Makalah Ekonomi Islam || Sejarah Pemikiran Islam

 KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Berkat karunia-Nya, Makalah perkuliahan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam ini bisa hadir sebagai makalah perkuliahan. Makalah perkuliahan ini disusun sebagai salah satu sarana pembelajaran pada mata kuliah Ekonomi Islam.Akhirnya, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut membantu dan berpartisipasi demi tersusunnya Makalah perkuliahan Ekonomi Islam.

Penulis menyadari bahwa Makalah  ini  masih jauh  dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan  kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi pembaca, semoga makalah ini bermanfaat.

 

 

Bandar Lampung,    Maret 2022

Penulis

 

 

 

 

 

 

 


 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. ii

BAB I PENDAHULUAN.. 1

A.   Latar Belakang. 1

B.    Rumusan Masalah. 2

BAB II PEMBAHASAN.. 3

A.   Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.. 3

1.     Pengertian. 3

2.     Ruang Lingkup Pembahasan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.. 4

3.     Perbedaan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dengan Keilmuan Ekonomi Islam Yang Lain  5

4.     Keterkaitan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dengan Keilmuan Ekonomi Islam Yang Lain  7

B.    Periodisasi Pemikiran Ekonomi Islam.. 8

1.     Perkembangan Fiqh Islam.. 8

2.     Perkembangan Umum Pemikiran Ekonomi Islam.. 9

C.    Pemikiran Ekonomi Islam Masa Modernisasi 11

1.     Pemikiran Ekonomi Islam Jamaluddin al-Afghani 12

2.     Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad Abduh (1266-1323 H/1849- 1905 M) 13

D.   Pemikiran Ekonomi Islam Masa Kontemporer 14

BAB III PENUTUP. 16

A.   Kesimpulan. 16

B.    Saran. 16

DAFTAR PUSTAKA.. 17

 


 


BAB I PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Ekonomi Islam  adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Ekonomi Islam bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah.1 Menurut agama Islam kegiatan ekonomi merupakan bagian dari kehidupan yang menyeluruh, dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber dari alquran dan hadits yang diaplikasikan pada hubungan kepada Allah dan kepada manusia secara bersamaan.2 Nilai-nilai inilah yang menjadi sumber ekonomi Islam.3 Sehingga kegiatan ekonomi terikat oleh nilai-nilai keislaman, termasuk dalam memenuhi kebutuhan. Pada hakikatnya, manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, bertujuan untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Di antara kebutuhan yang diperlukan ialah barang dan jasa, yang mampu memberikan manfaat kepada manusia, baik untuk dirinya maupun orang lain. Ilmu ekonomi membagi kebutuhan menjadi tiga, yaitu kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier.

Sedangkan kebutuhan menurut syariat Islam dalam konsep maqa>s}id asy-syari>’ah4 disebut daruriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. 5 Mengacu pada kebutuhan primer dalam ekonomi Islam dikenal sebagai kebutuhan daruriyat, seperti sandang, pangan dan papan. Salah satu kebutuhan sandang adalah pakaian. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan manusia, sebab pakaian memiliki kegunaan atau nilai ekonomis bagi kelangsungan hidup manusia. Secara umum pakaian berfungsi untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari, udara dingin dan lain-lain. Kebutuhan ini harus dipenuhi untuk memelihara keselamatan dan kelangsungan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Nilai guna pakaian dalam agama Islam, tidak sekedar berfungsi sebagai pelindung tubuh, tetapi bertujuan untuk menutup aurat sebagai salah satu tanda kepatuhan kepada Allah.6 Tanda kepatuhan terhadap Allah dalam berpakaian mengandung fungsi etika dan estetika dalam kehidupan manusia.

