Fiqih Muamalah || RIBA, MAISIR, dan GHARAR

Kata Pengantar

 

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya, baik itu berupa kesehatan fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Fiqih Muamalah. Makalah ini membahas mengenai Riba, Maisir, dan Gharar.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman di dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi agar makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait dengan judul makalah ini.

 

Bandar Lampung, 25 September 2022

 

 


Kelompok 3

 


DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar ii

DAFTAR ISI. iii

BAB I PENDAHULAAN.. 1

A.      LATAR BELAKANG.. 1

BAB II PEMBAHASAN.. 2

A. Pengertian dan dasar hukum Riba, Maisir dan Gharar 2

1.       Pengertian Riba. 2

2.       Pengertian maisir 3

3.       Pengertian Gharar 6

B. Macam-Macam Riba, Maisir dan Gharar 6

1.       Macam-Macam Riba. 6

2.       Macam-Macam Maisir 7

3.       Macam-Macam Gharar 7

C. Pendapat Ulama Fiqih Tentang ‘illat Riba. 8

1.       Menurut mazhab hanafi 8

2.       Madzab Malikiyah. 8

D. Memahami Hikmah Larangan Riba, Maisir, dan Gharar 9

1.       Hikmah larangannya riba. 9

2.       Hikmah larangan maisir 9

3.       Hikmah larangan gharar 10

BAB III PENUTUP. 11

A.      Kesimpulan. 11

B.      Saran. 12

DAFTAR PUSTAKA.. 13

 

 

 


 

BAB I

PENDAHULAAN

 

A.    LATAR BELAKANG

Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia baik dalam hal sosial dan ekonomi. Dalam bidang ekonomi sudah lebih dari 1000 tahun mempraktikan sistem ekonomi islam yang kemudian dikembangkan dalam beragam model yang berbeda setiap negara atau masyarakat dari waktu ke waktu. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang yang jujur dan pandai membawa barang dagangan Khadijah dari Mekkah ke Syam.

Sistem ekonomi islam adalah sebuah sistem ekonomi yang mengikuti aturan agama islam. Sama seperti sistem ekonomi lainya, ekonomi islam juga mengejar keuntungan dari berbagai aktivitas ekonomi misalnya perdagangan, industri, dan lainya. Akan tetapi, banyak oranng yang melakukan transaksi yang melanggar prinsip Syariah baik itu transaksi melalui objek yang haram maupun transaksi yang haram.

Ada beberapa transaksi yang dilarang dalam islam contohnya riba, gharar, dan maisir. Riba adalah tambahan yang di syaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya pengganti. Gharar adalah apa apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti. Maisir adalah transaksi yang berbentuk permainan spekulatif dengan objek sejumlah harta taruhan.

 

A.    RUMUSAN MASALAH

1.   Apa pengertian dan dasar hukum riba, maisir, dan gharar?

2.   Apa saja macam macam riba, maisir, gharar?

3.   Bagaimana pendapat ulama fiqh tentang ‘illat riba?

4.   Mengapa kita harus memahami hikmah larangan riba, maisir, dan gharar?

 

B.     TUJUAN PENULLISAN

1.      Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum riba, maisir dan gharar.

2.      Untuk memahami macam macam riba, maisir dan gharar.

3.      Untuk memahami pendapat ulama fiqih tentang ‘illat riba.

4.      Memahami hikmah larangan riba, maisir, gharar.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian dan dasar hukum Riba, Maisir dan Gharar

1.      Pengertian Riba

Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya tambahan. Sedangkan menurut terminologi adalah kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad (transaksi).[1]

Dalam pengertian lain secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama telah sepakat bahwa riba merupakan salah satu perbuatan dosa besar.[2]

Dengan demikian riba menurut istilah ahli fikih adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang di istilahkan dengan nama ‘riba’ dan al-Qur’an datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang diambil sebagai ganti rugi dari tempo yang ditentukan.[3]

