Fiqih Mualamalah || Tinjauan Umum Tentang Fiqih Muamalah
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kepada Allah SWT. Berkat karunia-Nya, Makalah perkuliahan Fiqih Muamalah ini
bisa hadir sebagai makalah perkuliahan.Makalah perkuliahan ini disusun sebagai
salah satu sarana pembelajaran pada mata kuliah Fiqih Muamalah. Akhirnya,
penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
turut membantu dan berpartisipasi demi tersusunnya Makalah perkuliahan Fiqih
Muamalah.
Penulis
menyadari bahwa Makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun bagi pembaca, semoga makalah ini bermanfaat.
Bandar
Lampung, Sept 2022
Penulis
B. Ruang Lingkup dan Pembagian Fiqih
Mu’amalah
C. Hubungan Fiqih Muamalah Dengan Fiqih
Lainnya
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama rahmatal
lil alamin yang mengatur hubungan antara sang khaliq dengan makhluk dalam
bentuk ‘ibadah, Islam pun datang dengan mengatur hubungan antar sesama makhluk,
seperti muamalah atau jual beli, nikah, warisan, dan lainnya agar manusia hidup
bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang. Manusia sebagai
makhluk individu yang memiliki berbagai
keperluan hidup, telah disedaikan oleh Allah swt beragam benda yang dapat
memenuhi kebutuhannya.Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang beragam tersebut
tidak mungkin diproduksi sendiri oleh individu yang bersangkutan, dengan kata
lain dia harus bekerja sama dengan orang lain, manusia dijadikan Allah swt
sebagai makhluk sosial yang tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat,
membutuhkan antara satu dengan yang lain, sehingga terjadi interaksi dan kontak
sesama manusia lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan manusia
berusaha mencari karunia Allah swt yang ada di muka bumi ini sebagai sumber ekonomi,
interaksi manusia dengan segala tujuannya tersebut diatur dalam Islam dalam
bentuk ilmu yang disebut fiqih muamalah, berbeda dengan fiqih lain seperti
fiqih ibadah, fiqih muamalah lebih bersifat fleksibel.1 Dalam muamalah, Islam
juga memberikan aturan hukum yang dapat dijadikan sebagai pedoman baik yang
terdapat dalam al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah.[1]
1. Pengertian Fiqih Muamalah
2. Ruang Lingkup Fiqih
Muamalah
3. Hubungan Fiqih
Muamalah Dengan Fiqih Lainnya
C.
Tujuan Penulisan
1. Memahami dan
Menjelaskan Pengertian Fiqih Muammalah
2. Mengetahui Ruang
Lingkup Fiqih Muamalah
3. Menjabarkan
Perbedaaan Hubungan Fiqih Muamalah Dengan Fiqih Lainnya
BAB II
PEMBAHASAN
Fiqih muamalah berasal dari kata ‘amala yu’amili
mu’amalatan yang berarti saling bertindak, saling berbuat, saling beramal.
Dalam istilah bermakna hasil ijtihad seseorang atau sekelompok orang tentang
hukum bagi berbagai macam transaki/kegiatan manusia yang dilakukan sesuai
dengan ajaran Islam. Salah satu kajian dalam fiqih muamalah adalah Ekonomi.
Secara umum pengertian ekonomi adalah salah satu ilmu sosial yang mempelajari
aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi
terhadap barang dan jasa. Dalam perkembangan terakhir ini fiqih muamalah
mengenalkan tentang adanya modal sosial. Modal sosial dapat didefinisikan
sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimilki bersama diantara para
anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama
diantara mereka (Francis Fukuyama, 2002: xii). Kapital sosial berhubungan
dengan nilai kolektif dalam sebuah jaringan sosial yang tumbuh-kembang sebagai
implikasi dari hubungan-hubungan timbal balik yang terjadi didalamnya. Tiga
unsur utama dalam modal sosial adalah: [2]
a) Trust (kepercayaan), Trust (kepercayaan) dapat mendorong seseorang untuk
bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun tindakan
bersama yang produktif. Trust merupakan produk dari norma-norma sosial kooperation
yang sangat penting yang kemudian menunculkan modal sosial.
