Fiqih Mualamalah || Tinjauan Umum Tentang Fiqih Muamalah

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Berkat karunia-Nya, Makalah perkuliahan Fiqih Muamalah ini bisa hadir sebagai makalah perkuliahan.Makalah perkuliahan ini disusun sebagai salah satu sarana pembelajaran pada mata kuliah Fiqih Muamalah. Akhirnya, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut membantu dan berpartisipasi demi tersusunnya Makalah perkuliahan Fiqih Muamalah.

Penulis menyadari bahwa Makalah  ini  masih jauh  dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan  kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi pembaca, semoga makalah ini bermanfaat.

 

 

Bandar Lampung,    Sept 2022

Penulis

 

 

 

 

 

 

 


 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. ii

DAFTAR ISI. iii

BAB I PENDAHULUAN.. 1

A.   Latar Belakang. 1

B.    Rumusan Masalah. 2

BAB II PEMBAHASAN.. 3

A.   Fiqih Muamalah. 3

1.     Pengertian. 3

B.    Ruang Lingkup dan Pembagian Fiqih Mu’amalah. 4

C.   Hubungan Fiqih Muamalah Dengan Fiqih Lainnya. 7

1.     Fiqih Muamalat 7

2.     Fiqih Munakahat 8

3.     Fiqih Mawarits. 9

4.     Fiqih Jinayat 11

5.     Fiqih Aqdiyah. 11

6.     Fiqih Lainnya. 12

BAB III PENUTUP.. 13

A.   Kesimpulan. 13

B.    Saran. 14

DAFTAR PUSTAKA.. 15

 


BAB I
PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Islam adalah agama rahmatal lil alamin yang mengatur hubungan antara sang khaliq dengan makhluk dalam bentuk ‘ibadah, Islam pun datang dengan mengatur hubungan antar sesama makhluk, seperti muamalah atau jual beli, nikah, warisan, dan lainnya agar manusia hidup bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang. Manusia sebagai makhluk  individu yang memiliki berbagai keperluan hidup, telah disedaikan oleh Allah swt beragam benda yang dapat memenuhi kebutuhannya.Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang beragam tersebut tidak mungkin diproduksi sendiri oleh individu yang bersangkutan, dengan kata lain dia harus bekerja sama dengan orang lain, manusia dijadikan Allah swt sebagai makhluk sosial yang tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat, membutuhkan antara satu dengan yang lain, sehingga terjadi interaksi dan kontak sesama manusia lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan manusia berusaha mencari karunia Allah swt yang ada di muka bumi ini sebagai sumber ekonomi, interaksi manusia dengan segala tujuannya tersebut diatur dalam Islam dalam bentuk ilmu yang disebut fiqih muamalah, berbeda dengan fiqih lain seperti fiqih ibadah, fiqih muamalah lebih bersifat fleksibel.1 Dalam muamalah, Islam juga memberikan aturan hukum yang dapat dijadikan sebagai pedoman baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah.[1]

 

 

B.  Rumusan Masalah

1.    Pengertian Fiqih Muamalah

2.    Ruang Lingkup Fiqih Muamalah

3.    Hubungan Fiqih Muamalah Dengan Fiqih Lainnya

 

C.  Tujuan Penulisan

1.    Memahami dan Menjelaskan Pengertian Fiqih Muammalah

2.    Mengetahui Ruang Lingkup Fiqih Muamalah

3.    Menjabarkan Perbedaaan Hubungan Fiqih Muamalah Dengan Fiqih Lainnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

A.  Fiqih Muamalah

1.    Pengertian

Fiqih muamalah berasal dari kata ‘amala yu’amili mu’amalatan yang berarti saling bertindak, saling berbuat, saling beramal. Dalam istilah bermakna hasil ijtihad seseorang atau sekelompok orang tentang hukum bagi berbagai macam transaki/kegiatan manusia yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu kajian dalam fiqih muamalah adalah Ekonomi. Secara umum pengertian ekonomi adalah salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Dalam perkembangan terakhir ini fiqih muamalah mengenalkan tentang adanya modal sosial. Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimilki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama diantara mereka (Francis Fukuyama, 2002: xii). Kapital sosial berhubungan dengan nilai kolektif dalam sebuah jaringan sosial yang tumbuh-kembang sebagai implikasi dari hubungan-hubungan timbal balik yang terjadi didalamnya. Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah: [2]

a)    Trust (kepercayaan), Trust (kepercayaan) dapat mendorong seseorang untuk bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun tindakan bersama yang produktif. Trust merupakan produk dari norma-norma sosial kooperation yang sangat penting yang kemudian menunculkan modal sosial.