Secara letterlijk, kata riba sama artinya dengan kata zakat. Keduanya diartikan dengan tumbuh dan bertambah. Tambahan yang dimaksud pada kata zakat, ialah tambahan yang berkonotasi pada rezeki seseorang yang diberi berkah bagi yang menerimanya, dan untuk riba dinamai al-zhulm.[4]

Dapat dikatakan bahwa riba sepadan dengan jual beli namun jika dianalisis lebih mendalam maka dapat ditemukan perbedaan bahwa dalam praktik jual beli harga yang dihasilkan sepadan antara si pembeli dan sipenjual serta adanya kesepakatan bersama. Berbeda dengan riba, bila memberikan atau meminjamkan uang atau barang lainya dengan mengambil lebih dari yang dipinjamkan atau yang diberikan. Pengambilan itu dilakukan secara terpaksa. Dalam hal ini si pemberi pinjaman selalu beruntung dalam segala bentuk kegiatanya sementara yang menerima pinjaman hanya ada satu pilihan anatara untung atau rugi.

 

a.       Dasar Hukum Riba

Surat An-Nisa ayat 161

وَّاَخْذِهِمُ الرِّبٰوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَاَكْلِهِمْ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۗوَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا

Artinya: Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih.[5]

 

Surat Al-Baqarah ayat 276

يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ

Artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.[6]

 

2.      Pengertian Maisir

Maisir artinya sesuatu yang mengandung unsur judi. Syara’ telah melarang perjudian dengan tegas, bahkan syara’ memandang bahwa harta yang dikembangkan dengan jalan perjudian bukanlah termasuk hak milik Allah Swt.[7] Maysir juga didefinisikan dengan Impermissible games of chance. Pada beberapa literatur, istilah maisir disandingkan dengan qimar atau game of chance. Muhammad Ayyub menyatakan “maysir means wishing something valuable with ease and without paying an equivalent compensation (‘iwad) for it or whitout working for it, or without undertaking any liability against it, by way of game a chance. Qimar also means receipt of money, benefit or usufruct at the cost of others, having entitlement to that money or benefit by resorting to chance. Both words are applicable to games of chance”.[8]

Kata Maisir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja, biasanya juga disebut judi, istilah lain yang digunakan dalam Al-Quran adalah kata azlam yang berarti praktek perjudian. Secara istilah, Maisir adalah setiap Muamalah yang orang masuk kedalamnya dan dia mungkin rugi dan mungkin beruntung, kalimat “mungkin rugi dan mungkin untung” juga ada dalam Muamalat jual beli sebab orang yang berdagang mungkin untung mungkin rugi.[9] Maisir merupakan sesuatu yang mengandung unsur judi yaitu melakukan tindakan tertentu untuk mengambil keputusan secara gambling tanpa disertai dengan data yang mendukung.[10]

Prinsip berjudi adalah terlarang baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali, tetapi mengharapkan keuntungan semata (misalnya hanya mencoba-coba) di samping sebagian orang-orang yang terlibat melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan dengan melakukan pemotongan dan bertaruh benar-benar masuk dalam kategori definisi berjudi.

a.       Dasar Hukum Maisir

Surat Al-Maidah ayat 90

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.[11]

Surat Al-Baqarah ayat 219

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ

 

Artinya: Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan.[12]

 

Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis KUHP sebagai dasar pengaturan larangan perjudian menurut sistem hukum pidana di Indonesia, dalam perkembangannya mengalami perubahan berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 6 November 1974. Beberapa bahan pertimbangan dari Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban perjudian tampak pada konsiderans “menimbang”, sebagai berikut :

1)      Bahwa perjudian pada hakikatnya bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara;

2)      Bahwa oleh karena itu perlu diadakan usaha-usaha untuk menertibkan perjudian, membatasinya sampai lingkungan sekecil-kecilnya, untuk akhirnya menuju ke penghapusannya sama sekali dari seluruh wilayah Indonesia;

3)   Bahwa ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi tanggal 7 Maret 1912 (Staatsblad Tahun 1972 Nomor 230) sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonansi Tanggal 31 Oktober 1935 (Staatsblaad Tahun 1935 No. 526), telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan);

