuatan akhlak adalahperbuatan yang di lakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran

3.      Bahwa perbuatan aklhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orangyang mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar.

4.      Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang di lakukandengan sesungguhnya, bukan main-main atau bersandiwara

5.      Sejalan dengan cirri yang keempatperbuatan akhlak adalahperbuatan yang di lakukan karena ikhlassemata-mata karena allah,bukan karena ingin di puji orang.

B.            SARAN

Sebagai pembaca yang baik, kami berharap ada kritik dan saran dari hasil makalah yang telah kami buat, kami juga berharap mudah-mudahan apa yang kami sampaikan melalui makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembacanya. Walaupun makalah ini di buat dengan sederhana. Di dalam banyak mengandung perluasan makna dan arti.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdul Hadi,jenis-jenis akhlak menurut islam, https://tirto.id/gbDS, (diakses pada 28 februari 2022, pukul 13.05).

Syul Hadi,Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu lain,https://syulhadi.wordpress.com,(diakses pada 28 februari 2022,pukul 11.00).

 



[1] Syul Hadi,Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu lain,https://syulhadi.wordpress.com,(diakses pada 28 februari 2022,pukul 11.00).

[2] Ibid

[3] Abdul Hadi,jenis-jenis akhlak menurut islam, https://tirto.id/gbDS, (diakses pada 28 februari 2022, pukul 13.05).

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

[7] Ibid

[8] Ibid

[9] Ibid

[10] Ibid

MAKALAH

HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA

Dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah AKHLAK & TASAWUF

Disusun Oleh Kelompok I:

1.      Irma Yuniza                                      (2151030176)

2.      Kharisma Khoirun Nisa                    (2151030181)

3.      Maya Artika                                      (2151030059)

4.      Nia Ira Syahara                                 (2151030068)

 

 

 

 

 

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

Tahun Pelajaran 2021/2022


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kepada hadirat Allah SWT. yang atas rahmat-nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya. penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf semester 2 Jurusan Akuntansi  Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Intan Lampung.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami titik untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah pada waktu dan kesempatan berikutnya.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini khususnya kepada ibu Dewi Umu Kholifah selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf.

Akhirnya kami berharap semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan keberkahan kepada kita semua khususnya kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah Amiin ya Robbal Alamin.

                                        

 

 

 

 

 

 

 

 

 



BAB I

PENDAHULUAN

 

A.           Latar Belakang

 

Manusia bukanlah malaikat yang lepas dari kesalahan dan dosa, sanggup beribadah dan bertasbih selamanya, namun manusia juga bukan syaitan yang senantiasa salah, sesat dan menyesatkan, akan tetapi manusia adalah makhluk yang diberikan dan dibekali oleh allah akal dan nafsu ditambah lagi dengan qalbu kesinambungan akal dan nafsu disertai dengan hati yang bersih menjadikan manusia mendapatkan derajat yang tinggi dari malaikat

Kalau kita tengok sejarah kebelakang sebelum islam itu datang, kita dapat temukan refernsi-referensi tentang bejad dan tercelanya sifat para kaum-kaum jahiliyah yang tidak mempunyai peradaban yang murni mereka hanya mengumbar nfsu belaka tanpa mementingkan etika yang baik dan mulia. Ini semua adallah disebabkan oleh tidak adanya aturan dalam hidup, oleh sebab itu Allah SWT mengutus seorang nabi yang merupakan nabi dan rosul terakhir yang diutus hingga akhir zaman untuk menyempurnakan akhlak dimuka bumi ini terkhusus bagi bangsa arab sendiri sebagaimana diterangkan dalam hadist berikut:

Artinya: ‘‘Sesungguhnya aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak’’

Hadits diatas menunjukan kepada kita, bahwa benar-benar nabi kita Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan dan memaksimalkan akhlak baik di dunia ini, karena dengan akhlak baiklah maka kan berbuah syurga yang dinanti.

Maka dengan adanya pengutusan nabi dan rosul terakhir ini terbukti adanya perubahan yang sangat signifikan yang merubah dari zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang. Keadaan ini pun berlangsung sangat lama karena benar-benar pengaruh nabi Muhammad begitu terasa.


 

B.            Rumusan Masalah

 

Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya:

1.             Pengertian Ilmu  akhlak

2.             Ciri-ciri Ilmu akhlak yang islami.

3.             Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya

 

C.           Tujuan Penulisan

 

Secara umum Diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat lebih memahami dan menerapkan perihal Akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga baik penyusun maupun pembaca dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungannya. Selain itu juga sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Hadits I, agar telaksana tujuan pendidikan yang diharapkan.

 

D.           Sistematika Penulisan

 

Untuk menjelaskan dari uraian-uraian yang terdapat pada rumusan masalah, makalah ini dituangkan dalam sistematika penulisan yang meliputi pendahuluan, isi atau pembahasan dan penutup/ kesimpulan.

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.           Pengertian Ilmu Akhlak

 

Akhlak berasal dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan secara istilah akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatanperbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.

