Makalah Akhlak dan Tasawuf || Akhlak Islami Dan Pembentukannya

 KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

Bandar Lampung, 26 Maret 2022

 

 

Penyusun

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB II. 1

PEMBAHASAN.. 1

A.     Pengertian Akhlak. 1

B.     Pengertian Pembinaan Akhlak. 2

C.     Ruang Lingkup Akhlak. 4

D.     Pembentukan Akhlak. 6

E.     Manfaat Akhlak yang Mulia. 7

F.      Metode Pembinaan Akhlak. 9

G.     Pembagian Akhlak. 14

BAB III. 17

PENUTUP. 17

A.     Kesimpulan. 17

B.     Saran. 17

DAFTAR PUSTAKA.. 19

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Akhlak

Membicarakan soal akhlak takkan pernah habis, karena dalam kehidupan sehari-hari, baik mulai dari diri sendiri, dalam keluarga, masyarakat, dan bersosialisasi dengan siapapun pasti tidak terlepas dari akhlak. Apa yang dilakukan sudahkah pantas dan sesuai dengan syariat Islam. Tentu dalam semua agamapun mengajarkan tentang perilaku yang baik-baik, apalagi dalam agama Islam, semua hal dari yang kecil sampai hal terbesar telah dijelaskan dan ada ajarannya secara jelas, gamblang dan dicontohkan langsung oleh nabi Muhammad.

Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” yang berarti tabeat, perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan. Dalam KBBI, akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan.

Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak adalah bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.

Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak. Dalam Encyclopedia Brittanica akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilaibaik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafatmoral.[1]

 

B.     Pengertian Pembinaan Akhlak

Pembinaan berasal dari kata dasar “bina” yang mendapatkan awalan “pe” dan akhiran “an” yang memiliki arti perbuatan, atau cara. Jadi, pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik,[2] yang dalam hal ini kaitannya dengan akhlak. Akhlak adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologis seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dan dinilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.

Dalam hal ini Ibnu Maskawih sebagaimana yang dikutip oleh Nasharuddin mendefinisikan akhlak sebagai “suatu hal atau situasi kejiwaan seseorang yang mendorong seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan senang, tanpa berpikir dan perencanaan”.[3]Ali Mas’ud juga mengutip pendapat Ahmad Amin mengenai akhlak yaitu “membiasakan kehendak, maksudnya adalah membiasakan kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu.”[4]

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini sesuai dengan salah satu misi kerosulan Nabi Muhammad SAW. untuk menyempurnakan akhlak mulia. Bahwa pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yang dalam hal ini termasuk fitrah berakhlak, yang kemudian disempurnakan melalui misi kerosulan Nabi Muhammad SAW. berupa ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasul.

Perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak ini menurut Abuddin Nata dapat dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik. Karena dari jiwa yang baik inilah akan terlahir perbuatan-perbuatan yang baik yang selanjutnya akan mempermudah dalam menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir maupun batin.[5]

Ahmad Tafsir melalui pendapatnya juga mengemukakan bahwa sebenarnya pada prinsipnya pembinaan akhlak yang merupakan bagian dari pendidikan umum di lembaga manapun harus bersifat mendasar dan menyeluruh, sehingga mencapai sasaran yang diharapkan yakni terbentuknya pribadi manusia menjadi insan kamil. Dengan kata lain memiliki karakteristik yang seimbang antara aspek duniawinya dengan aspek ukhrawy.[6]

Sebenarnya tujuan daripada pembinaan akhlak dalam Islam sendiri adalah untuk membentuk pribadi muslim yang bermoral baik, seperti jujur, beradab, sopan dan tentunya juga disertai dengan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembinaan akhlak adalah membangun (membangkitkan kembali) psikis atau jiwa seseorang dengan pendekatan Agama Islam, yang diharapkan nantinya seseorang dapat mengamalkan ajaran Agama Islam, sehingga akan terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Agama Islam.

 

C.    Ruang Lingkup Akhlak

1.      Akhlak Pribadi

Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.

2.      Akhlak Berkeluarga

Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.

Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat. Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu. Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.

3.      Akhlak Bermasyarakat

Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga. Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat.

Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.

 

 

4.      Akhlak Bernegara

Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.

