Fiqih Muamalah || RIBA, MAISIR, dan GHARAR
Segala puji bagi
Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami mengucapkan
syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya, baik itu berupa kesehatan fisik maupun
akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas dari mata kuliah Fiqih Muamalah. Makalah ini membahas mengenai Riba,
Maisir, dan Gharar.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman di dalam penulisan
makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi agar makalah ini mampu
berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
terkait dengan judul makalah ini.
Bandar
Lampung, 25 September 2022 |
|
|
Kelompok 3 |
DAFTAR
ISI
Cover
A. Pengertian dan dasar
hukum Riba, Maisir dan Gharar
B. Macam-Macam Riba,
Maisir dan Gharar
C. Pendapat Ulama Fiqih
Tentang ‘illat Riba
D. Memahami Hikmah Larangan Riba, Maisir, dan Gharar
BAB I
PENDAHULAAN
A.
LATAR
BELAKANG
Islam mengatur semua aspek kehidupan
manusia baik dalam hal sosial dan ekonomi. Dalam bidang ekonomi sudah lebih
dari 1000 tahun mempraktikan sistem ekonomi islam yang kemudian dikembangkan
dalam beragam model yang berbeda setiap negara atau masyarakat dari waktu ke
waktu. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang yang jujur dan pandai membawa
barang dagangan Khadijah dari Mekkah ke Syam.
Sistem ekonomi
islam adalah sebuah sistem ekonomi yang mengikuti aturan agama islam. Sama
seperti sistem ekonomi lainya, ekonomi islam juga mengejar keuntungan dari
berbagai aktivitas ekonomi misalnya perdagangan, industri, dan lainya. Akan
tetapi, banyak oranng yang melakukan transaksi yang melanggar prinsip Syariah
baik itu transaksi melalui objek yang haram maupun transaksi yang haram.
Ada beberapa
transaksi yang dilarang dalam islam contohnya riba, gharar, dan maisir. Riba
adalah tambahan yang di syaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya
pengganti. Gharar adalah apa apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita
dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti. Maisir
adalah transaksi yang berbentuk permainan spekulatif dengan objek sejumlah
harta taruhan.
A.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dan dasar hukum riba, maisir, dan gharar?
2.
Apa saja macam macam riba, maisir, gharar?
3.
Bagaimana pendapat ulama fiqh tentang ‘illat
riba?
4.
Mengapa kita harus memahami hikmah larangan riba, maisir, dan
gharar?
B.
TUJUAN PENULLISAN
1.
Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum riba, maisir dan
gharar.
2.
Untuk memahami macam macam riba, maisir dan gharar.
3.
Untuk memahami pendapat ulama fiqih tentang ‘illat riba.
4.
Memahami hikmah larangan riba, maisir, gharar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
dan dasar hukum Riba, Maisir dan Gharar
1.
Pengertian
Riba
Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah
artinya tambahan. Sedangkan menurut terminologi adalah kelebihan/tambahan
pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang
dari dua orang yang membuat akad (transaksi).[1]
Dalam pengertian lain secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah
teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
bathil. Para ulama telah sepakat bahwa riba merupakan salah satu perbuatan dosa
besar.[2]
Dengan demikian riba menurut istilah
ahli fikih adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa
ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena
tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba
didalamnya hanya saja tambahan yang di istilahkan dengan nama ‘riba’ dan
al-Qur’an datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang diambil
sebagai ganti rugi dari tempo yang ditentukan.[3]
Secara letterlijk, kata riba
sama artinya dengan kata zakat. Keduanya diartikan dengan tumbuh dan bertambah.
Tambahan yang dimaksud pada kata zakat, ialah tambahan yang berkonotasi pada
rezeki seseorang yang diberi berkah bagi yang menerimanya, dan untuk riba
dinamai al-zhulm.[4]
Dapat dikatakan bahwa riba sepadan
dengan jual beli namun jika dianalisis lebih mendalam maka dapat ditemukan
perbedaan bahwa dalam praktik jual beli harga yang dihasilkan sepadan antara si
pembeli dan sipenjual serta adanya kesepakatan bersama. Berbeda dengan riba,
bila memberikan atau meminjamkan uang atau barang lainya dengan mengambil lebih
dari yang dipinjamkan atau yang diberikan. Pengambilan itu dilakukan secara
terpaksa. Dalam hal ini si pemberi pinjaman selalu beruntung dalam segala
bentuk kegiatanya sementara yang menerima pinjaman hanya ada satu pilihan
anatara untung atau rugi.
a.