 

 

B.  Rumusan Masalah

1.    Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

2.    Periodisasi Pemikiran Ekonomi Islam

3.    Pemikiran ekonomi islam masa modernisasi

4.    Pemikiran Ekonomi Islam  Masa Kontemporer

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II PEMBAHASAN

 

A.  Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

1.    Pengertian

Sebelum lebih jauh menelaah sejarah pemikiran ekonomi Islam, lebih baiknya kita segarkan kembali ingatan kita pada definisi ekonomi  Islam. Monzer Kahf menjelaskan bahwa ekonomi adalah subset dari agama. Sehingga ekonomi Islam difahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma Islam yang sumbernya merujuk pada al Quran dan Sunnah.[1]  Ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner. Kajian ekonomi Islam tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu pendukungnya serta ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik, logika, ushul fiqh.[2]

Sedangkan Hasanuzzaman menjelaskan bahwa  ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syari’ah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat.[3]

Sementara M. Nejatullah Siddiqi mendefisinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai jawaban dari pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada zamannya, dengan panduan Qur’an dan Sunnah, akal dan pengalaman.

Muhammad Abdul Manan berpendapat bahwa  ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalahmasalah ekonomi masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu: al-Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas.[4]

Dawam Rahardjo memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi  yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian umat Islam.

Jadi ekonomi Islam adalah bagian dari aktifitas manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dengan berpedoman pada syariat yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah.  Karena bersumber dari al Qur’an dan Sunnah, maka ekonomi Islam memiliki ciri yang khas yang berbeda dengan ekonomi konvensional yang bersumber dari akal pikiran manusia belaka. Hanya saja aplikasi ekonomi Islam akan bervariasi tergantung pada penafsiran dan pemikiran yang terilhami dari pemahamannya terhadap al Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu ekonomi Islam akan terus mengalami perubahan paradigma dan aplikasinya.

2.    Ruang Lingkup Pembahasan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Mengutip pendapat Muhammad Nejatullah Siddiqi, literature ekonomi Islam dapat dengan sederhana dibagi menjadi lima kelompok:[5]

a) Filsafat ekonomi Islam

b) Sistem ekonomi Islam yang mencakup studi komparatif antara Islam dan isme-isme yang lain

c) Kritik Islam terhadap sistem ekonomi kontemporer

d) Analisis ekonomi menurut kerangka Islam

e) Sejarah pemikiran ekonomi Islam

Dari pendapat Muhammad Nejatullah Siddiqi tersebut, jika disederhanakan kembali, maka ruang lingkup ekonomi Islam meliputi filsafat ekonomi Islam, ilmu ekonomi Islam, sistem ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Islam. Pembahasan sejarah pemikiran ekonomi Islam harus dipisahkan pada batas-batas tertentu dengan keilmuan ekonomi Islam yang lain seperti filsafat ekonomi Islam, sistem ekonomi Islam, maupun metodologi ilmu ekonomi Islam. 

Sementara itu pembahasan pemikiran ekonomi Islam lebih kepada refleksi para tokoh ekonomi Islam dalam memaknai konsep hingga penerapan ekonomi Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Oleh karena itu pemikiran ekonomi Islam  sangat  bervariatif, tergantung dari sudut pandang mana seorang tokoh melihat ekonomi Islam.Karena sebuah pemikiran sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial, budaya, serta politik yang berkembang di jamannya maupun di lingkungan tempat tokoh tersebut hidup, maka karakteristik pemikiran ekonomi Islam dari masa ke masa juga terdapat perbedaan. Fokus yang dibahas juga berbeda. Problem utama yang dihadapi juga berbeda. Namun demikian semuanya bermuara pada persoalan pemecahan problem ekonomi yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

3.    Perbedaan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dengan Keilmuan Ekonomi Islam Yang Lain

Sekalipun dalam satu kesatuan rumpun ekonomi Islam, namun sejarah pemikiran ekonomi Islam berbeda pembahasannya dengan rumpun keilmuan ekonomi Islam yang lain seperti filsafat ekonomi Islam, sistem ekonomi Islam dan metodologi keilmuan ekonomi Islam.  Filsafat ekonomi Islam lebih banyak mengupas tentang ontologi, epistimologi dan aksiologi ekonomi Islam. Apa itu ekonomi Islam, bagaimana terbentuk keilmuan ekonomi Islam dan bagaimana pelaksanaannya. [6] 

Sedangkan sistem ekonomi berhubungan dengan pengurusan soal pemenuhan kebutuhan dasar tiap individu di dalam masyarakat serta upaya mewujudkan kemakmurannya. Hanya saja terdapat perbedaan metode untuk mewujudkan kemakmuran tersebut. Ada yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi, ada yang menekankan pada pemerataan dan ada yang menekankan pada pemenuhan faktor produksi. Pembahasan sistem ekonomi tidak bebas nilai, sehingga terikat dengan ideologi atau mabda’ tertentu.