5.      Akhlak Beragama

Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan.[7]

 

D.    Pembentukan Akhlak

Beberapa berpendapat akhlak itu dibawa manusia sejak lahir atau fitrah yang sudah ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau insting yang selalu cenderung akan kebenaran,walaupun tanpa dibentuk sehingga akhlak itu akan tumbuh dengan sendiri. Ada pula yang mengatakan  bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan-latihan, pembinaan, dan perjuangan keras dengan sungguh-sungguh. Proses yang dilakukan Al-Ghzali dalam membentuk akhlak yaitu memfokuskan pada upaya pendekatan diri kepada Allah melalui tujuan belajar ilmu pengetahuan.

Pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menggap diri sebagai orang yang banyak kekurangannya dari pada kelebihannya. Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu atau terus menerus. Untuk itu al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan yaitu dengan cara melatih tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki menjadi orang pemurah maka ia harus membiasakan dirinya untuk melakukan pekerjaan yang sifatnya pemurah, sehingga dapat menjadi orang yang murah hati dan murah tangan serta dapat mendarah daging.

Berbicara masalah pentukan akhlak sama dengan berbicara dengan tujuan pendidikan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam program dan metode yang terus dikembangkan. Hal ini menunjukan bahwa akhlak memang perlu di bina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan RasulNya, hormat kepada orang tua dan guru, sayang kepada sesama makhluk ciptaanNya dll. Pembinaan akhlak merupakan perhatian pertama dalam islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW yaitu menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu hadits beliau menegaskan innama buitstu li utammima makarim al-akhlak yang artinya “ hanya saja aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia ( HR Ahmad).

Dengan uraian tersebut diatas kita dapat mengatakan bahwa akhlak merupakan hasil usaha dalam menddik dan melatih dengan sungguh-sungguh potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Jika program pendidikan dan pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, sistematik dan diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan anaka-anak atau orang-orang yang benar akhlaknya. Dari sinilah letak peran dan fungsi lembaga pendidikan.[8]

 

E.     Manfaat Akhlak yang Mulia

Akhlak yang mulia ini demikian ditekankan karena disamping membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan. Al- Qur’an dan Hadits banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Ditekankan karena disamping membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan. Al- Qur’an dan Hadits banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu.

Keuntungan atau manfaat dari akhlak yang mulia, yang dalam hal ini beriman dan beramal saleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah keberuntungan hidup di dunia dan akhirat. Dalam hadits banyak dijumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan dari akhlak. Keberuntungan tersebut di antaranya adalah:

a.       Memperkuat dan menyempurnakan agama

b.      Mempermudah perhitungan amal di akhirat

c.       Menghilangkan kesulitan

d.      Selamat hidup di dunia dan akhirat 46 Orang yang baik akhlaknya pasti disukai oleh masyarakatnya kesulitan dan penderitaannya akan dibantu untuk dipecahkan, walaupun ia tidak mengharapkannya.

Peluang, kepercayaan dan kesempatan datang silih berganti kepadanya. Kenyataan juga menunjukkan bahwa orang yang banyak bersedekah tidak menjadi miskin atau sengsara, tetapi malah berlimpah ruah hartanya.

Manfaat Akhlak mulia lain nya yaitu:

1)      Dapat mengetahui sisi baik dan buruk pada manusia

2)      Tidak mudah terguncang oleh perubahan situasi

3)      Tidak mudah tertipu oleh fatamorgana kehidupan

4)      Dapat menikmati hidup dalam segala keadaan.[9]

 

F.     Metode Pembinaan Akhlak

Dalam proses pelaksanaan pembinaan akhlak agar dapat tercapai secara maksimal dan sampai kepada tujuan mesti melalui beberapa metode. Metode yang lazim digunakan mencakup semua cara bagaimana agar akhlak seseorang menjadi baik, metode-metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembinaan akhlak, seperti:

a.       Pembiasaan

Yaitu metode yang dilaksanakan mulai awal dan bersifat kontinyu. Berkenaan dengan hal ini al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa:

Pada dasarnya kepribadian seseorang itu dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan, jika manusia dibiasakan untuk berbuat jahat maka ia akan menjadi orang yang jahat. Untuk itu al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia.[10]