Dasar Hukum Riba
Surat An-Nisa ayat 161
وَّاَخْذِهِمُ الرِّبٰوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَاَكْلِهِمْ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۗوَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا
Artinya: Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh
mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan
cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara
mereka azab yang pedih.[5]
Surat Al-Baqarah ayat 276
يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ
Artinya:
Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa.[6]
2.
Pengertian Maisir
Maisir artinya sesuatu yang mengandung
unsur judi. Syara’ telah melarang perjudian dengan tegas, bahkan syara’
memandang bahwa harta yang dikembangkan dengan jalan perjudian bukanlah
termasuk hak milik Allah Swt.[7]
Maysir juga didefinisikan dengan Impermissible games of chance. Pada
beberapa literatur, istilah maisir disandingkan dengan qimar atau game
of chance. Muhammad Ayyub menyatakan “maysir means wishing something
valuable with ease
and without paying an equivalent compensation (‘iwad) for it or whitout working
for it, or without undertaking any liability against it, by way of game a
chance. Qimar also means receipt of money, benefit or usufruct at the cost of
others, having entitlement to that money or benefit by resorting to chance.
Both words are applicable to games of chance”.[8]
Kata Maisir dalam bahasa Arab arti
secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras
atau mendapat keuntungan tanpa bekerja, biasanya juga disebut judi, istilah
lain yang digunakan dalam Al-Quran adalah kata azlam yang berarti praktek
perjudian. Secara istilah, Maisir adalah setiap Muamalah yang orang masuk
kedalamnya dan dia mungkin rugi dan mungkin beruntung, kalimat “mungkin rugi
dan mungkin untung” juga ada dalam Muamalat jual beli sebab orang yang
berdagang mungkin untung mungkin rugi.[9]
Maisir merupakan sesuatu yang mengandung unsur judi yaitu melakukan tindakan
tertentu untuk mengambil keputusan secara gambling tanpa disertai dengan data
yang mendukung.[10]
Prinsip berjudi adalah terlarang baik itu
terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan
sama sekali, tetapi mengharapkan keuntungan semata (misalnya hanya
mencoba-coba) di samping sebagian orang-orang yang terlibat melakukan
kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau
menghilangkan suatu kesempatan dengan melakukan pemotongan dan bertaruh
benar-benar masuk dalam kategori definisi berjudi.
a.
Dasar Hukum
Maisir
Surat Al-Maidah ayat 90
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah,
adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.[11]
Surat Al-Baqarah ayat 219
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
Artinya:
Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah,
“Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi
dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu
(tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa
yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar
kamu memikirkan.[12]
Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis KUHP
sebagai dasar pengaturan larangan perjudian menurut sistem hukum pidana di
Indonesia, dalam perkembangannya mengalami perubahan berdasarkan Undang-Undang
No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yang disahkan dan diundangkan
pada tanggal 6 November 1974. Beberapa bahan pertimbangan dari Undang-Undang
No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban perjudian tampak pada konsiderans
“menimbang”, sebagai berikut :
1) Bahwa perjudian pada hakikatnya
bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila, serta membahayakan
bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara;
2) Bahwa oleh karena itu perlu diadakan
usaha-usaha untuk menertibkan perjudian, membatasinya sampai lingkungan
sekecil-kecilnya, untuk akhirnya menuju ke penghapusannya sama sekali dari
seluruh wilayah Indonesia;
3) Bahwa ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi
tanggal 7 Maret 1912 (Staatsblad Tahun 1972 Nomor 230) sebagaimana telah
beberapa kali dirubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonansi Tanggal 31
Oktober 1935 (Staatsblaad Tahun 1935 No. 526), telah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan);
4) Bahwa berdasarkan pertimbanganpertimbangan
di atas perlu disusun Undang-Undang tentang Penertiban Perjudian.[13]
3.