Sistem ekonomi Islam lebih fokus pada pembahasan upaya-upaya memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak dengan mekanisme mekanisme tertentu, seperti mekanisme kepemilikan, pengelolaan kepemilikan serta mekanisme distribusi kekayaan di masyarakat.Sedangkan ilmu ekonomi Islam sebenarnya hampir sama dengan ilmu ekonomi, yaitu berhubungan dengan bagaimana suatu barang atau jasa diproduksi, misalnya teknik industri, manajemen atau pengembangan sumber daya baru. Islam tidak mengatur secara khusus tentang ilmu ekonomi.  Ilmu ekonomi ditempatkan sebagai pembahasan sains murni, sehingga tidak berhubungan dengan pandangan hidup ( way of life ) tertentu. Dalam hal ini Nabi SAW pernah bersabda: Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian, artinya masalah-masalah sarana dan teknologi. Jadi persoalan ilmu ekonomi cenderung bebas nilai. Artinya tidak terikat dengan ideologi atau mabda’ tertentu. Ini jika ilmu ekonomi dipahami sebagai sains dan teknologi, yaitu upaya teknis untuk memperbanyak barang dan jasa. Namun jika ilmu ekonomi dipahami secara luas, yaitu mencakup metodologi, prinsip dan sistem, maka ilmu ekonomi Islam tetap memiliki ciri yang khas yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah.

Sejarah pemikiran ekonomi Islam lebih fokus pada perkembangan pemikiran ekonomi Islam sejak pertama kali dibangun pada masa Rasulullah hingga keberadaannya saat ini yang melibatkan pikiran para tokoh-tokoh di zamannya dengan segala latar belakang sosial, politik, budaya dan latar belakang keilmuannya.

 

 

 

4.    Keterkaitan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dengan Keilmuan Ekonomi Islam Yang Lain

Keilmuan ekonomi Islam yang lain seperti sistem ekonomi Islam dan filsafat ekonomi Islam terkait erat dengan pembahasan pada sejarah pemikiran ekonomi Islam. Bentuk keterkaitan itu setidaknya dapat dijabarkan sebagai berikut. Sejarah pemikiran ekonomi Islam mempelajari tentang ide dan aplikasi ekonomi Islam dari satu masa ke masa berikutnya. Berarti dibutuhkan ide yang telah dilahirkan dan aplikasinya. Disini merupakan lahan keilmuan ekonomi Islam. Oleh karena itu sejarah pemikiran ekonomi Islam terikat erat dengan rumpun keilmuan ekonomi Islam. Lebih jauh, ilmu ekonomi Islam memiliki akar teologi, sekalipun bukan kajian yang mendalam tentang teologi. Dan hal ini merupakan wilayah kajian filsafat ekonomi Islam. Oleh karena itu, baik sejarah pemikiran ekonomi Islam, ilmu ekonomi Islam dan filsafat ekonomi Islam saling terkait.[7]

Ilmu ekonomi Islam memiliki hubungan yang erat dengan fiqh dan perundang-undangan Islam (syari’ah dan tasyri’) terutama subyek yang berkaitan dengan hubungan antara manusia (muamalah). Dan ini wilayah sistem ekonomi Islam. Sehingga sejarah pemikiran ekonomi Islam, ilmu ekonomi Islam dan filsafat ekonomi Islam serta sistem ekonomi Islam  saling terkait. Hal ini menjadikan lingkup kajian ilmu ekonomi Islam lebih luas dan komprehensif karena bukan hanya  berbicara tentang motif tetapi juga perilaku, lembaga dan kebijakan. Ini semakin membuktikan adanya keterkaitan antara rumpun pembahasan ilmu ekonomi Islam dengan sistem ekonomi Islam. Sedangkan kebijakan pemerintah untuk merealisasikan pemenuhan kebutuhan hidup komunitas masyarakat muslim dari masa ke masa tentu berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi serta pertimbangan-pertimbangan yang dikeluarkan oleh para tokoh dan pengambil kebijakan pada zamannya. Maka pembahasan dalam ilmu ekonomi Islam dan sistem ekonomi Islam sangat terkait dengan sejarah pemikiran ekonomi Islam.