Istilah akhlak sebenarnya memiliki banyak makna sebagimana yang dikemukakan berikut:

1.              Ibnu Maskawaih, mengatakan bahwa akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal dari tabiat aslinya, adapula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang.

2.              Ibrahim Anis mengungkapkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahir macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

3.              Abdul Karim Zaidan mengatakan bahwa akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.

4.              Ahmad Mubarok mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung dan rugi. [1]

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam diri manusia, sehingga akhlak tersebut akan muncul dengan sendirinya, tanpa adanya pemikiran atau pertimbangan terlebih dulu, serta atas kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain.[2]

 

B.            Macam-Macam Akhlak

 

Secara umum, akhlak terbagi menjadi dua, yaitu akhlak yang diatur manusia atau akhlak wad'iyyah dan akhlak yang lahir dari tuntunan Allah SWT atau akhlak Islam. Berikut penjelasan mengenai dua akhlak tersebut.

 

1.             Akhlak Wad'iyyah

Akhlak wad'iyyah adalah norma yang diciptakan manusia untuk mengatur tindakan dan perilaku di masyarakat. Akhlak wad'iyyah ini umumnya diatur untuk kemaslahatan bersama agar kehidupan bermasyarakat menjadi damai, tentram, dan terarah. Rujukan dari akhlak wad'iyyah adalah logika dan rasio manusia sendiri. Bagi anggota masyarakat yang melanggar akhlak wad'iyyah ini lazimnya memperoleh sanksi dari lingkungan sekitar, kepolisian, ataupun dikucilkan oleh masyarakat.

 

2.             Akhlak Islam

Islam mengatur akhlak-akhlak yang dianjurkan untuk dikerjakan umatnya, serta mengimbau perilaku-perilaku tercela agar dihindari. Rujukan akhlak Islam ini adalah dari Allah SWT, baik itu tertuang dalam Alquran atau melalui hadis Nabi Muhammad SAW. Berbeda dari akhlak wad'iyyah yang hanya beroleh sanksi dari manusia saja, pelanggar akhlak Islam juga diancam sanksi dari Allah SWT. Kemudian, akhlak dalam Islam terbagi menjadi dua, yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak mazmumah (tercela). [3]




C.            Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-Ilmu Lain

 

1.             Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu Tauhid

 

Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu Tauhid dapai dilhat dari analis berikut ini diantaranya :

 

a)             Dilihat dari segi obyek pembahasannya yaitu menguraikan masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya, dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keihlasan itu merupakan salah satu akhlak mulia.

 

b)            Dilihat dari fungsinya, ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Dengan demikian beriman kepada rukun iman yang enam itu akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak mulia.

Jadi jelas bahwa ilmu tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang mulia. Dengan demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya dapat digali dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.[4]

 

2.             Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf

 

Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dan lain sebagianya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkatkan diri kepada Allah, ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar ma’ruf nahimunkar, mengajakan orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada paembinaan akhlak mulia dalam diri mereka[5]

 

3.             Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu jiwa ( ilmu-nafs )

 

Ilmu jiwa yakni suatu ilmu yang menyelidiki bekas-bekas jiwa seseorang seperti: pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan dalil bekas dan akibatnya mengambil faidah dari padanya.

Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Karenanya dia meneliti tentang suara hati (dhamir), Kemauan (iradah), daya ingatan, hafalan, dan pengertian, sangkaan yang ringan, (waham) dan kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk berkata dan berbuat. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi”, tanpa dibantu oleh jiwa, orang tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlaq”.[6]

4.             Hubungan ilmu Akhlak dengan logika ( ilmu manthiq )

 

Ilmu manthiq (logika) adalah pengetahuan yang menggariskan qaidah-qaidah dan umdang-undang berpikir, sehingga terpelihara manusia dalam berfikir. Jelasnya ilmu manthiq itu untuk membersikan jiwa dan memperhalusnya supaya dapat berfikir secara baik, mendidik pikiran dan menjaganya agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat suatu hukum yang didasarkan kepada pikiran. Kalau dipandang ilmu manthiq sebagai alat penimbang mengotrol dan memeriksa sesuatu yang berasal dari pikiran, maka dia kuat sekali ikatannya dengan ilmu akhlak dari dua segi:

a)             Ilmu manthik dan ilmu akhlak, masing-masing bertugas sebagai penimbang sesuatu. Kalau ilmu akhlak merumuskan aturan-aturan di mana manusia harus berprilaku sesuai dengan aturan itu, maka ilmu manthiq merumuskan aturan-aturan dimana manusia harus berpikir sesuai dengan aturan yang telah dirumuskan itu.

b)            Ilmu manthiq dan ilmu akhlak keduanya membahas dan meneliti manusia dari segi yang bersifat kejiwaan, dengan catatan, ilmu akhlak menyorot manusia dari segi tingkah lakunya sedang ilmu manthiq menyorot dari segi hasil pikirannya.