Pengertian
Gharar
Kata gharar berarti hayalan atau penipuan,
tetapi juga berarti risiko dalam keuangan biasanya diterjemahkan tidak menentu,
spekulasi atau risiko. Keuntungan yang terjadi disebabkan kesempatan dengan
penyebab tak dapat ditentukan adalah dilarang, Karena mengandung risiko yang
terlampau besar dan tidak pasti.[14] Gharar
dalam bahasa arab berarti al-khathr, pertaruhan, majhul al-aqidah, kesamaran
hasilnya. Gharar juga bisa disebut al-mukhatharah; (pertaruhan) dan al-jahalah
(kesamaramn). Jadi gharar adalah hal yang mendatangkan kerugian pada transaksi.
a.
Dasar Hukum
Gharar
Surat An-Nisa ayat 29
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku
atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.
B. Macam-Macam Riba, Maisir dan
Gharar
a)
Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya
dengan kualitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contoh:
tukar-menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan
sebagainya.
b)
Riba Yadd, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan
diterima, maksudnya: orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia
menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain.
Jual beli seperti itu tidak boleh sebab jual beli masih dalam ikatan dengan
pihak pertama.
c)
Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang
disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh: ‘Aisyah meminja
cincin 10 gram pada Amina. Oleh Amina disyaratkan
membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apabila
terlambat 1 tahun maka, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan
seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
d)
Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan
atau tambahan bagi orang yang meminjami atau yang memberi hutang. Contoh:
Muhammad meminjam uang sebesar Rp 25.000 kepada kepada Ali. Ali mengharuskan
dan mensyaratkan agar Muhammad mengembalikan hutangnya kepada Ali sebesar Rp.
30.000 maka tambahan Rp. 5.000.
a) al-mukhatharah adalah perjudian dilakukan antara dua orang
laki-laki atau lebih yang menempatkan harta dan isteri mereka masing-masing
sebagai taruhan dalam suatu permainan. Orang yang berhasil memenangkan
permainan itu berhak mengambil harta dan isteri dari pihak yang kalah. Harta
dan isteri yang sudah menjadi milik pemenang itu dapat diperlakukannya
sekehendak hati. Jika dia menyukai kecantikan perempuan itu, dia akan
mengawininya, namun jika ia tidak menyukainya, perempuan itu dijadikannya
sebagai budak atau gundik. Bentuk ini seperti disebutkan oleh al-Jashshash,
diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas.
b)
al-tajziah adalah perjudian yang dilakukan 10 orang
laki-laki dengan menggunakan kartu yang terbuat dari potongan-potongan kayu
(karena pada waktu itu belum ada kertas). Kartu yang disebut al-azlam itu
berjumlah 10 buah, yaitu al-faz berisi satu bagian, al-taw’am
berisi dua bagian, al-raqib tiga bagian, al-halis empat bagian, al-nafis lima
bagian, al-musbil enam bagian, dan al-mu’alif tujuh bagian, yang
merupakan bagian terbanyak.
a) Jual-beli barang yang belum ada (Ma’dum),
seperti seperti jual-beli habal al-habalah (janin dari hewan ternak).
b) Jual-beli barang yang tidak jelas (majhu)
baik yang mutlak, seperti pernyataan seseorang: “saya menjual barang dengan
harga seribu rupiah,” tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau
seperti ucapan seseorang: “aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh
juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas, seperti ucapan seseorang:
“aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak
diketahui
c) Jual-beli barang yang tidak mampu
diserahterimakan. Seperti jual-beli budak yang kabur, atau jual-beli mobil yang
dicuri. Ketidakjelasan ini juga terjadi pada harga, barang dan pada akad
jual-belinya
C. Pendapat
Ulama Fiqih Tentang ‘illat Riba
1.