b) Reciprocal (timbal balik), Unsur
penting kedua dari modal sosial adalah reciprocal (timbal balik), dapat
dijumpai dalam bentuk memberi, saling menerima dan saling membantu yang dapat muncul
dari interaksi sosial (Soetomo, 2006: 87).
c) Interaksi sosial. Dalam fiqih
muamalah begitu juga dalam ekonomi, social capital atau modal sosial juga
berperan penting karena dalam menjalankan sebuah instutsi hal ini merupakan
modal yang bepengaruh terhadap keberhasilan sebuah usaha atau kegiatan
organisasi, tanpa adanya modal sosial memungkinkan kerjasama diantara suatu kelompok atau
masyarakat sosial di dalam sebuah lembaga/perusahaan akan menjadi kendala
tersendiri.
Pembagian Mu’amalah Menurut Ibn Abidin, fiqih
muamalah dalam arti luas dibagi menjadi lima bagian :
a)
Muawadhah Maliyah (Hukum Perbendaan)
b)
Munakahat (Hukum Perkawinan)
c)
Muhasanat (Hukum Acara)
d)
Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
e)
Tirkah (Hukum Peninggalan[3]
B.
Ruang
Lingkup dan Pembagian Fiqih Mu’amalah
Secara
garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah
manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturanperaturan yang
berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam
kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan
manusia dengan manusia lainnya. Secara terperinci ruang lingkup dan pembagian
fiqih muamalah ini meliputi
1.
Al-mu’amalah Al-madiyah,
yaitu muamalah yang mengkaji objek
muamalah (bendanya). Dengan kata lain, almuamalah al-madiyah adalah aturan yang
ditetapkan syara’ terkait dengan objek benda.Dimaksudkan dengan aturan ini,
bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya kebendaan, seperti jual-beli
(al-bai’), tidak saja ditujukan untuk mendapatkan keuntungan (profit) semata,
akan tetapi juga bagaimana dalam aturan mainnya harus memenuhi aturan jual-beli
yang ditetapkan syara’. Yang termasuk kedalam kategori muamalah ini adalah :[4]
a.
Al Ba'i (Jual Beli)
b. Syirkah
(perkongsian)
c. Al
Mudharabah (Kerjasama)
d. Rahn
(gadai)
e. Kafalah
dan dhaman (jaminan dan tanggungan)
f. Utang
Piutang
g. Sewa
menyewa
h. Hiwalah
(Pemindahan Utang)
i. Sewa
Menyewa (Ijarah)
j. Upah
k. Syuf'ah
(gugatan)
l. Qiradh (memberi
modal)
m. Ji'alah
(sayembara)
n. Ariyah
(pinjam meminjam
o. Wadi'ah
(titipan)
p. Musaraqah
q. Muzara'ah
dan mukhabarah
r. Pinjam
meminjam
s. Riba
t. Dan
beberapa permasalahan kontemporer (asuransi, bank dll)
u. Ihyaulmawat
v. Wakalah
2.
Al-muamalah Al-Adabiyah
yaitu muamalah
yang mengkaji bagaimana cara tukar menukar benda. Dengan kata lain, al-muamalah
al-adabiyah adalahaturan-aturan syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia
dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari segi subjeknya, yaitu
mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana seseorang dalam melakukan
akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela sama rela (‘an taradlin minkum) atau
terpaksa, ada unsur dusta dan sebagainya. Pembagian atau pembedaan tersebut ada
pada dataran teoritis saja, karena dalam prakteknya antara keduanya tidak dapat
dipisahkan.[5]
Abdul
Wahab Khalaf merinci Fiqih muamalah ini sesuai dengan aspek dan tujuan
masing-masing. sebagai berikut : [6]
a. Hukum
Kekeluargaan (ahwal al-syakhsiyah) yaitu hokum yang berkaitan dengan urusan
keluarga dan pembentukannya yang bertujuan mengatur hubungan suami isteri dan
keluarga satu dengan lainnya. Ayat Al-Qur’an yang membahas tentang hal ini
terdapat 70 ayat
b. Hukum
Sipil (civic/al-ahkam al-madaniyah) yang mengatur hubungan individuindividu
serta bentuk-bentuk hubungannya seperti : jual beli, sewa-menyewa, utang
piutang, dan lain-lain, agar tercipta hubungan yang harmonis didalam
masyarakat. Ayat Al-Qur’an mengaturnya dalam 70 ayat.