4)      Bahwa berdasarkan pertimbanganpertimbangan di atas perlu disusun Undang-Undang tentang Penertiban Perjudian.[13]

3.      Pengertian Gharar

Kata gharar berarti hayalan atau penipuan, tetapi juga berarti risiko dalam keuangan biasanya diterjemahkan tidak menentu, spekulasi atau risiko. Keuntungan yang terjadi disebabkan kesempatan dengan penyebab tak dapat ditentukan adalah dilarang, Karena mengandung risiko yang terlampau besar dan tidak pasti.[14] Gharar dalam bahasa arab berarti al-khathr, pertaruhan, majhul al-aqidah, kesamaran hasilnya. Gharar juga bisa disebut al-mukhatharah; (pertaruhan) dan al-jahalah (kesamaramn). Jadi gharar adalah hal yang mendatangkan kerugian pada transaksi.

a.       Dasar Hukum Gharar

Surat An-Nisa ayat 29

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.

B. Macam-Macam Riba, Maisir dan Gharar

1.      Macam-Macam Riba[15]

a)      Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kualitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contoh: tukar-menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.

b)      Riba Yadd, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya: orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.

c)    Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh: ‘Aisyah meminja cincin 10 gram pada Amina. Oleh Amina disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apabila terlambat 1 tahun maka, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.

d)    Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami atau yang memberi hutang. Contoh: Muhammad meminjam uang sebesar Rp 25.000 kepada kepada Ali. Ali mengharuskan dan mensyaratkan agar Muhammad mengembalikan hutangnya kepada Ali sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000.

 

2.    Macam-Macam Maisir[16]

a)    al-mukhatharah adalah perjudian dilakukan antara dua orang laki-laki atau lebih yang menempatkan harta dan isteri mereka masing-masing sebagai taruhan dalam suatu permainan. Orang yang berhasil memenangkan permainan itu berhak mengambil harta dan isteri dari pihak yang kalah. Harta dan isteri yang sudah menjadi milik pemenang itu dapat diperlakukannya sekehendak hati. Jika dia menyukai kecantikan perempuan itu, dia akan mengawininya, namun jika ia tidak menyukainya, perempuan itu dijadikannya sebagai budak atau gundik. Bentuk ini seperti disebutkan oleh al-Jashshash, diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas.

 

b)         al-tajziah adalah perjudian yang dilakukan 10 orang laki-laki dengan menggunakan kartu yang terbuat dari potongan-potongan kayu (karena pada waktu itu belum ada kertas). Kartu yang disebut al-azlam itu berjumlah 10 buah, yaitu al-faz berisi satu bagian, al-taw’am berisi dua bagian, al-raqib tiga bagian, al-halis empat bagian, al-nafis lima bagian, al-musbil enam bagian, dan al-mu’alif tujuh bagian, yang merupakan bagian terbanyak.

 

3.         Macam-Macam Gharar[17]

a)      Jual-beli barang yang belum ada (Ma’dum), seperti seperti jual-beli habal al-habalah (janin dari hewan ternak).

b)      Jual-beli barang yang tidak jelas (majhu) baik yang mutlak, seperti pernyataan seseorang: “saya menjual barang dengan harga seribu rupiah,” tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang: “aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas, seperti ucapan seseorang: “aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui

c)    Jual-beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Seperti jual-beli budak yang kabur, atau jual-beli mobil yang dicuri. Ketidakjelasan ini juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual-belinya