Menurut Mazhab Hanafi
‘Illat riba fadzl
menurut ulama’ Hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau ditimbang
serta barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandum, syair, kurma, garam dan
anggur kering. Dengan kata lain jika barang-barang yang sejenis dari
barang-barang yang telah disebut di atas, seperti gandum dengan gandum
ditimbang untuk diperjualbelikan dan terdapat tambahan dari salah satunya,
terjadilah riba fadhl. Adapun jual beli selain barang-barang yang di
timbang. Seperti hewan, kayu dan lain-lain tidak dikatakan riba meskipun ada
tambahan dari salah satunya, seperti menjual satu kambing dengan dua kambing
sebab tidak termasuk barang yang bias ditimbang. Ukuran riba fadhl pada
makanan adalah setengah sha’, sebab menurut golongan ini, itulah yang
ditetapkan syara’. Oleh karena itu, di bolehkan tambahan jika kurang
dari setengah sha’. Illat riba nasi’ah adalah adanya salah satu
dari dua sifat yang ada pada riba fadhl dan pembayaranya diakhirkan. Riba jenis
ini telah biasa dikerjakan oleh orang jahiliyah, seperti seorang membeli dua
kilogram beras pada bulan januari dan akan dibayar dengan dua setengah kilogram
beras pada bulan februari. Contoh lain dari riba nasi’ah yang berlaku secara
umum sekarang adalah bunga bank.
2.
Madzab
Malikiyah
Illat
diharamkanya riba menurut ulama’ Malikiyah pada emas dan perak adalah harga,
sedangkan mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat
dalam hubunganya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl. Illat
diharamkanya riba nasi’ah dalam makanan adalah sekadar makanan saja (makanan
selain untuk mengobati), baik karena pada makanan tersebut terdapat unsur
penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan lama atau tidak ada kedua unsur
tersebut. Illat diharamkanya riba fadhl pada makanan adalah
makanan tersebut dipandang sebagai makanan pokok dan kuat disimpan lama. Alasan
ulama Malikiyah menetapkan illat di atas antara lain, apabila riba
dipahami agar tidak terjadi penipuan di antara manusia dan dapat saling
menjaga, makanan tersebut haruslah dari makanan yang menjadi pokok kehidupan
manusia, yakni makanan pokok, seperti gandum, padi, jagung dan lain-lain.
D. Memahami Hikmah Larangan Riba,
Maisir, dan Gharar
1.
Hikmah Larangannya Riba[18]
a)
Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi
manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan
baik individu maupun masyarakat.
b)
Keharaman riba dapat membuat jiwa manusia suci dari sifat tamak dan
serakah. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tinggi.
c)
Masyarakat menengah dan bawah tidak merasa dirugikan atau menderita
untuk melakukan pinjaman dana kepada badan usaha syariah atau perorangan yang
tidak menjalankan riba.
d)
Adanya terjalin kongsi dagang yang transparan dalam transaksi tanpa
merugikan salah satu pihak.
e)
Membangun sistem syariah dalam kegiatan ekonomi masyarakat tanpa
khawatir melanggar aturan-aturan Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis.
a)
Melatih Tanggung Jawab
Maksudnya, seseorang akan dapat Istiqamah
menjalankan tanggung jawab yang diemban dalam kaitannya dengan Allah ataupun
sesama manusia.
b)
Melatih Sabar
Menjauhi perjudian juga akan melatih
seseorang untuk bersabar dan tenang dalam menghadapi berbagai tipuan dunia. Dan
melatih kesabaran seseorang dalam mencari rezeki dari jalan yang halal dan
berkah.
c)
Lebih Bisa Fokus Lagi Kepada Allah
Menjauhi judi sama saja menjauhi
dosa dan larangan Allah. Adapun salah satu hikmahnya adalah dapat memantapkan
hati dan khusyuk dalam berzikir dan beribadah kepada Allah SWT.
d)
Menjauhkan Keluarga dari Persengketaan
Hikmah kedelapan adalah bangunan
kehidupan keluarga yang menjadi tanggungjawabnya akan menjadi kokoh dan mandiri
karena jauh dari masalah-masalah persengketaan.
e)
Menumbuhkan Kedamaian dan Kebahagiaan
Hikmah terakhir adalah menumbuhkan
kebahagiaan dan perdamaian. Sebab, meninggalkan perbuatan judi dapat
meningkatkan kepemilikan harta benda dan menjaga harga diri seseorang.
3.
Hikmah Larangan Gharar
Diantara
hikmah larangan jual beli ini adalah karena Nampak adanya pertaruhan dan menimbulkan
sikap permusuhan pada orang yang dirugikan. Yakni bisa menimbulkan kerugian
yang besar kepada pihak lain. Larangan ini juga mengandung maksud untuk menjaga
harta agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada
orang akibat jenis jual beli ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Riba Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya
tambahan. Sedangkan menurut terminologi adalah kelebihan/tambahan
pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang
dari dua orang yang membuat akad .