c. Hukum
Pidana (al-ahkam al-jinaiyah) yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk
kejahatan atau pelanggaran dan ketentuan sanksi hukumannya. Tujuannya untuk
memelihara kehidupan manusia, harta, kehormatan, hak serta membatasi hubungan
pelaku perbuatan pidana dan masyarakat. Ketentuan ini diatur dalam 30 ayat
AlQur’an.
d. Hukum
Acara (al-ahkam al-murafaat) yaitu hukum yang mengatur tata cara mempertahankan
hak, dan atau memutuskan siapa yang terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan
hukum. Hukum ini mengatur cara beracara dilembaga peradilan, tujuannya untuk
mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Ayat Al-Qur’an yang mengatur masalah ini
ada 13 ayat.
e. Hukum
Ketatanegaraan (al-ahkam al-dusturiyah) berkenaan dengan sistem hukum yang
bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) dengan yang dikuasai
atau rakyatnya, hak-hak dan kewajiban individu dan masyarakat yang diatur dalam
10 ayat Al-Qur’an.
f. Hukum
Internasional (al-ahkam al-duwaliyah) mengatur hubungan antar negara Islam
dengan negara lainnya dan hubungan warga muslim dengan nonmuslim, baik dalam
masa damai, atau dalam masa perang. Al-Qur’an mengaturnya dalam 25 ayat.
g. Hukum
Ekonomi (al-ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah). Hukum ini mengatur hak-hak
seorang pekerja dan orang yang mempekerjakannya, dan mengatur sumber keuangan
negara dan pendistribusiannya bagi kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Diatur
dalam Al-Qur’an sebanyak 10 ayat.
C.
Hubungan Fiqih
Muamalah Dengan Fiqih Lainnya
Fiqih merupakan rincian dari
apa yang dikehendaki Allah untuk dilakukan oleh hamba-Nya yang menduduki fungsi
sebagai khalifah diatas bumi. Fiqih secara garis besar memuat dua pokok.
Pertama, tentang apa yang harus dilakukan seorang hamba dalam hubungannya
dengan Allah penciptanya (fiqih ibadah). Kedua, tentang apa yang harus
dilakukan oleh seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama manusiadan lingkungannya
atau ibadah sosial, dimana hubungan sesamamanusia ini disebut dengan fiqih
muamalat (muamalat berarti pergaulan baik sesama manusia) dalamartianumum.22
Dalam arti luas, Ad-Dimyati mendefinisikan muamalah sebagai aktivitas untuk
menghasilkanduniawi yang menyebabkan keberhasilanmasalah ukhrawi. Sedangkan
Yusuf Musa mendefinisikan muamalah sebagai peraturan-peraturan Allah yang
diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan
manusia. Dari dua pengertian tokoh tersebut, maka dapat diketahui bahwa fiqih
muamalah adalahaturan-aturan (hukum)AllahSWTyang ditunjukanuntukmengatur
kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan-urusan yang berkaitan
dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan.[7]
1. Fiqih Muamalat
Jika pada pembahasan sebelumnya muamalat diartikan sebagai
hubungan antar sesama manusia (dalam arti luas), maka muamalat pada bagian ini
diartikan sebagai muamalat dalam arti sempit. Menurut Hundhari Beik, muamalat
adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat. Sedangkan
menurut Idris Ahmad, muamalat adalah aturan Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan
jasmaninya dengan cara yang paling baik.Bentuk muamalat tersebut seperti jual-beli,
sewa-menyewa dan serikat usaha. Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah, wa
Al-Adabiyah,membagi fiqih muamalat menjadi dua bagian,yaitu sebagai berikut.
a. Al-Muamalah
Al-Madiyah, adalah muamalah yang mengkaji dari segi objeknya, yaitu benda.