Lebih jauh, maraknya kajian-kajian tentang ilmu ekonomi Islam tidak dapat dipisahkan dari fenomena kebangkitan kembali ajaran-ajaran Islam yang orisinil (Islamic Resurgance) di seluruh dunia Islam.  Penggerak utama di balik kebangkitan ini adalah keinginan untuk merekontruksi struktur masyarakat dan perekonomiannya dengan mengadopsi nilai-nilai keimanan, agama dan tradisi sejarah mereka. Oleh karena itu pemahaman tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam menjadi penting tatkala hendak mengupas ilmu ekonomi Islam secara mendala dan membangun sebuah sistem ekonomi Islam. [8]

Akhirnya, beragamnya pendekatan filsafat, keilmuan, sistem, dan  madhab-madhab ekonomi Islam saat ini dipengaruhi oleh pemahaman para ahli dan pakar terhadap nilai dan praktek ekonomi Islam dari masa ke masa. Disinilah peran sejarah pemikiran ekonomi Islam menunjukkan perkembangan ekonomi Islam hingga dalam bentuknya yang variatif sepert saat ini.

B.  Periodisasi Pemikiran Ekonomi Islam

1.    Perkembangan Fiqh Islam

Ekonomi Islam merupakan bagian dari fiqh Islam. Oleh karena itu untuk menelususri perkembangan pemikiran ekonomi Islam perlu memperhatikan perkembangan fiqh Islam secara luas terlebih dahulu. Muhammad Khudari Bek, seorang ahli fiqh dari Mesir membagi periodisasi fiqh menjadi enam periode, yaitu:

a.       Periode risalah. Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW. Pengertian fiqh pada masa itu identik dengan syarat, karena penentuan hukum terhadap suatu masalah seluruhnya terpulang kepada Rasulullah SAW. Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode Madinah.

b.      Periode al-Khulafaur Rasyidun. Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu'awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat.

c.       Periode awal pertumbuahn fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam.

d.      Periode keemasan. Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000).[9]

e.       Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh. Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa ke Masa H. Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka.

f.        Periode kemunduran fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya Majalah al-Ahkam al- 'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26 Sya'ban 1293.

g.      Periode pengkodifikasian fiqh. Periode ini di mulai sejak munculnya Majalah al-Ahkam al-Adliyyah sampai sekarang.

 

2.    Perkembangan Umum Pemikiran Ekonomi Islam

Muhammad Nejatullah Siddiqi menguraikan sejarah pemikiran ekonomi Islam dalam tiga fase, yaitu: fase dasar-dasar ekonomi Islam, fase kemajuan dan fase stagnasi.

Fase dasar-dasar ekonomi Islam merupakan fase abad pertama hingga kelima Hijriyah (abad ke-11 Masehi). Pemikiran ekonomi dirintis oleh para fuqaha, sufi dan filosof. Pemikiran fuqaha terfokus pada maslahah yang dianjurkan dan mafsadah yang dilarang agama, bersifat normatif berwawasan positif dan cenderung mikroekonomi. Sedangkan kontribusi para sufi terletak pada konsistensinya dalam mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, tidak rakus dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan Allah swt dan menolak tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi, bersifat normatif berwawasan positif dan cenderung mikroekonomi. Sementara itu pembahasan filosof tertuju pada konsep kebahagiaan (sa’adah) dalam arti luas, pendekatannya global dan rasional serta metodologinya syarat dengan analisis ekonomi positif dan cenderung makroekonomi.[10]

Beberapa tokoh fase pertama diantaranya: Zaid bin Ali (w. 80 H/738 M), Abu Hanifah (w.150 H/767M), Abu Yusuf (w. 182 H/ 798 M), AsySyaibani (w. 189 H/804 M), Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M). Zaid bin Ali tampak dalam pemikirannya tentang keabsahan jual beli secara tangguh dengan harga yang lebih tinggi daripada jual beli secara tunai. Sedangkan Abu Hanifah fokus pada jual beli salam dan pembelaan hak-hak ekonomi kaum lemah. Abu Yusuf fokus pemikirannya pada keuangan public dan pembentukan dan pengendalian harga. Sedangkan Asy-Syaibani fokus pada konsep kerja, perilaku konsumen dan produsen, serta spesialisasi dan distribusi pekerjaan. Sementara itu Ibn Miskawaih lebih fokus pada konsep uang. Fase kedua dimulai pada abad ke-11 sampai dengan ke-15 Masehi.