Dalam
pengertian lain secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Dapat
dikatakan bahwa riba sepadan dengan jual beli namun jika dianalisis lebih
mendalam maka dapat ditemukan perbedaan bahwa dalam praktik jual beli harga
yang dihasilkan sepadan anatara si pembeli dan sipenjual serta adanya
kesepakatan Bersama.
Macam-macam riba :
1. Riba fadl
2. Riba yadd
3. Riba nasi’ah
4. Riba qord
Pendapat ulama fiqh tentang ‘illat riba
menurut MMazhaf Hanafi
Illat
riba fadzl menurut ulama’ Hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar
atau ditimbang serta barang yang sejenis, seperti
emas, perak, gandum, syair, kurma, garam dan anggur
kering. Sedangkan menurut Madzhab Malikiyah Illat diharamkanya riba
menurut ulama’ Malikiyah pada emas dan perak adalah harga, sedangkan
mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat dalam
hubunganya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl. Illat diharamkanya riba
nasi’ah dalam makanan adalah sekadar makanan saja , baik karena pada
makanan tersebut terdapat unsur penguat dan kuat disimpan lama atau tidak ada
kedua unsur tersebut. Hikmah larangan riba Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu
yang baik bagi manusia tetapi hanya mengharamkan yang dapat membawa kerusakan
yang mana membuat jiwa manusia yang suci terhindar dari sifat tamak dan
serakah.
2. Maysir
artinya sesuatu yang mengandung unsur judi. Pada beberapa
literatur, istilah maysir disandingkan dengan qimar atau game of
chance. Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah
memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat
keuntungan tanpa bekerja, biasanya juga disebut judi, istilah lain
yang digunakan dalam Al-Quran adalah kata azlam yang berarti praktek perjudian.
Maysir merupakan sesuatu yang mengandung unsur judi yaitu melakukan tindakan
tertentu untuk mengambil keputusan secara gambling tanpa disertai dengan data
yang mendukung.
Macam-macam
maisir
a. al-mukhatharah
b. Al tajhiah
Hikamah
maisir melatih tanggung jawab serta melatih kesabaran dalam menghadapi berbagai
tipuan dunia agar lebih fokus kepada Allah SWT.
3.
Kata
Gharar berarti hayalan atau penipuan, tetapi juga berarti risiko dalam keuangan
biasanya diterjemahkan tidak menentu, spekulasi atau risiko. Keuntungan yang
terjadi disebabkan kesempatan dengan penyebab tak dapat ditentukan adalah
dilarang, Karena mengandung risiko yang terlampau besar dan tidak pasti.
Macam-Macam
Gharar
a. Jual beli barang yang belum ada (ma’dum)
b. Jual beli barang yang tidak jelas (majhu)
c. Jual beli barang yang tidak mampu diserah
terimakan
Hikmah larangan gharar yakni bisa menimbulkan
kerugian yang besar kepada pihak lain. Larangan ini juga mengandung maksud
untuk menjaga harta agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang
terjadi pada orang akibat jenis jual beli ini.
B.
Saran
Dengan kita mengetahui pengertian
maysir dan gharar dalam islam. Penulis mengharapkan agar pembaca dapat memahami
tentang maysir dan gharar terutama dalam kegiatan sehari-hari yaitu bisnis
atau usaha
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul, Azam dan Muhammad, Aziz, Fiqh Muamalat
System Transaksi Dalam Islam, cetakan 3 (Jakarta: Amzah, 2017)
Abu Syuja, “Hikmah Menghindari Judi Menurut Islam,” Abu Syuja, https://www.abusyuja.com/2020/12/10-hikmah-menghindari-judi-menurut-islam.html?m=1#:~:text=Menjauhi%20perjudian%20juga%20akan%20melatih,jalan%20yang%20halal%20dan%20berkah.
Diakses 25 September 2022 Pukul 14:17.
Ansori, ‘済無No Title No Title No Title’, Paper Knowledge . Toward a Media History
of Documents, 3.April (2015), 49–58
Arif, Muhammad, ‘Riba, Gharar Dan Maisir Dalam Ekonomi Islam’, Repositry:
UIN Alauddin Makassar, 2019
Danang Ribut Wahyudi, “Hikmah Diharamkanya Riba,” Kumparan.com, 15
Januari 2020, https://kumparan.com/danangributwahyudi/hikmah-diharamkannya-riba-1xJEYTP4FQL.