Berupa benda yang halal, haram dan syubhat untuk dimiliki, diperjual-belikan,
diusahakan, benda yang menimbulkan kemudharatandanmendatangkankemaslahatanbagimanusiadanlain-lain.
b. Al-Muamalah
Al-Adabiyah, adalah muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda
yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-unsur penegakannya adalah
hak dan kewajiban,sepertijujur,hasud,iri, dendam dan lain-lain. Dengan demikian,
Al-Adabiyah antara lain berkisar dalam keridhaan dari kedua belah pihak yang
melangsungkan akad, ijab kabul,dustadanlain-lain.[8]
Istilah munakahat yang digunakan dalam sistematika
hukum Islam oleh Abu Hanifah (madzhab Hanafi) sebenarnya merupakan hukum
keluarga dan secara umum kegiatan yang terjadi didalam hukum keluarga yang
tingkah lakunya dibatasi oleh ketentuan-ketentuan. Dalam Islam,
ketentuan-ketentuan hukum keluarga mengatur mengenai pembentukan keluarga dan
berakhir sampai adanya pemindahan hak milik karena putus hubungan hukum antara
suami dan isteri. Proses kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang
yang memenuhi ketentuan-ketentuan hukumnya dengan membatasi kegiatan dan tingkah
laku tersebut.Perkawinan dibangun dalam proses kegiatan yang terus-menerus
berlangsung seumur hidup dengan menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Maka dari itu, perlu terdapat syarat-syarat dan
rukun-rukun perkawinan yang harus disetujui oleh kedua belah pihak. Syarat
perkawinan itu sendiri adalah segala sesuatu yang telah ditentukan dalam hukum
Islam sebagai norma untuk menetapkan sahnya perkawinan sebelum dilangsungkan.
Selain membahas perkawinan, munakahat juga membahas mengenai putusnya
perkawinan atauperceraian. Pada dasarnya, Islam menghendaki setiap perkawinan
itu berlangsung selama-lamanya, sehingga merupakan pasangan suami-isteri yang
dapat bersama-sama mengatur rumah tangga dan mendidik anak-anaknya dengan baik.
Tetapi meskipun Islam menghendaki suatu kelanggengan hidup, hidup berumah
tangga tidak menutup kemungkinan nyata bahwa kehidupan manusia itu tidak
langgeng dan ada kalanya menemui suatu kegagalan. Oleh karena itu, Islam masih
memberikan kesempatan dan mengizinkan pembubaran perkawinan, kecuali salah satu
pihak meninggal dunia atau alasan-alasan yang dapat dibenarkan. Pembubaran
(putusnya) perkawinan dengan sebab-sebab yang dapat dibenarkan itu dapat
terjadi dalamduaperistiwa,yaitusebagaiberikut.
1) Kematian salah satu
pihak.
2) Putus akibat perceraian
karena adanya:
a) Khuluk,yaitu
perceraianatasinisiatifisteri agarsuami maumenceraikan
denganbaik-baikdanmendapatgantirugiatautebusan(iwadl).
b) Fasakh, yaitu
putusnya perkawinan atas keputusan hakim pengadilan agama, karena dinilai
perkawinan itu tidak memenuhi syarat-syarat atau rukun-rukunnyabaikdisengajaataupuntidak.
c) Syiqoq, yaitu
konflik antara suami-isteri yang tidak dapat didamaikan lagi.