b)   Reciprocal (timbal balik),  Unsur penting kedua dari modal sosial adalah reciprocal (timbal balik), dapat dijumpai dalam bentuk memberi, saling menerima dan saling membantu yang dapat muncul dari interaksi sosial (Soetomo, 2006: 87).

c)    Interaksi sosial.  Dalam fiqih muamalah begitu juga dalam ekonomi, social capital atau modal sosial juga berperan penting karena dalam menjalankan sebuah instutsi hal ini merupakan modal yang bepengaruh terhadap keberhasilan sebuah usaha atau kegiatan organisasi, tanpa adanya modal sosial memungkinkan kerjasama diantara suatu kelompok atau masyarakat sosial di dalam sebuah lembaga/perusahaan akan menjadi kendala tersendiri.

Pembagian Mu’amalah Menurut Ibn Abidin, fiqih muamalah dalam arti luas dibagi menjadi lima bagian :

a)        Muawadhah Maliyah (Hukum Perbendaan)

b)        Munakahat (Hukum Perkawinan)

c)        Muhasanat (Hukum Acara)

d)        Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)

e)        Tirkah (Hukum Peninggalan[3]

 

B.  Ruang Lingkup dan Pembagian Fiqih Mu’amalah

Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturanperaturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Secara terperinci ruang lingkup dan pembagian fiqih muamalah ini meliputi

1.    Al-mu’amalah Al-madiyah,

yaitu muamalah yang mengkaji objek muamalah (bendanya). Dengan kata lain, almuamalah al-madiyah adalah aturan yang ditetapkan syara’ terkait dengan objek benda.Dimaksudkan dengan aturan ini, bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya kebendaan, seperti jual-beli (al-bai’), tidak saja ditujukan untuk mendapatkan keuntungan (profit) semata, akan tetapi juga bagaimana dalam aturan mainnya harus memenuhi aturan jual-beli yang ditetapkan syara’. Yang termasuk kedalam kategori muamalah ini adalah :[4]

a.    Al Ba'i (Jual Beli)

b.    Syirkah (perkongsian)

c.    Al Mudharabah (Kerjasama)

d.    Rahn (gadai)

e.    Kafalah dan dhaman (jaminan dan tanggungan)

f.     Utang Piutang

g.    Sewa menyewa

h.    Hiwalah (Pemindahan Utang)

i.      Sewa Menyewa (Ijarah)

j.      Upah

k.    Syuf'ah (gugatan)

l.      Qiradh (memberi modal)

m.  Ji'alah (sayembara)

n.    Ariyah (pinjam meminjam

o.    Wadi'ah (titipan)

p.    Musaraqah

q.    Muzara'ah dan mukhabarah

r.     Pinjam meminjam

s.     Riba

t.      Dan beberapa permasalahan kontemporer (asuransi, bank dll)

u.    Ihyaulmawat

v.    Wakalah

2.    Al-muamalah Al-Adabiyah

yaitu muamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar menukar benda. Dengan kata lain, al-muamalah al-adabiyah adalahaturan-aturan syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari segi subjeknya, yaitu mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana seseorang dalam melakukan akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela sama rela (‘an taradlin minkum) atau terpaksa, ada unsur dusta dan sebagainya. Pembagian atau pembedaan tersebut ada pada dataran teoritis saja, karena dalam prakteknya antara keduanya tidak dapat dipisahkan.[5]

 

Abdul Wahab Khalaf merinci Fiqih muamalah ini sesuai dengan aspek dan tujuan masing-masing. sebagai berikut : [6]

a.    Hukum Kekeluargaan (ahwal al-syakhsiyah) yaitu hokum yang berkaitan dengan urusan keluarga dan pembentukannya yang bertujuan mengatur hubungan suami isteri dan keluarga satu dengan lainnya. Ayat Al-Qur’an yang membahas tentang hal ini terdapat 70 ayat

b.    Hukum Sipil (civic/al-ahkam al-madaniyah) yang mengatur hubungan individuindividu serta bentuk-bentuk hubungannya seperti : jual beli, sewa-menyewa, utang piutang, dan lain-lain, agar tercipta hubungan yang harmonis didalam masyarakat. Ayat Al-Qur’an mengaturnya dalam 70 ayat.