Pembiasaan ini dinilai sangat efektif jika dalam penerapannya dilakukan terhadap anak didik yang dalam usia muda. Karena mereka masih memiliki “rekaman” atau daya ingatan yang kuat dan dalam kondisi kepribadiannya yang belum matang, menjadikan mereka lebih mudah diatur dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari

Binti Maunah dalam bukunya Metodologi Pengajaran Agama Islam mengatakan bahwa dalam pendidikan terdapat teori perkembangan anak didik, yang dikenal dengan teori konvergen, dimana pribadi anak dapat dibentuk oleh lingkungannya dan dengan mengembangkan potensi yang ada padanya. Oleh karenanya potensi dasar yang dimiliki anak didik harus diarahkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.[11] Hal ini juga didukung oleh pandangan al-Mawardi sebagaimana yang diutip oleh Suparman Syukur yang menurutnya, perilaku dan kepribadian seseorang terbentuk melalui kebiasaan yang bebas dan akhlak yang lepas (akhlaq mursalah).[12]

Oleh karena itu, metode pembiasaan sesungguhnya sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri anak didik, baik dari segi afektif, kognitif, maupun psikomotor. Selain itu, metode pembiasaan juga dinilai sangat efisien dalam mengubah kebiasaan negatif anak menjadi positif. Namun demikian pembiasaan akan semakin berhasil jika dibarengi dengan pemberian keteladanan yang baik dari mereka yang lebih dewasa.

b.      Keteladanan

Keteladanan adalah hal-hal yang dapat dicontoh atau ditiru. Maksudnya seseorang dapat mencontoh atau meniru sesuatu dari orang lain, baik perilaku maupun ucapan. Keteladanan dijadikan sebagai alat pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik sesuai dengan “uswah” dalam ayat 21 Al-Qur’an surah al-Ahzab:

 

Artinya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.[13]

 

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa sesungguhnya Rasululloh SAW. merupakan teladan tertinggi, contoh yang baik, atau panutan yang baik pula bagi seorang muslim. Karena semua sifat keteladanan ini sudah tercermin dalam diri beliau. Oleh karena itu Rasululloh SAW. menjadi teladan terbesar bagi umat manusia sepanjang sejarah.

Hal ini juga didukung oleh pendapat Abu Fath al-Bayanuni, dosen Universitas Madinah sebagaimana yang dikutipoleh Ulil Amri Syafri dalam bukunya Pendidikan Karakter Berbasis Qur’an yang menyatakan bahwa:

Menurut teorinya, Allah menjadikan konsep keteladanan ini sebagai acuan manusia untuk mengikuti. Selain itu fitrah manusia adalah suka mengikuti dan mencontoh, bahkan fitrah manusia lebih kuat dipengaruhi dan melihat contoh daripada hasil dari bacaan atau mendengar. Keteladanan setidaknya memiliki tiga karakteristik: pertama, mudah; orang lebih cepat melihat kemudian melakukan daripada hanya dengan verbal, kedua, minim kesalahan karena langsung mencontoh, ketiga, lebih dalam pengaruhnya, berkesan dan membekas dalam hati nurani manusia dibanding teori.”[14]

Jadi, maksud dari pendapat Al-Bayanuni adalah keteladanan merupakan salah satu metode pembinaan yang paling mudah untuk dilaksanakan oleh siswa, karena dalam keteladanan yang dibutuhkan hanyalah mengikuti atau mencontoh, dan hal ini lebih mudah dilaksanakan daripada siswa harus membaca atau mendengar materi mengenai akhlak. Dan dalam keteladanan ini berarti siswa melaksanaka praktik langsung dari perbuatan seseorang yang dijadikan teladan.

Lalu dalam hal ini Ulil Amri Syafri juga mengutip pendapat Abdullah Nasih Ulwan, yang menurutnya metode keteladanan merupakan kunci dari pendidikan akhlak seorang anak. Dengan keteladanan yang diperolehnya di rumah atau dari sekolah, maka, seorang anak akan mendapatkan kesempurnaan dan kedalaman akhlak, keluhuran moral, kekuatan fisik, serta kematangan mental dan pengetahuan.[15] Oleh karenanya ada pendapat yang menyatakan bahwa keteladanan merupakan metode yang paling tepat dalam membina akhlak.

