Makalah Fiqih || Puasa
Puji syukur penulis ucapkan kepada
Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan
makalah Materi puasa. Laporan ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
fiqih. Makalah ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang Hukum dan hikmah
berpuasa. Sehubungan dengan dibuatnya makalah ini sehingga penulis dapat memenuhi
tugas dan menyelesaikan tugas mata kuliah fiqih.
Penulis menyadari bahwa laporan
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi pembaca, semoga
makalah ini bermanfaat bagi yang membaca .
Bandar Lampung, 01 November 2021
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puasa merupakan ibadah yang telah
lama berkembang dan dilaksanakan oleh manusia sebelum Islam.1 Islam mengajarkan
antara lain agar manusia beriman kepada Allah SWT., kepada malaikat-malaikat-Nya,
kepada kitab-kitab-Nya, kepada rosul-rosul-Nya, kepada hari akhirat dan kepada
qodo qodar-Nya. Islam juga mengajarkan lima kewajiban pokok, yaitu mengucapkan
dua kalimat syahadat, sebagai pernyataan kesediaan hati menerima Islam sebagai
agama, mendirikan sholat, membayar zakat, mengerjakan puasa dan menunaikan
ibadah haji. Saumu (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”,
seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat
dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari
sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai
terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa
syarat.
Menurut Muhammad Asad, puasa adalah
the obstinence of speech memaksa diri untuk tidak bercakap-cakap dengan
perkataan yang negatif, contohnya seperti memfitnah, berbohong, mencaci maki,
berkata-kata porno, mengadu domba dan sebagainya.
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, puasa
bisa menjadikan orang mampu membiasakan diri untuk dapat bersifat dengan salah
satu dari sifat Allah swt, sifat tidak makan minum meskipun untuk sementara
waktu, sekaligus dapat menyerupakan diri dengan orang-orang yang muroqobah.
Menurut Yusuf Al Qardawi, puasa
sebagai sarana pensucian jiwa dan raga dari segala hal yang memberatkan dalam
kehidupan dunia sekaligus bentuk manifestasi rasa ketaatan seseorang dalam
melaksanakan perintah allah SWT.
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. AL Baqarah: 183).
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian puasa ?
2. Hukum dan hikmah puasa?
3. Syarat dan rukun puasa?
4. Orang orang yang diperbolehkan puasa ?
5. Hal-hal yang membatalkan puasa ?
6. Macam-macam puasa ?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan penulisan ini untuk lebih memahami arti puasa dan
untuk memberikan ilmu atau pengetahuan tentang puasa agar bisa belajar hukum
dan hikmah puasa, serta memberikan banyak edukasi dan agar paham hukum serta
hikmah yang kita dapat dalam berpuasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PUASA
Pengertian
puasa secara bahasa adalah menahan sedangkan secara istilah berarti menahan
diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga
terbenam matahari Puasa merupakan salah satu ibadah utama umat Islam Puasa
merupakan salah satu dari lima rukun Islam Puasa merupakan ibadah mahdhah yang
berarti ia memiliki aturan yang jelas tentang pelaksanaannya secara istilah
syara puasa berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa
mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari semata-mata karena mengharap
keridhaan Allah SWT.
Dalam
cakupan luas Puasa dapat diartikan seperti dibawah ini:
Menurut bahasa puasa berarti “menahan diri”. Menurut
syara’ ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari mula terbit
fajar hingga terbenam matahari, karena perintah Allah semata- mata, serta
disertai niat dan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan
arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri
pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa,
disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya
matahari. Artinya, puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat
kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti
obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar
kedua (yaitu fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari yang dilakukan oleh
orang tertentu yang dilakukan orang tertentu yang memenuhi syarat yaitu
beragama islam, berakal, dan tidak sedang dalam haid dan nifas, disertai niat
yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan secara pasti tanpa ada
kebimbangan, agar ibadah berbeda dari kebiasaan.
Demi zat
yang jiwa Muhammad berada dalam genggamannya sesungguhnya bau tidak sedap orang
yang berpuasa menurut Allah lebih wangi menurut Allah pada hari kiamat daripada
minyak misik. Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan:
1. Apabila berbuka dia bergembira dengan berbukanya
2. Apabila bertemu tuhannya ia bergembira dengan puasanya.
B.