Diakses 25 september 2022 pukul 14:07.
García Reyes, Luis Enrique, ‘Judi’, Journal of Chemical Information and
Modeling, 53.9 (2013), 1689–99
Hamzah Muchtar, Evan, ‘Muamalah Terlarang: Maysir Dan Gharar’, Jurnal
Asy-Syukriyyah, 18 (2017), 86–95
Kementerian Republik Indonesia Terjemah Al-Qur'an
Said, Rukman Abdul Rahman, ‘Konsep Al-Qur’an Tentang Riba’, Jurnal
Al-Asas, 5.3 (2020), 1–15
<http://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/alasas/article/view/1649>
Sjahdeini, sutan remy, Perbankan Syariah : Produk Produk Dan Aspek-Aspek
Hukumnya, edisi 1 ce (Jakarta: Kencana, 2015)
Suwiknyo, Dwi, Kamus Lengkap Ekonomi Islam, Cetakan 1 (Yogyakarta:
Total Media, 2009)
———, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, cetakan 1
(Yogyakarta: pustaka pelajar, 2010)
Syaikhu, Ariyadi, and Norwili, Fikih Muamalah Memahami Konsep Dan
Dialektika Kontemporer, K-Media, 1981, liii
[1] Muhammad Arif, ‘Riba, Gharar Dan Maisir Dalam Ekonomi
Islam’, Repositry: UIN Alauddin Makassar,
2019. Hal 3
[2] Syaikhu, Ariyadi, and Norwili, Fikih Muamalah Memahami Konsep Dan Dialektika Kontemporer, K-Media, 1981, liii. Hal 76
[3] Ibid. Hal 3
[4] Rukman Abdul Rahman Said, ‘Konsep Al-Qur’an Tentang
Riba’, Jurnal Al-Asas, 5.3 (2020),
1–15 <http://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/alasas/article/view/1649>. Hal 3-4.
[5] Kementerian Republik Indonesia Terjemahan Al-Quran
[6] Kementerian Republik Indonesia Terjemahan Al-Quran
[7] Dwi Suwiknyo, Kamus
Lengkap Ekonomi Islam, Cetakan 1 (Yogyakarta: Total Media, 2009). Hal 163
[8] Evan Hamzah Muchtar, ‘Muamalah Terlarang: Maysir Dan
Gharar’, Jurnal Asy-Syukriyyah, 18
(2017), 86–95.
[9] Ibid hal 109-110
[10] Dwi Suwiknyo, Kompilasi
Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, cetakan 1 (Yogyakarta: pustaka pelajar,
2010). Hal 21
[11] Kementerian Republik Indonesia Terjemahan Al-Quran
[12] Kementerian Republik Indonesia Terjemahan Al-Quran
[13] Ansori, ‘済無No Title No Title No
Title’, Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents, 3.April (2015), 49–58.
[14]Ibid Hal 90
[15] Aziz Abdul, Azam dan Muhammad, Fiqh Muamalat System Transaksi Dalam Islam, cetakan 3 (Jakarta:
Amzah, 2017).
[16] Luis Enrique García Reyes, ‘Judi’, Journal of Chemical Information and Modeling,
53.9 (2013), 1689–99.
[17] sutan remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk Produk Dan Aspek-Aspek Hukumnya, edisi 1
ce (Jakarta: Kencana, 2015).
[18] Danang Ribut Wahyudi, “Hikmah Diharamkanya Riba,” Kumparan.com, 15
Januari 2020, https://kumparan.com/danangributwahyudi/hikmah-diharamkannya-riba-1xJEYTP4FQL.
Diakses 25 september 2022 pukul 14:07.
[19] Abu Syuja, “Hikmah Menghindari Judi Menurut Islam,” Abu Syuja, https://www.abusyuja.com/2020/12/10-hikmah-menghindari-judi-menurut-islam.html?m=1#:~:text=Menjauhi%20perjudian%20juga%20akan%20melatih,jalan%20yang%20halal%20dan%20berkah.
Diakses 25 September 2022 Pukul 14:17.
0 Response to "Fiqih Muamalah || RIBA, MAISIR, dan GHARAR"
Posting Komentar