Oleh karena itu ilmu manthiq sebagai kunci untuk mengerti filsafat, dalam pengertian, orang yang tidak memahami ilmu manthiq tidak akan bisa memahami filsafat. Ilmu akhlak disebut juga dengan filsafat akhlak, maka orang tidak akan mengerti filsafat akhlak bila tidak mengerti manthiq. Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa terarah dan baik atau tidak sesuai prilaku sangat tergantung dan dipengaruhi kepada baik tidaknya dalam berfikir.[7]


 

5.             Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu aestetika (ilmu jamal)

 

Ilmu Aestetika, adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang manusia dari aspek kelazatan-kelazatan yang ditimbulkan oleh sesuatu pemandangan yang indah dalam diri manusia.

Kebanyakan ahli ilmu mengatakan, sangat erat hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu aestetika, tak obahnya laksana hubungan antara paman dengan keponakannya di mana diatasnya bertemu pada satu nasab atau keturunan. Hanya saja kalau ilmu akhlak yang menjadi sasarannya dari segi segi perilaku (suluk) maka ilmu aetetika sasarannya dari segi  kelezatan yang obyeknya tetap sama yaitu diri manusia.

Allah menyuruh manusia memperhatikan pergantian malam dengan siang dan sesuatu yang diciptakan Allah, baik yang dilangit dan dibumi. Hal ini merupakan sebab yang paling kuat pengaruh kedalam jiwa yang membawa manusia mudah ber-iman kepada Allah. Dengan mengamati ( taammul ) alam semesta yang begitu indah dan kuat serta sedemikian rupa teraturnya menjadi tanda bagi orang yang taqwa.

Dalam surat Yunus ayat 6, Allah berfirman Artinya: Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwaArtinya: Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa Dari keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa sangat erat hubungan antara ilmu aestetika dengan ilmu akhlak. Orang kalau sudah terbiasa dengan keindahan, maka langkah berikutnya dia akan senag kepada akhlak yang terpuji.[8]


 

6.             Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu sosiologi (ilmu ijtima’)

 

Secara etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang berkawan atau didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan yang berobyek hidup bermasyarakat”. Memang banyak pengertian (ta’rif) tentang sosiologi tentang, antara lain yang dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith dan Ch. A. Ell wood, tekanannya kepada “masyarakat“, bukan kepada “hidup bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai pengertian yang memuat “hidup bermasyarakat”, karena masyarakat tidak mempunyai arti yang tepat. Ada masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan daripada semua perhubungan didalam hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti yang tertentu, misalnya: masyarakat mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat tani dan lain-lain.

Dikatakan Ahmad Amin, bahwa pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau Ilmu Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi.[4] Hal yang demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup , ia tidak bisa memisahkan dirinya lingkungan masyarakat dimana dia berada walaupun kadar pengaruh itu relative sifatnya.

Memang manusia adalah makhluk bersyarikat dan bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya.[9]


 

Hal ini jelas sekali bila kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artiny; aHai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

 

7.             Hubungan antara akhlak dengan aqidah dan Iman

 

Sesungguhnya antara akhlak dengan aqidah dan iman terdapat hubungan yang sangat kuat sekali ,karena akhlak yang baik itu sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai nukti atas lemahnya iman. Semakin sempurna akhlak seseorang muslim berarti semakin kuat imannya. Akhlak yang baik adalah bagian dari amal shaleh yang menambah keimanan dan memiliki bobot yang berat dalam timbangan. Pemiliknya sangat dicintai oleh nabi SAW dan akhlak yang baik adalah satu penyebab masuk jannahnya seseorang.[10]



BAB III

PENUTUP

 

A.           KESIMPULAN

 

Bahwa pengertian akhlak :

1.      Adalah perbuatan yang telah tertanamkuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

2.      Perbuatan akhlak adalahperbuatan yang di lakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran

3.      Bahwa perbuatan aklhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orangyang mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar.

4.      Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang di lakukandengan sesungguhnya, bukan main-main atau bersandiwara

5.      Sejalan dengan cirri yang keempatperbuatan akhlak adalahperbuatan yang di lakukan karena ikhlassemata-mata karena allah,bukan karena ingin di puji orang.

B.            SARAN

Sebagai pembaca yang baik, kami berharap ada kritik dan saran dari hasil makalah yang telah kami buat, kami juga berharap mudah-mudahan apa yang kami sampaikan melalui makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembacanya. Walaupun makalah ini di buat dengan sederhana. Di dalam banyak mengandung perluasan makna dan arti.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdul Hadi,jenis-jenis akhlak menurut islam, https://tirto.id/gbDS, (diakses pada 28 februari 2022, pukul 13.05).

Syul Hadi,Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu lain,https://syulhadi.wordpress.com,(diakses pada 28 februari 2022,pukul 11.00).

 



[1] Syul Hadi,Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu lain,https://syulhadi.wordpress.com,(diakses pada 28 februari 2022,pukul 11.00).

[2] Ibid

[3] Abdul Hadi,jenis-jenis akhlak menurut islam, https://tirto.id/gbDS, (diakses pada 28 februari 2022, pukul 13.05).

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

[7] Ibid

[8] Ibid

[9] Ibid

[10] Ibid

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Akhlak & Tasawuf || HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA"

Posting Komentar