HUKUM DAN
HIKMAH BERPUASA
Puasa Ramadan hukumnya merupakan fardu wajib untuk muslim
dewasa namun puasa Ramadan dapat tidak dilakukan jika seseorang mengalami hamil
menyusui atau menstruasi setidaknya ada empat hukum puasa yang bisa kita
jadikan pegangan dalam sunnah, makruh dan haram
1. puasa wajib puasa wajib adalah puasa yang diwajibkan dilakukan karena jika
dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika tidak dikerjakan mendapatkan dosa
dalam Quran surat (al-baqarah:183) mengungkapkan
”Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu agar kamu
bertakwa” (Q.S al-baqarah :183)
2. puasa Sunnah puasa sunnah merupakan puasa yang jika dilakukan akan
mendapatkan pahala dan jika seseorang tidak menjalankannya tidak mendapatkan
dosa contohnya puasa senin-kamis yang biasa kita lakukan termasuk dalam puasa
sunah
3. puasa makruh. antaranya mengkhususkan puasa pada Jumat atau Sabtu semua
tidak dapat dilakukan kecuali tujuan puasa kita adalah puasa ganti Ramadhan
contohnya puasa kifarat dan puasa nadzar
4. puasa haram puasa yang tidak diboleh kerjakan karena jika dikerjakan akan
mendapatkan dosa dan jika tidak dikerjakan akan mendapatkan pahala diantaranya
puasa saat Idul Fitri dan Idul Adha
C.
HIKMAH BERPUASA
1. melatih disiplin waktu
2. keseimbangan dalam hidup
3. mempererat silahturahmi
4. ibadah memiliki tujuan
hikmah puasa secara umum yaitu bisa menaikkan derajat
Taqwa seseorang kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa “(Quran surat al-baqarah ayat :183)
D. SYARAT DAN RUKUN BERPUASA
1. Syarat Wajib Puasa
Maksudnya adalah seseorang
dikatakan wajib menunaikan puasa apabila:
·
Sedang sehat atau tidak dalam
keadaan sakit, serta sedang menetap atau tidak dalam keadaan bersafar. Allah
SWT berfirman: “Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS Al Baqarah: 185).
·
Suci dari haidh dan nifas.
Ini berdasarkan hadis dari Mu’adzah yang pernah bertanya pada ‘Aisyah RA
tentang hal tersebut. Mu’adzah berkata: “Saya bertanya kepada Aisyah ‘Kenapa
gerangan perempuan yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’
Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan
Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga
mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak
diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.”
·
Islam. Jumhur ulama
berpendapat bahwa orang-orang kafir juga mukhaththab bi furu’isy syar’iyyah
(menjadi objek hukum-hukum syar’i dalam masalah furu’). Sehingga mereka juga
terkena kewajiban shalat, puasa, dan zakat.
·
Baligh. Ketika orang anak
menginjak usia balig, barulah ia terkena beban syariat. Rasulullah SAW bersabda:
“Pena (catatan amal) diangkat dari tiga jenis orang: orang yang tidur hingga ia
bangun, anak kecil hingga ia balig, dan orang gila hingga ia berakal.” (HR.
An-Nasa`i no. 7307, Abu Dawud no. 4403, Ibnu Hibban no. 143).
·
Berakal. Seseorang dikenai
beban syariat ketika ia memiliki akal. Orang yang gila, pingsan, koma, tidak
dikenai beban syariat hingga kembali akalnya. Dasar dalilnya sama seperti dalil
baligh di atas.
·
Mukim (tidak sedang safar).
Orang yang sedang dalam perjalanan jauh, tidak ada kewajiban untuk berpuasa.
Allah SWT berfirman: “Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain.” (QS Al-Baqarah: 184).
·
Mampu berpuasa. Orang yang
tidak mampu berpuasa karena ada udzur seperti sakit, atau sudah tua, atau uzur
yang lain, maka tidak ada kewajiban berpuasa. Allah SWT berfirman: “Allah tidak
membebani manusia kecuali sesuai kemampuannya.” (QS Al-Baqarah: 286).
2. Syarat Sah Puasa
Ada beberapa syarat sahnya
puasa, yaitu:
·
Islam. Ini adalah syarat sah
dari semua amalan. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah hanya menerima
amalan dari orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Ma`idah: 27).