d) Melanggar
talak-taklik, yaitu pelanggaran janji yang telah diucapkan sesaatsetelahakadnikah.[9]
Hukum waris adalah ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur tentang nasib kekayaan seseorang setelah meninggal dunia. Sedangkan
menurut arti katanya, ‘waris’berasal dari bahasaArab ‘warotsa’yang artinya
memindahkan hak milik dari seseorang kepada orang lain setelah pemiliknya
meninggal dunia. Sedangkan harta warisannya disebut dengan pusaka. Dilihat dari
rumusan-rumusan ini menunjukan adanya unsur-unsur subyek hukum dan obyek hukum
dalam suatu pewarisan yang diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum
tertentu.Timbulnya subyek danobyek hukum dalam pewarisan itu jika terjadi peristiwa
kematian. Yang
disebut dengan subyek hukum dalam pewarisan adalah sebagai berikut:[10]
a. Pewaris, adalah
orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaannya dalam keadaan bersih.
b. Ahli waris, adalah
orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan seorang pewaris. Orang
yang berhak menerima bagian dari harta warisan itu merupakan keturunan terdekat
dari pewaris atau yang ditentukan oleh hukum dan tidak termasuk yang kehilangan
hak warisnya. Selain itu, hak menerima warisan juga dapat diberikan kepada orang
lain dengan empat sebab,yaitu:
1) Hubungan darah
(nasab), yaitu keluarga terdekat dan masih mempunyai kesatuan dalam darah
secara turun-temurun dari laki-laki maupun perempuan.
2) Perkawinan yang sah
menurut Islam.
3) Pemberi kemerdekaan
kepada hamba (budak belian).
4) HubungankesamaanagamaIslam.
1. Penggolongan ahli
waris yang diutamakan secara berurutan dan lazim digunakan serta diberikan oleh
ahli sunah dengan dasar-dasar hukum Al-Qur’an dan Hadits, menggolongkan hak-hak
waris dari para ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu dan atau menghabiskan
sisa,terdiri sebagai berikut.Dzawil Furudh, ialah ahli waris yang memperoleh
bagian harta warisan tertentu dan dalam keadaan tertentu. Bagian tertentu
dimaksudkan bahwa bagian (porsi) yang diterima oleh ahli waris ini telah
ditentukan Allah dalam Al-Qur’an dan wajib diserahkan atau diterimakan
sebagaihakyang dapat dimilikinya. Dan yang dimaksud dengan dalam keadaan
tertentu ialah ahli waris itu masih hidup saat pewaris meniggal dunia, maka
dirinya akan memperoleh bagian dari harta warisan setelah harta peninggalannya
dikurangi hak-hak yang didahulukan dan tidak ada penghalang dari ahli waris
lainnya.
2. Asabah, yaitu ahli
waris yang berhak menghabiskan harta warisan setelah dikurangi hak-hak yang
didahulukan jika tidak ada dzawil furudh jika masih ada sisa atau tidak memperoleh
bagian dari dzawilfurudh yang tidak ada sisa.
3. Dzawil Arham, yaitu
ahli waris dalam hubungannya nasab (keluarga sedarah) yang tidak termasuk dzawilfurudhatauasabah.