C. Pendapat Ulama Fiqih Tentang ‘illat Riba

1.         Menurut Mazhab Hanafi

‘Illat riba fadzl menurut ulama’ Hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau ditimbang serta barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandum, syair, kurma, garam dan anggur kering. Dengan kata lain jika barang-barang yang sejenis dari barang-barang yang telah disebut di atas, seperti gandum dengan gandum ditimbang untuk diperjualbelikan dan terdapat tambahan dari salah satunya, terjadilah riba fadhl. Adapun jual beli selain barang-barang yang di timbang. Seperti hewan, kayu dan lain-lain tidak dikatakan riba meskipun ada tambahan dari salah satunya, seperti menjual satu kambing dengan dua kambing sebab tidak termasuk barang yang bias ditimbang. Ukuran riba fadhl pada makanan adalah setengah sha’, sebab menurut golongan ini, itulah yang ditetapkan syara’. Oleh karena itu, di bolehkan tambahan jika kurang dari setengah sha’. Illat riba nasi’ah adalah adanya salah satu dari dua sifat yang ada pada riba fadhl dan pembayaranya diakhirkan. Riba jenis ini telah biasa dikerjakan oleh orang jahiliyah, seperti seorang membeli dua kilogram beras pada bulan januari dan akan dibayar dengan dua setengah kilogram beras pada bulan februari. Contoh lain dari riba nasi’ah yang berlaku secara umum sekarang adalah bunga bank.

2.    Madzab Malikiyah

Illat diharamkanya riba menurut ulama’ Malikiyah pada emas dan perak adalah harga, sedangkan mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat dalam hubunganya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl. Illat diharamkanya riba nasi’ah dalam makanan adalah sekadar makanan saja (makanan selain untuk mengobati), baik karena pada makanan tersebut terdapat unsur penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan lama atau tidak ada kedua unsur tersebut. Illat diharamkanya riba fadhl pada makanan adalah makanan tersebut dipandang sebagai makanan pokok dan kuat disimpan lama. Alasan ulama Malikiyah menetapkan illat di atas antara lain, apabila riba dipahami agar tidak terjadi penipuan di antara manusia dan dapat saling menjaga, makanan tersebut haruslah dari makanan yang menjadi pokok kehidupan manusia, yakni makanan pokok, seperti gandum, padi, jagung dan lain-lain.

D. Memahami Hikmah Larangan Riba, Maisir, dan Gharar

1.      Hikmah Larangannya Riba[18]

a)      Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu maupun masyarakat.

b)      Keharaman riba dapat membuat jiwa manusia suci dari sifat tamak dan serakah. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tinggi.

c)      Masyarakat menengah dan bawah tidak merasa dirugikan atau menderita untuk melakukan pinjaman dana kepada badan usaha syariah atau perorangan yang tidak menjalankan riba.

d)      Adanya terjalin kongsi dagang yang transparan dalam transaksi tanpa merugikan salah satu pihak.

e)      Membangun sistem syariah dalam kegiatan ekonomi masyarakat tanpa khawatir melanggar aturan-aturan Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis.

 

2.      Hikmah Larangan Maisir[19]

a)         Melatih Tanggung Jawab

Maksudnya, seseorang akan dapat Istiqamah menjalankan tanggung jawab yang diemban dalam kaitannya dengan Allah ataupun sesama manusia.

b)         Melatih Sabar

Menjauhi perjudian juga akan melatih seseorang untuk bersabar dan tenang dalam menghadapi berbagai tipuan dunia. Dan melatih kesabaran seseorang dalam mencari rezeki dari jalan yang halal dan berkah.

c)         Lebih Bisa Fokus Lagi Kepada Allah

Menjauhi judi sama saja menjauhi dosa dan larangan Allah. Adapun salah satu hikmahnya adalah dapat memantapkan hati dan khusyuk dalam berzikir dan beribadah kepada Allah SWT.

d)         Menjauhkan Keluarga dari Persengketaan

Hikmah kedelapan adalah bangunan kehidupan keluarga yang menjadi tanggungjawabnya akan menjadi kokoh dan mandiri karena jauh dari masalah-masalah persengketaan.

e)         Menumbuhkan Kedamaian dan Kebahagiaan

Hikmah terakhir adalah menumbuhkan kebahagiaan dan perdamaian. Sebab, meninggalkan perbuatan judi dapat meningkatkan kepemilikan harta benda dan menjaga harga diri seseorang.