·
Tamyiz. Anak kecil yang sudah
mumayiz jika melakukan ibadah dengan memenuhi syarat dan rukunnya, maka sah
ibadahnya. Patokan tamyiz menurut para ulama adalah ketika seorang anak sudah
bisa memahami perkataan orang lain secara umum dengan baik. Ini berdasarkan
hadis dari ‘Abdullah bin ‘Abbas RA, yakni: “Seorang perempuan mengangkat
seorang anak kecil (ke hadapan Nabi SAW), kemudian ia berkata: ‘Apakah anak ini
hajinya sah?’ Nabi menjawab: ‘Iya sah, dan engkau mendapatkan pahala’.” (HR
Muslim no. 1336).
·
Berakal. Orang yang tertutup
akalnya, tidak sah dan tidak teranggap amalannya karena tidak ada niat dari
dirinya.
·
Suci dari haid dan nifas.
Perempuan yang sedang haid dan nifas tidak sah ibadahnya karena berada dalam
kondisi hadas akbar. Dasar hadisnya telah disebutkan di atas.
·
Masuk waktu. Puasa hanya sah
jika dikerjakan pada waktunya. Salah satunya ketika bulan Ramadan dan antara
terbit fajar shadiq sampai tenggelam matahari. Allah SWT berfirman: “Bulan
Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS Al-Baqarah: 185).
·
Berniat. Niat merupakan
syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah
kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari hal ini adalah
sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.” Namun
ada yang melafadzkan niat, tapi ada juga yang tidak. Ini tergantung dari
pemahaman seseorang.
3. Rukun puasa
·
Niat
Niat puasa biasanya diucapkan pada malam hari. Adapun bacaan niat sebagai
berikut,
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ
فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin an'adai fardi syahri ramadhani
hadzihisanati lillahita'ala
Artinya: "Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di
bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala.
·
Menahan Diri dari hal yang
membatalkan puasa.
Batasan puasa dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Selain rukun puasa, penting untuk mengetahui syarat wajib dari puasa itu
sendiri. Dikutip dari buku Puasa: Syarat Rukun & Yang Membatalkan karangan
Saiyid Mahadir, Lc, syarat wajib merupakan hal-hal yang membuat seseorang wajib
hukumnya untuk berpuasa.
E. ORANG-ORANG YANG DIPERBOLEHKAN TIDAK BERPUASA
Golongan orang yang boleh meninggalkan puasa Ramadan
terdiri dari orang-orang yang memang tidak kuat dan tidak mampu berpuasa.
Berikut ini adalah tentang golongan orang yang boleh meninggalkan puasa
Ramadan.
·
Orang yang sakit
Orang sakit yang diizinkan
tidak berpuasa adalah orang sakit yang apabila menjalankan puasa, dapat
memperparah kondisi penyakitnya tersebut. Walaupun tidak berpuasa, orang
tersebut
·
Musafir
Orang yang sedang dalam
perjalanan jauh atau musafir juga termasuk golongan orang yang boleh
meninggalkan puasa Ramadan. tetap harus membayar puasanya.
·
Orang Lanjut Usia (Lansia)
Orang tua atau lansia yang
tidak mampu menjalankan puasa diberi kelonggaran untuk tidak berpuasa. Sebagai
gantinya, orang tersebut diwajibkan untuk membayar fidyah, yaitu dengan memberi
makan fakir miskin setiap kali orang tersebut tidak berpuasa.
·
Wanita hamil dan Menyusui
golongan orang yang boleh
meninggalkan puasa selanjutnya adalah wanita hamil dan wanita menyusui. Apabila
ibu yang sedang mengandung dan menyusui tidak mampu berpuasa, Allah SWT
meringankan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari.
·
Wanita yang sedang Haid
Berbeda dengan golongan orang
yang boleh meninggalkan puasa, wanita dalam keadaan haid dan nifas bahkan
dilarang untuk berpuasa dan melakukan ibadah lainnya. Wanita yang haid dan
nifas dilarang berpuasa selama masa haid dan nifas tersebut. Namun, mereka
tetap harus mengganti puasa di kemudian hari.
F. HAL HAL YANG MEMABTALKAN PUASA
1. Masuknya sesuatu ke dalam lubang tubuh secara sengaja
Yang dimaksud lubang yang berpangkal pada organ dalam
adalah mulut, telinga, dan hidung dengan batas awal masing-masing.