Hukum Islam mengenai suatu jenis hukum yang
membatasi tingkah laku manusia agar berbuat yang lazim, kita kenal sehari-hari
dengan sebutan hukum pidana. Sedangkan istilah dalam hukum Islamnya disebut
dengan Jinayat. Secara etimologi, kata Jinayat berarti memetik, memotong,
mengambil dan atau memungut. Sedangkan menurut agama, kata Jinayat berarti
pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dalam mengambil
hak Allah, hak sesama manusia dan hak makhluk lainnya, yang atas perbuatannya
dikehendaki adanya pembalasan seimbang dunia dan akhirat dengan mendapat
hukuman berat dari Allah.[11]Dengan
adanya sanksi ini,makajinayat sebagai hukumsanksidapatdibagi menjadi dua kitab,
yaitu kitab jinayat dan kitab hudud. Dalam kitab jinayat, yang dimaksud dengan
perbuatan mengambil hak Allah, adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang dengan mengingkari segala kewajiban atas perintah
Allah. Perbuatan tersebut berupa menghilangkan nyawa seseorang atas kehendaknya
atau yang sering dikenal dengan pembunuhan. Jika terjadi peristiwa hukum
pembunuhan, maka pelakunya dikenakan sanksi hukuman dan sanksi yang dilakukan
Allah dalam memberikan balasan yang setimpal dengan perbuatannya berupa hukuman
berat didunia dan dimasukan kedalamneraka. Sedangkan dalam kitab hudud, ‘hudud’
diambil dari kata HAD yang menurut ucapannya berarti pagar, larangan, batas,
tapal atau dinding. Didalam fiqih Islam disebutkan bahwa kata hudud berarti
hukuman-hukuman tertentu yang diwajibkan bagi orang menjalankannya jika melanggar
larangan-larangan tertentu.
a. Untuk mengatur
kehidupan damai antara sesama individu selain hukum material, maka dalam
mempertahankan keutuhannya juga berlaku hukum formal. Hukum formal ini
merupakan realisasi penyelesai atas pelanggaran ketentuan-ketentuan hukum
material didalam lingkup kehidupan masyarakat. Maksudnya adalah apabila terjadi
perselisihan pendapat atau aturan penyelesaian yang dirasa kurang adil antara
para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan menurut tata cara hukum formal yang
berdiri dalam suatu wadah tertentu. Wujud pelaksanaan hukum formal inilah
sebagai satu wadah tersendiri atau dikenal dengan sebutan lembaga peradilan. Proses
penyelesaian perkara, suatu dakwa akan diterima oleh hakim jika menuntut hak
dan membela haknya dari orang lain dan hakim dalam memeriksa perkara itu mempertimbangkan
akan disidangkan terbuka atau tertutup.
b. Pembuktian,
meliputi pengakuan (ikrar), kesaksian (syahadat), sumpah (yamin),
penolakansumpah(nukul)dansumpahlimapuluhorang(dasamah).
c. Keputusan hakim,
dimana keputusan diambil dengan tidak bertentangan dengan hukumAllah.[12]
Jenis-jenis fiqih diatas telah mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia yang dasar-dasarnya
memang dapat ditemukan dalam firman Allah dalam Al-Qur’an atau penjelasannya
dalam hadits Nabi. Jenis tersebut telah mengalami perkembangan sehingga
melingkupi cabang-cabang hukum atau undang-undang yang berlaku dalam negara
modern, seperti fiqih dusturiyah (hukum tata negara), fiqih dauliyah (hukum
antar negara atau internasional) fiqih lingkungan, bahkan belakangan secara
khusus muncul fiqih al-mar-ah atau fiqih perempuan,yang khusus membicarakan perempuan.
BAB III
PENUTUP
Fiqih muamalah berasal dari
kata ‘amala yu’amili mu’amalatan yang berarti saling bertindak, saling berbuat,
saling beramal. Dalam istilah bermakna hasil ijtihad seseorang atau sekelompok
orang tentang hukum bagi berbagai macam transaki/kegiatan manusia yang
dilakukan sesuai dengan ajaran Islam.
Secara
garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah
manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturanperaturan yang
berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. pembagian
fiqih muamalah ini meliputi dua hal;
1.
Al-mu’amalah Al-madiyah,
2.
Al-muamalah Al-Adabiyah
Jenis-jenis fiqih diatas telah mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia yang dasar-dasarnya
memang dapat ditemukan dalam firman Allah dalam Al-Qur’an atau penjelasannya
dalam hadits Nabi. Jenis tersebut telah mengalami perkembangan sehingga melingkupi
cabang-cabang hukum atau undang-undang yang berlaku dalam negara modern,
seperti fiqih dusturiyah (hukum tata negara), fiqih dauliyah (hukum antar
negara atau internasional) fiqih lingkungan, bahkan belakangan secara khusus
muncul fiqih al-mar-ah atau fiqih perempuan,yang khusus membicarakan perempuan.