c.       Mau’idzah atau nasihat

Mau’idzah adalah memberi pelajaran akhlak terpuji serta memotivasi pelaksanaannya dan menjelaskan akhlak tercela serta memperingatkannya atau meningkatkan kebaikan dengan apa-apa yang melembutkan hati.[16]Alloh telah memerintahkan dalam firman-Nya Q.S An-Nahl ayat 125:

Artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik”[17]

Metode nasihat ini dapat dilakukan guru dengan mengarahkan anak didiknya, tausiyah maupun dalam bentuk teguran. Aplikasi metode nasihat ini diantaranya adalah nasehat dengan argumen logika, nasehat tentang amar ma’ruf nahi munkar. Dalam penyampaiannya metode Mau’idzah terkadang disampaikan secara langsung, atau bentuk perumpamaan maupun tausiyah.

d.      Qishah (cerita)

Menurut pendapat Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Agama Islam menyatakan bahwa metode qishah merupakan metode yang efektif digunakan dalam pembinaan akhlak, dimana seorang guru dapat menceritakan kisah-kisah terdahulu. Dalam pendidikan Islam, cerita yang diangkat bersumber dari al-Qur’an dan Hadist, dan juga yang berkaitan dengan aplikasi berperilaku orang muslim dalam kehidupan sehari-hari. Dalam metode qishah ini dapat menumbuhkan kehangatan perasaan di dalam jiwa seseorang, yang kemudian memotivasi manusia untuk mengubah perilakunya dan memperbarui tekadnya dengan mengambil pelajaran dari kisah tersebut.[18]

Dalam metode cerita ini pendidik dapat mengambil beberapa kisah dari al-Qur’an atau Hadist untuk diambil sebagai pelajaran yang dapat ditiru maupun sebagai peringatan dalam membina akhlak siswanya.

 

e.       Ceramah

Metode ceramah adalah suatu cara mengajar atau menyampaikan informasi melalui peraturan kata-kata oleh pendidik kepada peserta didiknya. Metode ini merupakan metode tertua dan pertama dalam semua pengajaran yang akan disampaikan. Agar semua isi ceramah dapat dicerna dan tersimpan dalam hati si pendengar, maka dalam metode ceramah seorang pendidik harus terlebih dahulu memperhatikan tingkat usia peserta didik.[19] Tidak diperkenankan menggunakan bahasa yang sulit dipahami sebaliknya bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kecerdasan peserta didik.

f.        Pergaulan

Metode pergaulan dalam menumbuhkembangkan akhlak seseorang diperlukan pergaulan antar sesama. Jika seseorang bergaul dengan orang yang tidak baik budi pekertinya, maka seseorang itu akan dipengaruhi kejahatan yang dilakukan dengan temannya. Dalam metode ini dapat dipahami bahwa pergaulan sangat berpengaruh dan dapat menentukan perilaku atau akhlak seseorang itu dikatakan baik atau tidak. Oleh karenanya, menurut Nasharuddin dalam membina akhlak siswa memilih teman yang baik dan menjauhi teman yang buruk perangainya sangatlah penting dan harus mendapat perhatian dari guru dan orang tua.[20]

g.      Hukuman

Hukuman merupakan metode terburuk dalam pendidikan, namun dalam kondisi tertentu metode ini harus digunakan. Oleh sebab itu menurut Hery Noer Aly dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam ada beberapa hal yang hendak digunakan dalam menggunakan metode hukuman, seperti:

1)      Hukuman adalah metode kuratif, artinya tujuan metode hukuman adalah untuk memperbaiki peserta didik yang melakukan kenakalan bukan untuk suatu balas dendam. Oleh karenanya pendidik hendaknya tidak menjatuhi hukuman dalam keadaan marah.

2)      Hukuman baru akan digunakan jika metode lain seperti nasihat dan peringatan tidak berhasil dalam memperbaiki peserta didik.

3)      Sebelum dijatuhi hukuman hendaknya peserta didik diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri.

4)      Hukuman yang dijatuhkan hendaknya dapat dimengerti oleh peserta didik sehingga dia sadar akan kesalahannya dan tidak mengulanginya.

5)      Hukuman psikis lebih baik daripada hukuan fisik.