Fase kedua ini dikenal sebagai fase cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Pada fase ini wilayah kekuasaan Islam yang terbentang dari Barat sampai Timur melahirkan berbagai pusat kegiatan intelektual.

Beberapa tokoh fase kedua diantaranya: Al-Ghazali (w. 505 H/1111 M), Ibnu Taimiyah (w. 728 H/1328 M), Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M), Al-Maqrizi (w. 845 H/1441 M). Al Ghazali lebih fokus pada pemikiran perilaku konsumen, evolusi pasar, konsep uang dan pajak. Sedangkan ibn Taimiyah fokus pada konsep harga, peran hisbah, keuangan negara dan konsep uang. Sementara itu ibn Khaldun lebih fokus pada keuangan publik, konsep harga, konsep uang dan teori produksi. Selanjutnya al Maqrizi lebih fokus pada konsep uang dan teori produksi. Fase ketiga dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 Masehi.[11]

Fase ketiga ini dikenal sebagai fase tertutupnya pintu ijtihad (independent judgment). Para fukaha hanya menuliskan kembali catatan-catatan para pendahulunya dan mengeluarkan fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi masing-masing mazhab. Tokoh-tokoh fase ketiga ini diantaranya: Shah Waliallah (w.1176H/1762M), Jamaluddin al Afhgani (w.1315H/1897M), Muhammad Abduh (w.1320H/1905M), dan Muhammad Iqbal (w.1357 H/1938M). Pada abad ke 20, kemunculan pemikiran Ekonomi Islam bangkit kembali. Pada masa ini ekonomi Islam mulai dirajut kembali untuk dimunculkan sebagai sebuah konsep ilmu teoritis maupun aplikatif. Hingga saat ini para ilmuwan ekonomi Islam membagi mazhab alur pemikiran Ekonomi Islam kontemporer dalam tiga mazhab, yaitu mazhab Baqir As Sadr, mazhab Mainstream yang diwakili oleh Muhammad Abdul Mannan dan Muhammad Nejatullah Siddiqi serta lainnya, dan mazhab Alternatif Kritis.[12]

 

C.  Pemikiran Ekonomi Islam Masa Modernisasi

Abad ke 19 hingga abad ke 20 kerap disebut sebagai abad modern,  dimana umat dihadapkan pada kenyataan bahwa Barat jauh mengungguli  mereka. Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam merespon dengan cara yang berbeda berdasarkan pada corak keislaman mereka. Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti Barat agar dapat bangkit dari keterpurukan itu. Ada pula yang tidak mau mengakui eksistensi Barat.

Beberapa tokoh pemikir dan pergerakan pada masa ini antara lain Jamaluddin al Afghani dan Muhammad Abduh.

 

1.   Pemikiran Ekonomi Islam Jamaluddin al-Afghani

a.    Garis Besar Pemikirannya

[13]Al-Afghani sadar bahwa umat Islam sangat terancam oleh kekuatan Barat yang dinamis, sedangkan umat Islam dalam keadaan lemah yang dikarenakan lemahnya persaudaraan di antara negara-negara Islam itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, Al-Afghani menuntun perlawanan dengan mengobarkan semangat persatuan umat Islam melalui Pan Islamisme yang berpusat di Kabul, Afghanistan. Al-Afghani mengajak umat Islam: a) Untuk kembali pada Al-Qur’an, menghilangkan fanatisme madzhab, menghilangkan taqlid golongan. b) Mengadakan ijtihad terhadap Al-Qur’an. c) Menyesuaikan prinsip Al-Qur’an dengan kondisi kehidupan umat. d) Menghilangkan kurafat dan bid’ah. e) Mengambil peradaban, kebudayaan Barat yang positif sesuai dengan agama Islam serta menciptakan satu pemerintahan Islam yang berhubungan satu sama lain.