c.    Hukum Pidana (al-ahkam al-jinaiyah) yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk kejahatan atau pelanggaran dan ketentuan sanksi hukumannya. Tujuannya untuk memelihara kehidupan manusia, harta, kehormatan, hak serta membatasi hubungan pelaku perbuatan pidana dan masyarakat. Ketentuan ini diatur dalam 30 ayat AlQur’an.

d.    Hukum Acara (al-ahkam al-murafaat) yaitu hukum yang mengatur tata cara mempertahankan hak, dan atau memutuskan siapa yang terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan hukum. Hukum ini mengatur cara beracara dilembaga peradilan, tujuannya untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Ayat Al-Qur’an yang mengatur masalah ini ada 13 ayat.

e.    Hukum Ketatanegaraan (al-ahkam al-dusturiyah) berkenaan dengan sistem hukum yang bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) dengan yang dikuasai atau rakyatnya, hak-hak dan kewajiban individu dan masyarakat yang diatur dalam 10 ayat Al-Qur’an.

f.     Hukum Internasional (al-ahkam al-duwaliyah) mengatur hubungan antar negara Islam dengan negara lainnya dan hubungan warga muslim dengan nonmuslim, baik dalam masa damai, atau dalam masa perang. Al-Qur’an mengaturnya dalam 25 ayat.

g.    Hukum Ekonomi (al-ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah). Hukum ini mengatur hak-hak seorang pekerja dan orang yang mempekerjakannya, dan mengatur sumber keuangan negara dan pendistribusiannya bagi kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Diatur dalam Al-Qur’an sebanyak 10 ayat.

 

C.  Hubungan Fiqih Muamalah Dengan Fiqih Lainnya

Fiqih merupakan rincian dari apa yang dikehendaki Allah untuk dilakukan oleh hamba-Nya yang menduduki fungsi sebagai khalifah diatas bumi. Fiqih secara garis besar memuat dua pokok. Pertama, tentang apa yang harus dilakukan seorang hamba dalam hubungannya dengan Allah penciptanya (fiqih ibadah). Kedua, tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama manusiadan lingkungannya atau ibadah sosial, dimana hubungan sesamamanusia ini disebut dengan fiqih muamalat (muamalat berarti pergaulan baik sesama manusia) dalamartianumum.22 Dalam arti luas, Ad-Dimyati mendefinisikan muamalah sebagai aktivitas untuk menghasilkanduniawi yang menyebabkan keberhasilanmasalah ukhrawi. Sedangkan Yusuf Musa mendefinisikan muamalah sebagai peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. Dari dua pengertian tokoh tersebut, maka dapat diketahui bahwa fiqih muamalah adalahaturan-aturan (hukum)AllahSWTyang ditunjukanuntukmengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan-urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan.[7]

1.    Fiqih Muamalat

Jika pada pembahasan sebelumnya muamalat diartikan sebagai hubungan antar sesama manusia (dalam arti luas), maka muamalat pada bagian ini diartikan sebagai muamalat dalam arti sempit. Menurut Hundhari Beik, muamalat adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat. Sedangkan menurut Idris Ahmad, muamalat adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.Bentuk muamalat tersebut seperti jual-beli, sewa-menyewa dan serikat usaha. Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah, wa Al-Adabiyah,membagi fiqih muamalat menjadi dua bagian,yaitu sebagai berikut.

a.    Al-Muamalah Al-Madiyah, adalah muamalah yang mengkaji dari segi objeknya, yaitu benda. Berupa benda yang halal, haram dan syubhat untuk dimiliki, diperjual-belikan, diusahakan, benda yang menimbulkan kemudharatandanmendatangkankemaslahatanbagimanusiadanlain-lain.

b.    Al-Muamalah Al-Adabiyah, adalah muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-unsur penegakannya adalah hak dan kewajiban,sepertijujur,hasud,iri, dendam dan lain-lain. Dengan demikian, Al-Adabiyah antara lain berkisar dalam keridhaan dari kedua belah pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul,dustadanlain-lain.[8]