6)      Hukuman harus disesuaikan dengan jenis kesalahannya

7)      Hukuman harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik.[21]

Jadi, dalam kenyataannya metode hukuman ini dilakukan jika dalam penggunaan metode selain hukuman dirasa sudah tidak mengalami perubahan, maka seorang pendidik memilih jalan terakhir menggunakan metode hukuman, namun hukuman yang dilakukan bukan berupa fisik, melainkan hanya sekedar memiliki efek jera dan bukan memiliki maksud untuk balas dendam maupun perasaan sentimen terhadap anak didiknya.

 

G.    Pembagian Akhlak

Secara garis besar akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:

a.       Akhlak terpuji (akhlak al-karimah)

Yaitu akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi keselamatan ummat. Akhlak terpuji adalah semua perilaku yang dipandang baik oleh akal dan syariat. Menurut Nasharuddin dalam bukunya Akhlak (ciri manusia paripurna) menyatakan bahwa “berakhlak merupakan jati diri agama Islam, tidak berakhlak dapat dikatakan tidak ber-Islam, sebagaimana yang terungkap dalam hadist Nabi, sabdanya “Agama Islam itu adalah kebaikan budi pekerti”.”[22]

Untuk menilai sesuatu itu baik atau tidak, tentunya memiliki patokan atau indikator. Indikator utama dari perbuatan yang baik adalah sebagai berikut:

1)      Perbuatan yang diperintahkan oleh ajaran Alloh dan Rasululloh yang termuat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,

2)      Perbuatan yang mendatangkan kemaslahatan dunia dan akhirat,

3)      Perbuatan yang meningkatkan martabat kehidupan manusia di mata Alloh dan sesama manusia,

4)      Perbuatan yang menjadi bagian dari tujuan syariat islam, yaitu memelihara agama Alloh, akal, jiwa, keturunan, dan harta kekayaan.

Akhlak terpuji dapat tercermin dalam perbuatan seperti sabar, jujur, ikhlas, bersyukur, tawadlu’, husnudzon, optimis, suka menolong, bekerja keras.

b.      Akhlak tercela (akhlak al-madzmumah)

Yaitu perbuatan yang dilarang syariat dilakukan dengan terencana dan dengan kesadaran, akhlak yang tidak dalam kontrol ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu yang berada dalam lingkaran syaithaniyah dan dapat membawa suasana negatif serta dapat merusak bagi kepentingan umat manusia.

Sedangkan indikator pada perbuatan yang buruk atau akhlak tercela menurut Beni Ahmad Saebeni dalam bukunya Ilmu Akhlak adalah sebagai berikut:

1)      Perbuatan yang didorong oleh nafsu yang datangnya dari setan.

2)      Perbuatan yang membahayakan kehidupan di dunia dan merugikan di akhirat.

3)      Perbuatan yang menyimpang dari tujuan syariat Islam, yaitu merusak agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta kekayaan.

4)      Perbuatan yang menjadikan permusuhan dan kebencian.

5)      Perbuatan yang menimbulkan bencana bagi manusia.

6)      Perbuatan yang menjadikan kebudayaan manusia menjadi penuh dengan keserakahan, dan nafsu setan.

7)      Perbuatan yang melahirkan konflik, peperangan, dendam, yang tidak berkesudahan.[23]

 

Akhlak tercela dapat tercermin dalam beberapa perilaku seperti iri, egois, sombong, su’udzon, tamak, pesimis, dusta, kufur, berkhianat, malas, durhaka kepada orang tua atau guru, dan lain-lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Ahlak merupakan suatu perlakuan yang tetap sifatnya di dalam jiwa seseorang yang tidak memerlukan daya pemikiran di dalam melakukan sesuatu tindakan.Berdasarkan apa yang telah menjadi pokok bahasan pada materi di atas, maka secarasederhana dapat di tarik sebuah kesimpulan yaitu ahlak merupakan cerminan dari agamaislam itu sendiri, dimana bila ahlak seorang manusia mencerminkan sebuah kebaikan,kesucian, kesopanan dan lain sebagainya yang bertujuan menggapai rido allah swt. Yangmenjadi ukuran baik dan burukna ahlak adalah syarak, iaitu apa yang diperintahkan olehsyarak, itulah yang baik dan apa yang dilarang oleh syarak itulah yang buruk.Perkembangan teknologi dapa mempengaruhi lingkungan serta kebudayaan masyarakat.Apabila dalam dingkungan masyarakat tersebut tidak memiliki tembok yang kuat,niscaya keruntuhan Ahlak dan morallah yang akan terjadi. Yaitu di mulai denganhilangnya norma-norma dalam masyarakat tersebut.