Selanjutnya Al-Afghani menunjukkan dengan jelas perbedaan antara sosialisme muslim yang didasarkan kepada cinta dan kasih sayang, akal dan kebebasan. Sedangkan sosialisme komunis didasarkan kepada kebendaan yang mandul akan kasih sayang yang akhirnya menimbulkan perasaan bencimembenci. Komunis berganti-ganti menjatuhkan kawan karena sifat keakuan (selfishness) yang tak dapat dikekang dan mereka memang tidak punya alat pengekang itu, karena tidak beragama dan memecah dalam masyarakat mereka

b.    Pemikiran ekonomi Jamaluddin al-Afghani

[14] Beberapa gagasan Jamaluddin Al-Afghani pada ekonomi antara lain;

1)      Menyuarakan umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, serta gerakan salafiyah.

2)      Menggiatkan tradisi intelektual dengan mengkaji berbagai ilmu pengetahuan baik sains, filsafat, teks-teks wahyu.maupun ajaran Islam

3)      Menyerukan untuk menggali khasanah ajaran Islam

4)      Menggalakan penggunaan rasio dalam memahami teks-teks agama.

5)      Menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islam dengan ilmu pengetahuan modern.

6)      Membangkitkan semangat anti-kolonislisme, anti-impelerialisme

7)      Ide gagasannya tentang Pan-Islamisme ( kesatuan dan persatuan umat Islam dunia)

 

2.   Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad Abduh (1266-1323 H/1849- 1905 M)

Muhammad Abduh  menyatakan bahwa Islam mewajibkan kepada pemerintah untuk ikut campur tangan dalam urusan perekonomian, demi kemaslahatan publik, yaitu apakah dengan membangun pabrik industri dan perusahaan, atau dengan menentukan harga barang perdagangan, atau memberikan hak keadilan kepada para buruh dengan cara menaikkan gaji minimum mereka, atau dengan cara mengurangi jam kerja mereka, atau dengan cara kedua-duanya secara bersamaan.

Muhammad Abduh sangat mengecam orang-orang yang bersantai dan bermalas-masalan, dengan kondisinya yang pengangguran, bahkan terhadap orang-orang kaya yang bersantai dan bermalas-malasan sekalipun, juga ikut dikecam olehnya. Ia mensinyalir bahwa bagaimana mungkin orang kaya bisa bersantai, padahal santai mereka itulah sebenarnya yang disebut santai yang pengangguran dan malas. Ia juga mengatakan, “siapa yang tidak mencicipi lezatnya bekerja, maka ia tidak mencicipi lezatnya hakikat waktu luang (hari libur). Karena Tuhan tidak menciptakan waktu luang selain untuk pekerjaan.”

[15] Muhammad Abduh juga sangat mengecam perilaku zalim dalam ekonomi. Bahkan ia menganggapnya sebagai jenis kezaliman yang paling kejam. Karenanya, orang kaya yang mencintai hartanya hingga mereka kikir mengeluarkan hartanya demi kemaslahatan umum, maka mereka itu betul-betul kafir (dalam arti kufur nikmat) meskipun mereka sendiri menyebut diri mereka beriman.

Bagi Muhammad Abduh, ekonomi merupakan sikap moderat dalam pengeluaran atau belanja. Artinya, pemilik harta tidak boleh terlalu boros dalam pengeluaran dan belanja, dan juga tidak boleh terlalu hemat atau terlalu pelit.

 

D.  Pemikiran Ekonomi Islam Masa Kontemporer

Paradigma ilmu ekonomi Islam secara signifikan berbeda dengan paradigma ilmu ekonomi konvensional. Meski pada faktanya ada beberapa kesamaan pandangan dari agama-agama terhadap dunia ekonomi, termasuk Hindu, Budha, Katolik dan Islam khususnya memiliki pandangan yang sama atas pelarangan riba. Adanya praktik-praktik riba dalam mekanisme keuangan merupakan suatu hal yang menjadi penyebab misallocation, yang selanjutnya menjadi penyebab utama kegagalan dalam pencapaian target sosio-ekonomi, seperti: pemenuhan kebutuhan manusia, pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi yang merata, menghilangkan masalah pengangguran dan kestabilan ekonomi.[16]