 

3.      Hikmah Larangan Gharar

Diantara hikmah larangan jual beli ini adalah karena Nampak adanya pertaruhan dan menimbulkan sikap permusuhan pada orang yang dirugikan. Yakni bisa menimbulkan kerugian yang besar kepada pihak lain. Larangan ini juga mengandung maksud untuk menjaga harta agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada orang akibat jenis jual beli ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

 PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

1.      Riba Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya tambahan. Sedangkan menurut terminologi adalah kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad .
Dalam pengertian lain secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.  Dapat dikatakan bahwa riba sepadan dengan jual beli namun jika dianalisis lebih mendalam maka dapat ditemukan perbedaan bahwa dalam praktik jual beli harga yang dihasilkan sepadan anatara si pembeli dan sipenjual serta adanya kesepakatan Bersama.

Macam-macam riba :

1.      Riba fadl

2.      Riba yadd

3.      Riba nasi’ah

4.      Riba qord

Pendapat ulama fiqh tentang ‘illat riba menurut MMazhaf Hanafi
Illat riba fadzl menurut ulama’ Hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau ditimbang serta barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandum, syair, kurma, garam dan anggur kering. Sedangkan menurut Madzhab Malikiyah Illat diharamkanya riba menurut ulama’ Malikiyah pada emas dan perak adalah harga, sedangkan mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat dalam hubunganya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl. Illat diharamkanya riba nasi’ah dalam makanan adalah sekadar makanan saja , baik karena pada makanan tersebut terdapat unsur penguat dan kuat disimpan lama atau tidak ada kedua unsur tersebut.
Hikmah larangan riba Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik bagi manusia tetapi hanya mengharamkan yang dapat membawa kerusakan yang mana membuat jiwa manusia yang suci terhindar dari sifat tamak dan serakah.

2.      Maysir artinya sesuatu yang mengandung unsur judi. Pada beberapa literatur, istilah maysir disandingkan dengan qimar atau game of chance. Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja, biasanya juga disebut judi, istilah lain yang digunakan dalam Al-Quran adalah kata azlam yang berarti praktek perjudian. Maysir merupakan sesuatu yang mengandung unsur judi yaitu melakukan tindakan tertentu untuk mengambil keputusan secara gambling tanpa disertai dengan data yang mendukung.

Macam-macam maisir

a.       al-mukhatharah

b.      Al tajhiah

Hikamah maisir melatih tanggung jawab serta melatih kesabaran dalam menghadapi berbagai tipuan dunia agar lebih fokus kepada Allah SWT.

 

3.      Kata Gharar berarti hayalan atau penipuan, tetapi juga berarti risiko dalam keuangan biasanya diterjemahkan tidak menentu, spekulasi atau risiko. Keuntungan yang terjadi disebabkan kesempatan dengan penyebab tak dapat ditentukan adalah dilarang, Karena mengandung risiko yang terlampau besar dan tidak pasti.

Macam-Macam Gharar

a.       Jual beli barang yang belum ada (ma’dum)

b.      Jual beli barang yang tidak jelas (majhu)

c.       Jual beli barang yang tidak mampu diserah terimakan

Hikmah larangan gharar yakni bisa menimbulkan kerugian yang besar kepada pihak lain. Larangan ini juga mengandung maksud untuk menjaga harta agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada orang akibat jenis jual beli ini.

 

B.     Saran

Dengan kita mengetahui pengertian maysir dan gharar dalam islam. Penulis mengharapkan agar pembaca dapat memahami tentang maysir dan gharar terutama dalam kegiatan sehari-hari yaitu bisnis atau  usaha

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdul, Azam dan Muhammad, Aziz, Fiqh Muamalat System Transaksi Dalam Islam, cetakan 3 (Jakarta: Amzah, 2017)

Abu Syuja, “Hikmah Menghindari Judi Menurut Islam,” Abu Syuja, https://www.abusyuja.com/2020/12/10-hikmah-menghindari-judi-menurut-islam.html?m=1#:~:text=Menjauhi%20perjudian%20juga%20akan%20melatih,jalan%20yang%20halal%20dan%20berkah. Diakses 25 September 2022 Pukul 14:17.