Fiqih
merupakan rincian dari apa yang dikehendaki Allah untuk dilakukan oleh
hamba-Nya yang menduduki fungsi sebagai khalifah diatas bumi. Fiqih secara
garis besar memuat dua pokok. Pertama, tentang apa yang harus dilakukan seorang
hamba dalam hubungannya dengan Allah penciptanya (fiqih ibadah). Kedua, tentang
apa yang harus dilakukan oleh seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama
manusiadan lingkungannya atau ibadah sosial, dimana hubungan sesamamanusia ini
disebut dengan fiqih muamalat (muamalat berarti pergaulan baik sesama manusia)
dalam artian umum.
Dalam arti luas, Ad-Dimyati mendefinisikan
muamalah sebagai aktivitas untuk menghasilkanduniawi yang menyebabkan
keberhasilanmasalah ukhrawi. Sedangkan Yusuf Musa mendefinisikan muamalah
sebagai peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. Dari dua pengertian tokoh
tersebut, maka dapat diketahui bahwa fiqih muamalah adalahaturan-aturan
(hukum)AllahSWTyang ditunjukanuntukmengatur kehidupan manusia dalam urusan
keduniaan atau urusan-urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari banyaknya kekurangan di
dalam penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta mAaf dan kami mengharapkan
kepada para pembaca, teman-teman dan bapak Dosen untuk memberikan krtitik dan
saran agar mekalah kami ini menjadi lebih baik di masa yang akan dating. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz, Fathul Aminudin, ‘Fiqih
Ibadah Versus Fiqih Muamalah’, El-Jizya : Jurnal Ekonomi Islam, 7.2
(2019), 237–54 <https://doi.org/10.24090/ej.v7i2.3454>
Fiqih, Serta Jenis-jenis, ‘Untuk Referensi
Lainnya, Kunjungi Https://Sgd.Academia.Edu/Lusiagustianti’, 2018.1168030091
Kalimantan, Universitas Islam, and Muhammad Arsyad
Al-banjary, ‘No Title’
Munib, Abdul, ‘HUKUM ISLAM DANMUAMALAH (Asas-Asas
Hukum Islam Dalam Bidang Muamalah)’, Al-Ulum : Jurnal Penelitian Dan
Pemikiran Ke Islaman, 5.1 (2018), 72–80
<https://doi.org/10.31102/alulum.5.1.2018.72-80>
Rachmat, Syafe’I, Fiqih Muamalah, Bandung:
Pustaka Setia, 2001
[1] Abdul Munib, ‘HUKUM ISLAM DANMUAMALAH (Asas-Asas Hukum
Islam Dalam Bidang Muamalah)’, Al-Ulum :
Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ke Islaman, 5.1 (2018), 72–80
<https://doi.org/10.31102/alulum.5.1.2018.72-80>.
[2] Fathul Aminudin Aziz, ‘Fiqih Ibadah Versus Fiqih
Muamalah’, El-Jizya : Jurnal Ekonomi
Islam, 7.2 (2019), 237–54 <https://doi.org/10.24090/ej.v7i2.3454>.
[3] Syafe’I Rachmat, Fiqih
Muamalah, Bandung: Pustaka Setia,
2001.
[4] Universitas Islam Kalimantan and Muhammad Arsyad
Al-banjary, ‘No Title’.
[5] Kalimantan and Al-banjary.
[6] Kalimantan and Al-banjary.
[7] Serta Jenis-jenis Fiqih, ‘Untuk Referensi Lainnya,
Kunjungi Https://Sgd.Academia.Edu/Lusiagustianti’, 2018.1168030091.
[8] Fiqih.
[9] Fiqih.
[10] Fiqih.
[11] Fiqih.
[12] Fiqih.
0 Response to "Fiqih Mualamalah || Tinjauan Umum Tentang Fiqih Muamalah"
Posting Komentar