Namun paradigma kedua disiplin ilmu tersebut secara radikal sangat berbeda. Paradigma Islam sangat jauh dari unsur yang berbau sekularis, materialis maupun sosialis. Dan lebih menekankan kepada nilai-nilai moral, persaudaraan, keadilan dan sosioekonomi. Karena dalam Al-qur’an dan sunnah. [17] Dalam perkembangan selanjutnya, di zaman modern para fuqaha mempunyai kecenderungan untuk menyatukan pendapat menjadi kesatuan yang utuh tanpa terikat suatu madzhab dalam melihat suatu pesoalan. Pintu ijtihad kembali dibuka, karena para fuqaha menyadari ketertinggalan Islam yang cukup jauh dari dunia Barat. Begitu juga dengan kajian ekonomi Islam mulai memasuki dunia akademis dan kalangan pemerintahan pada abad ke-20. Dan kegiatan-kegiatan ilmiah pun telah dilakukan untuk mengkaji berbagai persoalan ekonomi, termasuk di dalamnya dilakukan pembahasan mengenai riba, monopoli harga, lembaga keuangan, jaminan sosial, dll.[18]

 

Dan kebangkitan ilmu ekonomi Islam kontemporer di panggung Internasional pada dasawarsa tahun 1970an ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh ekonomi Islam kontemporer, seperti: Khursyid Ahmad, Najetullah Siddiqi, Umar Chapra, Afzalurahman, Muhammad Abdul Manan, Akram Khan, Mohamed Aslam Haneef, dll. Yang didukung oleh berdirinya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 yang diikuti dengan berdirinya lembaga-lembaga perbankan dan keuangan Islam di berbagai negara. Dan kemudian digongkan pada tahun 1976 dengan berkumpulnya para pakar ekonomi Islam dunia untuk pertama kalinya dalam sejarah dalam International Conference on Islamic Economics and Finance di Jeddah. Dari hasil survei terhadap pemikiran ekonomi Islam kontemporer membuktikan adanya kecenderungan kuat para ekonom muslim dalam menyepakati landasan dasar filosofis bagi sistem ekonomi Islam, yang menyebutkan tauhid (keesaan Tuhan), ibadah, khilafah (kekhalifahan), dan takaful (kerja sama) sebagai pilar-pilar filosofis sistem ekonomi Islam. Demikian pula dalam menyepakati hal-hal yang secara jelas disebut dalam Al-qur’an dan sunnah seperti pelarangan riba dan kewajiban membayar zakat di dalam sistem ekonomi Islam. Namun tidak mengherankan, jika terdapat berbagai ragam interpretasi manusia terhadap Islam meskipun berasal dari sumber yang sama. Dalam pandangan Islam, munculnya perbedaan bukanlah sesuatu yang melanggar syari’ah, sepanjang diniatkan untuk mencari keridhoan Allah dan menggunakan metode yang diajarkan oleh Rosulullah yaitu dengan bersumber pada Al-qur’an dan sunnah.[19]

Fase pemikiran ekonomi Islam masa kontemporer diawali pasca perang dunia pertama hingga akhir abad ke 21. Sekalipun demikian, masa-masa saat ini juga bisa dimasukkan dalam fase kontemporer. Karakteristik pemikiran ekonomi Islam pada masa ini ditandai oleh semangat kebangkitan kembali pada penerapan sistem ekonomi Islam yang telah ditinggalkan. Pada akhirnya upaya untuk mengaktualisasikan kembali ekonomi Islam telah melahirkan berbagai pendekatan yang berbeda diantara para tokoh ekonomi Islam.

 

 

 

 

 

 

BAB III PENUTUP

 

A.  Kesimpulan

Dari   paparan  di  atas     dapat     disimpulkan   bahwa   ketiga pemikiran   itu   mempunyaiperbedaan yang besar   dalam pola pemikiran. Kritikan serta komentar  menunjukan  bahwasetiap   pendapat   mempunyai   keunggulan dalam   pemikiranya.   Akan   tetapi,   beberapapersamaan dan  perbedaan telah dikenal pasti  yaitu mempunyai  tujuan yang  sama, merekamenggunakan sumber yang sama dan larangan riba dan praktek zakat. Persamaan ini hanya terdapat pada nilai fundamental sahaja. Adapun perbedaan mereka terdapat pada penafsiranmaupun prakteknya.