2.    Fiqih Munakahat

Istilah munakahat yang digunakan dalam sistematika hukum Islam oleh Abu Hanifah (madzhab Hanafi) sebenarnya merupakan hukum keluarga dan secara umum kegiatan yang terjadi didalam hukum keluarga yang tingkah lakunya dibatasi oleh ketentuan-ketentuan. Dalam Islam, ketentuan-ketentuan hukum keluarga mengatur mengenai pembentukan keluarga dan berakhir sampai adanya pemindahan hak milik karena putus hubungan hukum antara suami dan isteri. Proses kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang yang memenuhi ketentuan-ketentuan hukumnya dengan membatasi kegiatan dan tingkah laku tersebut.Perkawinan dibangun dalam proses kegiatan yang terus-menerus berlangsung seumur hidup dengan menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Maka dari itu, perlu terdapat syarat-syarat dan rukun-rukun perkawinan yang harus disetujui oleh kedua belah pihak. Syarat perkawinan itu sendiri adalah segala sesuatu yang telah ditentukan dalam hukum Islam sebagai norma untuk menetapkan sahnya perkawinan sebelum dilangsungkan. Selain membahas perkawinan, munakahat juga membahas mengenai putusnya perkawinan atauperceraian. Pada dasarnya, Islam menghendaki setiap perkawinan itu berlangsung selama-lamanya, sehingga merupakan pasangan suami-isteri yang dapat bersama-sama mengatur rumah tangga dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Tetapi meskipun Islam menghendaki suatu kelanggengan hidup, hidup berumah tangga tidak menutup kemungkinan nyata bahwa kehidupan manusia itu tidak langgeng dan ada kalanya menemui suatu kegagalan. Oleh karena itu, Islam masih memberikan kesempatan dan mengizinkan pembubaran perkawinan, kecuali salah satu pihak meninggal dunia atau alasan-alasan yang dapat dibenarkan. Pembubaran (putusnya) perkawinan dengan sebab-sebab yang dapat dibenarkan itu dapat terjadi dalamduaperistiwa,yaitusebagaiberikut.

1)   Kematian salah satu pihak.

2)   Putus akibat perceraian karena adanya:

a)    Khuluk,yaitu perceraianatasinisiatifisteri agarsuami maumenceraikan denganbaik-baikdanmendapatgantirugiatautebusan(iwadl).

b)   Fasakh, yaitu putusnya perkawinan atas keputusan hakim pengadilan agama, karena dinilai perkawinan itu tidak memenuhi syarat-syarat atau rukun-rukunnyabaikdisengajaataupuntidak.

c)    Syiqoq, yaitu konflik antara suami-isteri yang tidak dapat didamaikan lagi.

d)   Melanggar talak-taklik, yaitu pelanggaran janji yang telah diucapkan sesaatsetelahakadnikah.[9]

3.    Fiqih Mawarits

Hukum waris adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang nasib kekayaan seseorang setelah meninggal dunia. Sedangkan menurut arti katanya, ‘waris’berasal dari bahasaArab ‘warotsa’yang artinya memindahkan hak milik dari seseorang kepada orang lain setelah pemiliknya meninggal dunia. Sedangkan harta warisannya disebut dengan pusaka. Dilihat dari rumusan-rumusan ini menunjukan adanya unsur-unsur subyek hukum dan obyek hukum dalam suatu pewarisan yang diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum tertentu.Timbulnya subyek danobyek hukum dalam pewarisan itu jika terjadi peristiwa kematian. Yang disebut dengan subyek hukum dalam pewarisan adalah sebagai berikut:[10]

a.    Pewaris, adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaannya dalam keadaan bersih.

b.    Ahli waris, adalah orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan seorang pewaris. Orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan itu merupakan keturunan terdekat dari pewaris atau yang ditentukan oleh hukum dan tidak termasuk yang kehilangan hak warisnya. Selain itu, hak menerima warisan juga dapat diberikan kepada orang lain dengan empat sebab,yaitu:

1)   Hubungan darah (nasab), yaitu keluarga terdekat dan masih mempunyai kesatuan dalam darah secara turun-temurun dari laki-laki maupun perempuan.

2)   Perkawinan yang sah menurut Islam.

3)   Pemberi kemerdekaan kepada hamba (budak belian).

4)   HubungankesamaanagamaIslam.

1.    Penggolongan ahli waris yang diutamakan secara berurutan dan lazim digunakan serta diberikan oleh ahli sunah dengan dasar-dasar hukum Al-Qur’an dan Hadits, menggolongkan hak-hak waris dari para ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu dan atau menghabiskan sisa,terdiri sebagai berikut.Dzawil Furudh, ialah ahli waris yang memperoleh bagian harta warisan tertentu dan dalam keadaan tertentu. Bagian tertentu dimaksudkan bahwa bagian (porsi) yang diterima oleh ahli waris ini telah ditentukan Allah dalam Al-Qur’an dan wajib diserahkan atau diterimakan sebagaihakyang dapat dimilikinya. Dan yang dimaksud dengan dalam keadaan tertentu ialah ahli waris itu masih hidup saat pewaris meniggal dunia, maka dirinya akan memperoleh bagian dari harta warisan setelah harta peninggalannya dikurangi hak-hak yang didahulukan dan tidak ada penghalang dari ahli waris lainnya.