Ansori, ‘済無No Title No Title No Title’, Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 3.April (2015), 49–58

Arif, Muhammad, ‘Riba, Gharar Dan Maisir Dalam Ekonomi Islam’, Repositry: UIN Alauddin Makassar, 2019

Danang Ribut Wahyudi, “Hikmah Diharamkanya Riba,” Kumparan.com, 15 Januari 2020, https://kumparan.com/danangributwahyudi/hikmah-diharamkannya-riba-1xJEYTP4FQL. Diakses 25 september 2022 pukul 14:07.

García Reyes, Luis Enrique, ‘Judi’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99

Hamzah Muchtar, Evan, ‘Muamalah Terlarang: Maysir Dan Gharar’, Jurnal Asy-Syukriyyah, 18 (2017), 86–95

Kementerian Republik Indonesia Terjemah Al-Qur'an

Said, Rukman Abdul Rahman, ‘Konsep Al-Qur’an Tentang Riba’, Jurnal Al-Asas, 5.3 (2020), 1–15 <http://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/alasas/article/view/1649>

Sjahdeini, sutan remy, Perbankan Syariah : Produk Produk Dan Aspek-Aspek Hukumnya, edisi 1 ce (Jakarta: Kencana, 2015)

Suwiknyo, Dwi, Kamus Lengkap Ekonomi Islam, Cetakan 1 (Yogyakarta: Total Media, 2009)

———, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, cetakan 1 (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2010)

Syaikhu, Ariyadi, and Norwili, Fikih Muamalah Memahami Konsep Dan Dialektika Kontemporer, K-Media, 1981, liii

 



[1] Muhammad Arif, ‘Riba, Gharar Dan Maisir Dalam Ekonomi Islam’, Repositry: UIN Alauddin Makassar, 2019. Hal 3

[2] Syaikhu, Ariyadi, and Norwili, Fikih Muamalah Memahami Konsep Dan Dialektika Kontemporer, K-Media, 1981, liii. Hal 76

[3] Ibid. Hal 3

[4] Rukman Abdul Rahman Said, ‘Konsep Al-Qur’an Tentang Riba’, Jurnal Al-Asas, 5.3 (2020), 1–15 <http://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/alasas/article/view/1649>. Hal 3-4.

[5] Kementerian Republik Indonesia Terjemahan Al-Quran

[6] Kementerian Republik Indonesia Terjemahan Al-Quran

[7] Dwi Suwiknyo, Kamus Lengkap Ekonomi Islam, Cetakan 1 (Yogyakarta: Total Media, 2009). Hal 163

[8] Evan Hamzah Muchtar, ‘Muamalah Terlarang: Maysir Dan Gharar’, Jurnal Asy-Syukriyyah, 18 (2017), 86–95.

[9] Ibid hal 109-110

[10] Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, cetakan 1 (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2010). Hal 21

[11] Kementerian Republik Indonesia Terjemahan Al-Quran

[12] Kementerian Republik Indonesia Terjemahan Al-Quran

[13] Ansori, ‘済無No Title No Title No Title’, Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 3.April (2015), 49–58.

[14]Ibid Hal 90

[15] Aziz Abdul, Azam dan Muhammad, Fiqh Muamalat System Transaksi Dalam Islam, cetakan 3 (Jakarta: Amzah, 2017).

[16] Luis Enrique García Reyes, ‘Judi’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99.

[17] sutan remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk Produk Dan Aspek-Aspek Hukumnya, edisi 1 ce (Jakarta: Kencana, 2015).

[18] Danang Ribut Wahyudi, “Hikmah Diharamkanya Riba,” Kumparan.com, 15 Januari 2020, https://kumparan.com/danangributwahyudi/hikmah-diharamkannya-riba-1xJEYTP4FQL. Diakses 25 september 2022 pukul 14:07.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Fiqih Muamalah || RIBA, MAISIR, dan GHARAR"

Posting Komentar