 

B.     Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari banyaknya kekurangan di dalam penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta mmaf dan kami mengharapkan kepada para pembaca, teman-teman dan bapak Dosen untuk memberikan krtitik dan saran agar mekalah kami ini menjadi lebih baik di masa yang akan dating. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ulum, Fahrur, ‘Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Analisis Pemikiran Tokoh Dari Masa Rasulullah SAW Hingga Masa Kontemporer)’, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2008, 1–293

 

Monzer Kahf, The Islamic Economy, Plainfield: Muslim Student Association (US-Canada), 1978, h. 18.

 

Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical  Study of  the Functioning od the Islamic Economic System, (T.tt.: Plainfield In Muslim Studies Association of U.S andCanada, 1978), h. 16

 

Hasanuzzaman, “Definition of Islamic Economics” dalam Jurnal of Research in Islamic Economics, Vol 1 No. 2, 1984.

 

M. Abdul Mannan, Islamic Economics: Theory and Practice., Delhi.Sh. M. Ashraf, 1970. Lihat juga M.A Mannan, The Making of an Islamic Economic Society, Cairo, 1984. 

 

Muhammad Nejatullah Siddiqi, Muslim Economic Thinking; A Survey of ContemporaryLiterature, (United Kingdom: Islamic Foundation. 1981), 32

 

Muhammad N. Siddiqi, Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary Literature. Jeddah and The Islamic Foundation, 1981. 

 

M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, h. 3-4 

 

Albert Hourani, Arabic Thought in The Libral Age, 1798-1939, (London: Oxfort University Press 1962), h. 112.

 

M. Yusron Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2001

 

ohn L. Esposito (ed.) The Oxford History of Islam, (New York: Ixford University Press, 1999),M. Umer Chapra, Monetary Management in an Islamic Economy, (Islamic Economics Studies: Vol. 4, No. 1, 1996), 11.

 

Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (Surabaya: Risalah Gusti,2009), 52

 

Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 63.

a

Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2004), 10

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Monzer Kahf, The Islamic Economy, Plainfield: Muslim Student Association (US-

Canada), 1978, h. 18.

[2] Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical  Study of  the Functioning od the

Islamic Economic System, (T.tt.: Plainfield In Muslim Studies Association of U.S and

Canada, 1978), h. 16

[3] Hasanuzzaman, “Definition of Islamic Economics” dalam Jurnal of Research in Islamic

Economics, Vol 1 No. 2, 1984.

[4] M. Abdul Mannan, Islamic Economics: Theory and Practice., Delhi.Sh. M. Ashraf,

1970. Lihat juga M.A Mannan, The Making of an Islamic Economic Society, Cairo, 1984. 

[5] Muhammad Nejatullah Siddiqi, Muslim Economic Thinking; A Survey of Contemporary

Literature, (United Kingdom: Islamic Foundation. 1981), 32

[6] Muhammad N. Siddiqi, Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary

Literature. Jeddah and The Islamic Foundation, 1981. 

[7] M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, h.

3-4 

[8] M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, h.

3-4 

[9] Fahrur Ulum, ‘Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Analisis Pemikiran Tokoh Dari Masa Rasulullah SAW Hingga Masa Kontemporer)’, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2008, 1–293.

[10] Ulum.

[11] Ulum.

[12] Ulum.

[13] Albert Hourani, Arabic Thought in The Libral Age, 1798-1939, (London: Oxfort University Press 1962), h. 112.

[14] M. Yusron Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2001

[15] ohn L. Esposito (ed.) The Oxford History of Islam, (New York: Ixford University Press, 1999),

[16] M. Umer Chapra, Monetary Management in an Islamic Economy, (Islamic Economics Studies: Vol. 4, No. 1, 1996), 11.

[17] Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 2009), 52

[18] Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 63.

[19] Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2004), 10

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Ekonomi Islam || Sejarah Pemikiran Islam"

Posting Komentar