2.    Asabah, yaitu ahli waris yang berhak menghabiskan harta warisan setelah dikurangi hak-hak yang didahulukan jika tidak ada dzawil furudh jika masih ada sisa atau tidak memperoleh bagian dari dzawilfurudh yang tidak ada sisa.

3.    Dzawil Arham, yaitu ahli waris dalam hubungannya nasab (keluarga sedarah) yang tidak termasuk dzawilfurudhatauasabah.

4.    Fiqih Jinayat

Hukum Islam mengenai suatu jenis hukum yang membatasi tingkah laku manusia agar berbuat yang lazim, kita kenal sehari-hari dengan sebutan hukum pidana. Sedangkan istilah dalam hukum Islamnya disebut dengan Jinayat. Secara etimologi, kata Jinayat berarti memetik, memotong, mengambil dan atau memungut. Sedangkan menurut agama, kata Jinayat berarti pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dalam mengambil hak Allah, hak sesama manusia dan hak makhluk lainnya, yang atas perbuatannya dikehendaki adanya pembalasan seimbang dunia dan akhirat dengan mendapat hukuman berat dari Allah.[11]Dengan adanya sanksi ini,makajinayat sebagai hukumsanksidapatdibagi menjadi dua kitab, yaitu kitab jinayat dan kitab hudud. Dalam kitab jinayat, yang dimaksud dengan perbuatan mengambil hak Allah, adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan mengingkari segala kewajiban atas perintah Allah. Perbuatan tersebut berupa menghilangkan nyawa seseorang atas kehendaknya atau yang sering dikenal dengan pembunuhan. Jika terjadi peristiwa hukum pembunuhan, maka pelakunya dikenakan sanksi hukuman dan sanksi yang dilakukan Allah dalam memberikan balasan yang setimpal dengan perbuatannya berupa hukuman berat didunia dan dimasukan kedalamneraka. Sedangkan dalam kitab hudud, ‘hudud’ diambil dari kata HAD yang menurut ucapannya berarti pagar, larangan, batas, tapal atau dinding. Didalam fiqih Islam disebutkan bahwa kata hudud berarti hukuman-hukuman tertentu yang diwajibkan bagi orang menjalankannya jika melanggar larangan-larangan tertentu.

5.    Fiqih Aqdiyah

a.    Untuk mengatur kehidupan damai antara sesama individu selain hukum material, maka dalam mempertahankan keutuhannya juga berlaku hukum formal. Hukum formal ini merupakan realisasi penyelesai atas pelanggaran ketentuan-ketentuan hukum material didalam lingkup kehidupan masyarakat. Maksudnya adalah apabila terjadi perselisihan pendapat atau aturan penyelesaian yang dirasa kurang adil antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan menurut tata cara hukum formal yang berdiri dalam suatu wadah tertentu. Wujud pelaksanaan hukum formal inilah sebagai satu wadah tersendiri atau dikenal dengan sebutan lembaga peradilan. Proses penyelesaian perkara, suatu dakwa akan diterima oleh hakim jika menuntut hak dan membela haknya dari orang lain dan hakim dalam memeriksa perkara itu mempertimbangkan akan disidangkan terbuka atau tertutup.

b.    Pembuktian, meliputi pengakuan (ikrar), kesaksian (syahadat), sumpah (yamin), penolakansumpah(nukul)dansumpahlimapuluhorang(dasamah).

c.    Keputusan hakim, dimana keputusan diambil dengan tidak bertentangan dengan hukumAllah.[12]

6.    Fiqih Lainnya

Jenis-jenis fiqih diatas telah mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia yang dasar-dasarnya memang dapat ditemukan dalam firman Allah dalam Al-Qur’an atau penjelasannya dalam hadits Nabi. Jenis tersebut telah mengalami perkembangan sehingga melingkupi cabang-cabang hukum atau undang-undang yang berlaku dalam negara modern, seperti fiqih dusturiyah (hukum tata negara), fiqih dauliyah (hukum antar negara atau internasional) fiqih lingkungan, bahkan belakangan secara khusus muncul fiqih al-mar-ah atau fiqih perempuan,yang khusus membicarakan perempuan.