 

B.     Saran

Kerusakan ahlak pada manusia di sebabkan oleh pengaruh lingkungan yangsemakin hari, semakin kebarat baratan yang selalu menurutu hawa nafsu yang menggebu-gebu dalam menggapai ataupun meraih sebuah tujuan. Namun dengan adanya pengaruhsyaitan yang sangat kuat dalam diri manusia itu sendiri, yang menjadikan tujuan yang baik, menjadi merosot kearah keburukan yang menyesatkan kehidupan manusia baik didunia maupun akherat. Untuk itu marilah kita secara sadar dan bersama-sama menjalankakaidah dan menguatkan nlai-nilai aqidah islam dalam jiwa kita degan sebaik-baiknya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Admin. (2019, Oktober 30). Pembentukan Akhlak. Retrieved Maret 26, 2022, from https://ppmalislam.sch.id/pembentukan-akhlak/

Ahmad Tafsir, e. (2004). Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Mimbar Pustaka, Media Transfasi Pengetahuan.

Aly, H. N. (1999). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Mulia.

An-Nahlawi, A. (1992). Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Agama Islam: Dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat. Bandung: CV. Diponegoro.

Depdikbud. (1997). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dr. H.M. Arif Faizin, M. (2015, Februari 7). Pengertian,Tujuan, dan Manfaat Akhlak,. Retrieved Maret 26, 2022, from Santoson75: http://santoson111.blogspot.com/2015/02/pengertiantujuandan-manfaat-akhlak.html?m=1

Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Hamid, B. A. (2010). Ilmu Akhlak. Bandung: CV Pustaka Setia.

Mas’ud, A. (2012). Akhlak Tasawuf. Sidoarjo: CV. Dwiputra Pustaka Jaya Anggota IKAPI.

Maunah, B. (2009). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: Teras.

Nasharuddin. (2015). Akhlak (Ciri Manusia Paripurna) . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nasharuddin. (n.d.). Akhlak.

Nata. (n.d.). Akhlak.

Nata, A. (2012). Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.

Syafri, U. A. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Qur'an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Syukur, S. (2004). Etika Religius. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Team, Takwa. (2020, Juni 23). Pengertian Akhlak dalam Islam. Retrieved Maret 26, 2022, from takwa/blog: https://blog.takwa.id/pengertian-akhlak-dalam-islam-dalil-dalilnya-dan-ruang-lingkupnya/

 

 



[1] Takwa Team, Pengertian Akhlak dalam Islam, 23 Juni 2020.

[2] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 117.

[3] Nasharuddin, Akhlak (Ciri Manusia Paripurna) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), 207.

[4] Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf (Sidoarjo: CV. Dwiputra Pustaka Jaya Anggota IKAPI, 2012), 2.

[5] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 158-159.

[6] Ahmad Tafsir, et.al., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Mimbar Pustaka, Media Transfasi Pengetahuan, 2004), 311.

[7] Ibid 1.

[8] Admin, Pembentukan Akhlak, 30 Oktober 2019.

[9] Dr. H.M. Arif Faizin, M.Ag, Pengertian,Tujuan, dan Manfaat Akhlak, 7 Februari 2015.

[10] Nata, Akhlak., 164.

[11] Binti Maunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Yogyakarta: Teras, 2009), 93-94.

[12] Suparman Syukur, Etika Religius (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 262.

[13] QS. Al-Ahzab (33): 21.

[14] Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Qur‟an (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 142.

[15] Ibid., 144.

[16] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2012), 96.

[17] QS. An-Nahl (16): 125.

[18] Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Agama Islam: Dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), 332.

[19] Nasharuddin, Akhlak., 321.

[20] Ibid., 322.

[21] Hery Noer Aly, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Mulia, 1999), 201-202.

[22] Nasharuddin, Akhlak., 381.

[23] Beni Ahmad Saebeni dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 206.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Akhlak dan Tasawuf || Akhlak Islami Dan Pembentukannya"

Posting Komentar