2. Memasukkan benda ke dalam salah satu 'jalan'
Maksud dari 'jalan' pada konteks ini adalah kemaluan dan
dubur. Jika benda yang masuk ke dalam salah satu lubang itu, maka akan
membatalkan puasa, seperti memasukkan obat ambeien ke dalam dubur.
3. Muntah secara disengaja
Dalam hal ini, muntah secara disengaja bisa dimaknai
seperti memasukkan sesuatu ke dalam tenggorokan hingga muntah. Jika tidak
disengaja, maka puasa tetap sah.
4. Berhubungan badan secara sengaja
Berhubungan badan pada siang hari pada bulan Ramadhan akan
membatalkan puasa. Selain berkewajiban mengganti puasa, ada juga denda atau
kafarat yang harus dibayarkan. Denda tersebut berupa memerdekakan hamba sahaya
perempuan yang beriman. Jika tak mampu maka diperbolehkan mengganti dengan
puasa selama dua bulan secara berturut-turut. Jika masih tak mampu, maka harus
memberi makan kepada 60 orang miskin, masing-masing sebanyak satu mud atau
sekitar sepertiga liter.
5. Keluar mani (sperma)
Dalam konteks ini, keluar mani yang dimaksud adalah akibat
dari persentuhan kulit, misal bersentuhan dengan lawan jenis dan onani. Namun,
apabila keluar mani karena ihtilam atau mimpi basah, maka puasa tetap sah.
6. Haid atau menstruasi
Haid atau menstruasi merupakan darah yang keluar akibat
kerja hormonal dalam tubuh wanita. Jika seorang telah menjalani puasa selama
dan keluar darah haid, maka puasanya tidak sah.
7. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar setelah proses melahirkan.
Umumnya, darah nifas keluar selama 40 hari setelah melahirkan.
8. Gila (junun)
Jika kondisi itu terjadi ketika sedang menjalani puasa,
maka puasa dinyatakan tidak sah atau batal.
9. Murtad
Murtad adalah keluar dari Islam. Apabila seseorang murtad
ketika menjalani puasa, maka puasanya secara otomatis batal.
G. MACAM MACAM PUASA
1. Puasa Ramadan
Inilah macam-macam puasa wajib yang pertama, puasa Ramadan
merupakan jenis puasa paling umum karena merupakan puasa wajib selama sebulan
penuh pada bulan Ramadan bagi setiap umat Islam yang sudah baligh.
Kewajiban melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadan terdapat dalam Al-Qur’an
surat Al-baqarah ayat 183.
2. Puasa nazar
Macam-macam puasa wajib yang kedua adalah puasa nazar
yaitu puasa karena sebuah janji. Nazar sendiri secara bahasa berarti janji,
sehingga puasa yang dinazarkan memiliki hukum wajib.
3. Puasa Denda atau Kifarat
Macam-macam puasa wajib yang terakhir adalah puasa denda,
yakni puasa yang dilakukan untuk menggantikan dam atau denda atas
pelanggaran berhukum wajib contohnya tidak melaksanakan puasa. Puasa ini
bertujuan untuk menghapus dosa yang telah dilakukan.
4. Puasa Syawal
Jenis puasa pertama dari puasa sunnah adalah puasa Syawal.
Syawal sendiri adalah nama bulan setelah bulan Ramadhan. Puasa Syawal adalah
berpuasa selama enam hari di bulan Syawal. Puasa ini bisa dilakukan secara
berurutan dimulai dari hari kedua syawal ataupun bisa dilakukan secara tidak
berurutan.
5. Puasa Arafah
Puasa arafah adalah jenis puasa sunnah yang sangat
dianjurkan bagi umat Islam yang tidak sedang berhaji. Sedangkan bagi umat Islam
yang sedang berhaji, tidak ada keutamaan untuk puasa pada hari arafah atau
tanggal 9 Dzulhijjah.
6. Puasa Tarwiyah
Puasa Tarwiyah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari
tarwiyah yakni tanggal 8 Dzulhijjah. Istilah tarwiyah sendiri berasal dari
kata tarawwa yang berarti membawa bekal air. Hal tersebut karena pada
hari itu, para jamaah haji membawa banyak bekal air zam-zam untuk persiapan
arafah dan menuju Mina.