 

 

 


BAB III
PENUTUP

 

A.  Kesimpulan

Fiqih muamalah berasal dari kata ‘amala yu’amili mu’amalatan yang berarti saling bertindak, saling berbuat, saling beramal. Dalam istilah bermakna hasil ijtihad seseorang atau sekelompok orang tentang hukum bagi berbagai macam transaki/kegiatan manusia yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam.

Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturanperaturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. pembagian fiqih muamalah ini meliputi dua hal;

1.    Al-mu’amalah Al-madiyah,

2.    Al-muamalah Al-Adabiyah

Jenis-jenis fiqih diatas telah mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia yang dasar-dasarnya memang dapat ditemukan dalam firman Allah dalam Al-Qur’an atau penjelasannya dalam hadits Nabi. Jenis tersebut telah mengalami perkembangan sehingga melingkupi cabang-cabang hukum atau undang-undang yang berlaku dalam negara modern, seperti fiqih dusturiyah (hukum tata negara), fiqih dauliyah (hukum antar negara atau internasional) fiqih lingkungan, bahkan belakangan secara khusus muncul fiqih al-mar-ah atau fiqih perempuan,yang khusus membicarakan perempuan.

Fiqih merupakan rincian dari apa yang dikehendaki Allah untuk dilakukan oleh hamba-Nya yang menduduki fungsi sebagai khalifah diatas bumi. Fiqih secara garis besar memuat dua pokok. Pertama, tentang apa yang harus dilakukan seorang hamba dalam hubungannya dengan Allah penciptanya (fiqih ibadah). Kedua, tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama manusiadan lingkungannya atau ibadah sosial, dimana hubungan sesamamanusia ini disebut dengan fiqih muamalat (muamalat berarti pergaulan baik sesama manusia) dalam artian umum.

 

 Dalam arti luas, Ad-Dimyati mendefinisikan muamalah sebagai aktivitas untuk menghasilkanduniawi yang menyebabkan keberhasilanmasalah ukhrawi. Sedangkan Yusuf Musa mendefinisikan muamalah sebagai peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. Dari dua pengertian tokoh tersebut, maka dapat diketahui bahwa fiqih muamalah adalahaturan-aturan (hukum)AllahSWTyang ditunjukanuntukmengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan-urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan

B.  Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari banyaknya kekurangan di dalam penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta mAaf dan kami mengharapkan kepada para pembaca, teman-teman dan bapak Dosen untuk memberikan krtitik dan saran agar mekalah kami ini menjadi lebih baik di masa yang akan dating. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aziz, Fathul Aminudin, ‘Fiqih Ibadah Versus Fiqih Muamalah’, El-Jizya : Jurnal Ekonomi Islam, 7.2 (2019), 237–54 <https://doi.org/10.24090/ej.v7i2.3454>

Fiqih, Serta Jenis-jenis, ‘Untuk Referensi Lainnya, Kunjungi Https://Sgd.Academia.Edu/Lusiagustianti’, 2018.1168030091

Kalimantan, Universitas Islam, and Muhammad Arsyad Al-banjary, ‘No Title’

Munib, Abdul, ‘HUKUM ISLAM DANMUAMALAH (Asas-Asas Hukum Islam Dalam Bidang Muamalah)’, Al-Ulum : Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ke Islaman, 5.1 (2018), 72–80 <https://doi.org/10.31102/alulum.5.1.2018.72-80>

Rachmat, Syafe’I, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Abdul Munib, ‘HUKUM ISLAM DANMUAMALAH (Asas-Asas Hukum Islam Dalam Bidang Muamalah)’, Al-Ulum : Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ke Islaman, 5.1 (2018), 72–80 <https://doi.org/10.31102/alulum.5.1.2018.72-80>.

[2] Fathul Aminudin Aziz, ‘Fiqih Ibadah Versus Fiqih Muamalah’, El-Jizya : Jurnal Ekonomi Islam, 7.2 (2019), 237–54 <https://doi.org/10.24090/ej.v7i2.3454>.

[3] Syafe’I Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

[4] Universitas Islam Kalimantan and Muhammad Arsyad Al-banjary, ‘No Title’.

[5] Kalimantan and Al-banjary.

[6] Kalimantan and Al-banjary.

[7] Serta Jenis-jenis Fiqih, ‘Untuk Referensi Lainnya, Kunjungi Https://Sgd.Academia.Edu/Lusiagustianti’, 2018.1168030091.

[8] Fiqih.

[9] Fiqih.

[10] Fiqih.

[11] Fiqih.

[12] Fiqih.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Fiqih Mualamalah || Tinjauan Umum Tentang Fiqih Muamalah"

Posting Komentar