7. Puasa Senin dan Kamis
Jenis puasa satu ini juga merupakan puasa sunnah
terpopuler. Puasa senin kamis berawal ketika Nabi Muhammad SAW memerintah
umatnya untuk senantiasa berpuasa di hari Senin dan Kamis. Karena hari Senin
merupakan hari kelahiran beliau sedangkan hari Kamis adalah hari pertama kali
Alquran diturunkan.
8. Puasa Daud
Jenis puasa ini merupakan puasa unik karena pasalnya puasa
Daud adalah puasa yang dilakukan secara selang-seling (sehari puasa, sehari
tidak). Puasa Daud bertujuan untuk meneladani puasanya Nabi Daud As. Puasa
jenis ini juga ternyata sangat disukai Allah SWT.
9. Puasa ‘Asyura
Bulan Muharram adalah bulan yang disunnahkan untuk
memperbanyak puasa, boleh di awal bulan, pertengahan, ataupun di akhir. Namun,
puasa paling utama adalah pada hari Asyura yakni tanggal sepuluh pada bulan
Muharram. Puasa ini dikenal dengan istilah Yaumu Asyura yang artinya
hari pada tanggal kesepuluh bulan Muharram.
10. Puasa Ayyamul Bidh
Umat Islam disunnahkan berpuasa minimal tiga kali dalam
sebulan. Namun puasa lebih utama dilakukan pada ayyamul bidh, yaitu pada
hari ke-13, 14, dan 15 dalam bulan Hijriyah atau bulan pada kalender Islam.
Ayyamul bidh sendiri mempunyai arti hari putih karena pada malam-malam
tersebut bulan purnama bersinar dengan sinar rembulannya yang putih.
11. Puasa Sya’ban (Nisfu Sya’ban)
Tidak hanya bulan Ramadhan yang mempunyai keistimewaan,
bulan Sya’ban juga memiliki keistimewaan tersendiri. Pada bulan Sya’ban
dianjurkan agar umat Islam mencari pahala sebanyak-banyaknya.
12. Puasa Muharram
Puasa Muharram dilakukan di bulan Muharram atau saat tahun
baru Hijriah dan hukumnya sunah. Puasa Muharram biasa dilakukan pada tanggal 10
atau yang dikenal juga dengan nama Puasa Asyuara. Puasa Muharram memiliki
keutamaan yang istimewa. Yakni, merupakan sebaik-baiknya puasa sunah, dapat
menghapus dosa setahun yang lalu dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
13. Puasa Awal Dzulhijjah
Puasa di awal bulan Dzulhijjah adalah puasa sunah.
Biasanya puasa sunah ini dilakukan pada tanggal 1-7 Dzulhijjah setiap tahunnya.
Atau ada pula yang mengerjakannya hingga sepuluh hari berturut-turut. Berpuasa
di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dianjurkan karena memiliki banyak
keutamaan. Keutamaan berpuasa di awal bulan Dzulhijjah adalah mendapatkan
pahala berlimpah dari Allah SWT, dicintai Allah SWT dan dijauhkan dari siksa
api neraka selama tujuh puluh tahun
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Puasa adalah salah satu rukun Islam maka dari itu
wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan
mengharapkan imbalan dari orang lain puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh umat
Islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita berpuasalah
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh Allah Allah telah memberikan
kita banyak kemudahan untuk mengerjakan Ibadah Puasa ini kita sendiri akan
merasakan betapa indahnya berpuasa dan berupa banyak hadiah serta manfaat yang
kita dapatkan dari berpuasa maka dari itu janganlah sesekali meninggalkan puasa
puasa mempunyai banyak akan nilai ibadah.
B.
SARAN
Sebaiknya sebagai umat islam yang baik kita senantiasa harus
mengikuti perintah allah swt dan
menghidupkan sunah rasul dan dilakukan sesuai yang dicontohkan rasul
serta ketentuan-ketentuan allah swt.
DAFTAR
PUSTAKA
https://www.alinea.id/gaya-hidup/4-hukum-puasa-yang-bisa-dijadikan-pegangan-b2c1292OD
https://www.orami.co.id/magazine/rukun-puasa/
0 Response to "Makalah Fiqih || Puasa"
Posting Komentar